Sukses

Flu Tomat Menjangkit Anak-Anak di India, Muncul Gejala Mirip Cacar Monyet

Haruskah khawatir dengan flu tomat?

Liputan6.com, New Delhi - Penyakit flu tomat sedang merebak di India dan anak-anak menjadi sasaran penyakit ini. Dampak dari flu tomat ini memicu demam tinggi, ruam di kulit, hingga nyeri di tubuh.

Berdasarkan informasi dari situs ilmiah The Lancet, Rabu (24/8/2022), penderita flu tomat akan mengalami munculnya blister (semacam benjolan bening) berwarna merah di tubuh. Blister itu bisa terus membesar hingga seukuran tomat. 

Kehadiran ruam dan blister itu membuat flu tomat jadi mirip dengan cacar monyet yang sedang viral. 

Gejala-gejala lain termasuk lelah, mual, muntah, diare, demam, dehidrasi, pembengkakan sendi, nyeri tubuh, dan gejala-gejala influenza lainnya.

Di India, virus ini pertama menyebar di Kerala, kemudian menyebar ke daerah-daerah lain.

Untuk mengetahui flu tomat, anak-anak melalui tes untuk mendeteksi dengue, chikungunya, virus zika, varicella-zoster virus, dan herpes. Setelah diketahui anak itu tidak mengidap penyakit-penyakit tersebut, maka ia dipastikan kena flu tomat.

Solusi Pengobatan 

The Lancet menyebut pengobatan untuk flu tomat adalah isolasi, beristirahat, banyak minum, dan memberikan sponge hangat untuk meredakan iritasi dan ruam. Obat seperti parasetamol juga dibutuhkan.

Anak-anak terancam oleh virus ini apabila tidak menjaga kebersihan. Flu tomat dinyatakan sangat menular, dan perlu respons serius agar tidak menularkan ke orang dewasa. 

Cara terbaik menghadang virus ini adalah memelihara kebersihan diri dan lingkungan, serta tidak berbagi makanan, pakaian, atau mainan, yang sama dengan seseorang yang sedang tertular. 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Bandara Soetta Perketat Pengawasan Cegah Cacar Monyet Masuk Lagi

Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Bandara Internasional Soekarno Hatta (Soetta) melakukan pengetatan pengawasan di pintu masuk atau kedatangan internasional. Hal ini dilakukan lantaran adanya temuan satu pasien cacar monyet yang memiliki riwayat perjalanan dari luar negeri beberapa waktu lalu. 

"Pengawasan ditingkatkan serta sosialisasi kepada komunitas bandara tentang gejala dan tanda," ungkap Kepala KKP Bandara Soetta, dokter Darmawali Handoko, Rabu (24/8/2022).

Ia mengatakan pengawasan sangat berbeda dengan protokol COVID-19. Bila COVID-19 fokus pada peningkatan suhu tubuh, maka cacar monyet didahului dengan bintik merah atau ruam, sampai bintik seperti ada cairan di dalamnya, lalu disertai dengan demam.

"Maka, kami mensosialisasikan kepada petugas stakeholder di Bandara Soekarno Hatta dengan pengawasan penumpang dengan tanda seperti itu," kata pria yang akrab disapa dokter Koko itu.

Bila petugas yang berada di SCP 2, dimana saat itu mengharuskan penumpang membuka masker untuk pengenalan wajah. Maka saat itu, petugas akan sekalian melakukan screening terhadap cacar monyet.

Seperti melihat adakah bintik merah di area wajah, tangan dan leher penumpang tersebut. Begitu juga dengan petugas maskapai, yang diimbau melakukan screening serupa.

Bila memang ditemukan adanya tanda tersebut, maka KKP Bandara Soekarno Hatta melakukan langkah protokol isolasi sementara kepada penumpang.

"Di tiap terminal Bandara Soetta disediakan klinik dengan ruang isolasi sementara, nanti akan dibawa kesana. Untuk kemudian mengisi form gejala yang dirasakan pasien, untuk kemudian dibawa ke rumah sakit yang sudah berkordinasi dengan kami, untuk penanganan lebih lanjut," tutur Koko.

Menurutnya, hingga saat ini belum ditemukan penumpang dengan gejala cacar monyet di Bandara Soekarno Hatta. Meski begitu pengawasan ketat tetap dilakukan, baik di kedatangan dalam ataupun luar negeri.

"Ini kan bukan spesifik dari negara mana wabah itu dibawa, jadi pengawasan kami lakukan di kedatangan dalam dan luar negeri," ujarnya.

3 dari 4 halaman

Menkes: Cacar Monyet yang Beredar Varian Afrika Barat, Punya Fatality Rate Rendah

Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan bahwa penyakit cacar monyet atau monkeypox memiliki dua varian yakni, Afrika Tengah dan Afrika Barat. Namun, kata dia, varian yang paling banyak beredar adalah Afrika Barat dan memiliki tingkat fatality rate rendah.

"Varian cacar monyet itu ada dua, versi Afrika Barat sama Afrika Tengah. Yang Afrika Barat itu lebih rendah fatality rate-nya dari yang Afrika Tengah. Nah, Alhamdulillah yang beredar sekarang itu banyak yang Afrika Barat," kata Budi Gunadi di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa 23 Agustus 2022. 

Dia menyampaikan, bahwa saat ini kasus cacar monyet di dunia mencapai 39.000. Dari jumlah itu, Budi menyebut sebanyak 12 kasus cacar monyet dinyatakan meninggal dunia.

"Jadi sekitar 0,03 persen relatif masih sangat rendah," ucapnya.

Budi menjelaskan bahwa penularan cacar monyet berbeda dengan Covid-19 yang melalui droplet. Adapun cacar monyet menular apabila masyarakat berkontak fisik langsung dengan penderita.

"Ini (cacar monyet) harus benar-benar nempel kontak fisik. Dia hanya bisa menular secara fisik sudah kelihatan bintik-bintik cacarnya dan cairannya," ujarnya.

"Kalau Covid-19 kan masih sehat pun bisa menular jadi lebih berbahaya, kalau cacar monyet, kita lihat nih kalau temen kita udah cacar monyet baru dia bisa menular," sambung Menkes Budi.

Menurut dia, masyarakat bisa lebih mudah menghindari penularan cacar monyet dibanding Covid-19. Pasalnya, masyarakat hanya tinggal menghindari orang yang memiliki gejala cacar monyet.

"Jadi kalau udah masih cacar kita masih deket-deketan, salam-salaman, tempel-tempelan, ya salah sendiri. Harusnya kita bisa menghindari itu dengan lebih mudah. Dari sisi protokol kesehatannya, identifikasinya lebih mudah, cara menghindarinya juga jauh lebih mudah," pungkas Budi.

4 dari 4 halaman

Kondisi Pasien Cacar Monyet di Jakarta

Sebelumnya, Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria menjelaskan pasien cacar monyet pertama di Indonesia baru melakukan perjalanan dari Eropa Barat dan melakukan isolasi mandiri di indekosnya. Hal itu dipaparkan Riza pada Senin (22/8) sore.

"Atas kesepakatan bersama, domisilinya belum bisa disampaikan. Pokoknya di Jakarta, tinggal di kos-kosan, usianya 27 (tahun), laki-laki, baru pulang dari Eropa Barat," kata Riza.

Riza juga menyampaikan terdapat delapan ruam pada pasien pertama tersebut. Namun, kondisinya sudah membaik dan terus berobat jalan serta melakukan karantina di kamar indekosnya.

"Yang bersangkutan masih terus berobat jalan dan dalam karantina di tempat masing-masing. Sekitarnya juga sudah diberi tahu ya. (Pasien) sudah diperiksa cuma ada delapan titik begitu seperti cacar. Sudah membaik, Alhamdulillah," kata Riza

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.