Sukses

HEADLINE: Jokowi Kunjungi China, Jepang dan Korea Selatan, Bawa Misi Apa?

Pesawat Garuda Indonesia GIA-1 membawa Presiden Joko Widodo dan Ibu Negara Iriana mengunjungi tiga negara di Asia Timur: China, Jepang, dan Korea Selatan.

Liputan6.com, Jakarta - Pesawat Garuda Indonesia GIA-1 membawa Presiden Joko Widodo dan Ibu Negara Iriana mengunjungi tiga negara di Asia Timur: China, Jepang, dan Korea Selatan. Jokowi dan Iriana telah mendarat dengan selamat di Beijing Capital International Airport, pada Senin, 25 Juli 2022 sekitar pukul 21.37 waktu setempat.

Di China, Jokowi bertemu dengan Presiden Xi Jinping Selasa 26 Juli. Jokowi juga mengadakan pertemuan dengan Perdana Menteri China Li Keqiang.

Selain China, Jokowi akan mengunjungi Jepang pada Rabu 27 Juli dan Korea Selatan pada Kamis 28 Juli. Di akun media sosialnya, Jokowi mengatakan: "Ketiga negara tersebut adalah mitra strategis Indonesia di bidang ekonomi, mitra penting ASEAN, dan mitra penting dalam konteks G20."

"Saya akan bertemu dengan para pemimpin China, Jepang dan Korea Selatan untuk membahas sejumlah isu, seperti isu regional dan global, serta kerja sama di bidang perdagangan, investasi, kesehatan, infrastruktur dan perikanan."

Indonesia saat ini adalah presiden bergilir G20 dan pertemuan puncak pemimpinnya akan diadakan di Bali November ini.

Jokowi merupakan pemimpin asing pertama yang mengunjungi China sejak Olimpiade Musim Dingin pada Februari karena negara itu menerapkan kebijakan ketat "nol COVID-19" yang mengakibatkan terbatasnya kunjungan pejabat dari luar negeri. Dan China, adalah mitra dagang terbesar Indonesia dengan total nilai perdagangan US$110 miliar tahun lalu.

Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menyampaikan, usai dari Beijing, Jokowi akan melanjutkan kunjungan ke Tokyo Jepang untuk bertemu dengan Perdana Menteri (PM) Fumio Kishida dan kalangan bisnis pada 27 Juli 2022. Retno mengatakan Jepang merupakan mitra ekonomi penting dan tradisional Indonesia.

Terakhir, Jokowi akan berkunjung ke Korea Selatan untuk melakukan pertemuan dengan Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol dan kalangan bisnis pada 28 Juli 2022. Korea Selatan sendiri merupakan mitra penting Indonesia di bidang ekonomi.

"Kunjungan ini adalah kunjungan yang singkat, 3 hari untuk 3 negara. Sebagaimana kita ketahui, ketiga negara tersebut merupakan mitra strategis Indonesia di bidang ekonomi. Dan tiga negara tersebut juga mitra strategis Indonesia dan ASEAN pada saat kita berbicara mengenai masalah Kawasan," ungkap Retno.

Fokus kunjungan kenegaraan Jokowi kali ini menurut Retno adalah membahas penguatan kerja sama ekonomi, khususnya di bidang perdagangan dan investasi.

Menurut Pengamat Hubungan Internasional dari Universita Padjajaran, Teuku Rezasyah, ketiga negara yang dikunjungi Jokowi memiliki nilai strategis bagi Indonesia. Dia mengatakan, ketiga negara di Asia Timur ini menjadi panutan dalam pembangunan.

"Mereka selama ini sangat membantu ASEAN dan Indonesia pada saat kita krisis moneter tahun 1997, kemudian juga krisis keuangan internasional tahun 2008. Mereka juga pada saat pandemi COVID-19, tetap investasi di kita, jadi kita memiliki rasa hormat tersendiri pada mereka," kata dia kepada Liputan6.com di Jakarta, Selasa (26/7/2022).

Kemudian yang kedua, lanjut dia, Indonesia berusaha menciptakan persaingan psikologis di antara mereka untuk investasi jangka panjang di Indonesia. Karena dalam urutan investasi di Indonesia, China menduduki nomor satu diikuti Jepang dan Korsel.

"Entah kenapa ke China dulu, baru ke Jepang, baru ke Korsel. Sesuai urutan. Jadi menyampaikan komitmen kita dengan ekonomi jangka panjang," ujar dia.

Teuku Rezasyah juga mengungkapkan, Presiden Jokowi juga dipastikan bakal menggaet investor dalam lawatan ke ketiga negara tersebut. Investasi ini, lanjut dia, terutama dalam hal pembangunan IKN di Kalimantan Timur.

"IKN perlu investasi, sangat besar biayanya. Jadi kita sangat berharap mereka berinvestasi di IKN, tapi kan ini invetasi yang acuannya baru, selama ini kita tidak bicara IKN dengan mereka. Jadi hubungan ini harus dengan standar kerja sama yang lebih tinggi," ungkap dia.

"Misalnya komitmen kedua belah pihak. Negosiasi awalnya sangat penting, jadi kita tidak kecolongan. Mereka tidak bilang, tapi tanpa sadar kita mengiyakan boleh tenaga kerja dari mereka semua, ini tentu akan menciptkaan masalah sosial baru di wilayah tersebut. Jadi harus ada MoU yang mengatakan tenaga kerjanya seimbang," sambung Reza.

Terkait kunjungan Jokowi ke Korsel, dia meminta Indonesia untuk melakukannya secara cermat. Jangan sampai lawatan tersebut dapat memperkeruh suasana hubungan antara Korea Selatan dengan Korea Utara.

"Kita harus hati-hati jangan sampai kerja sama kita dengan Korsel ini memperluas konflik antara Korsel dan Korut. Mereka akan berpikir bahwa Indonesia yang bersahabat dengan Korsel dalam bidang pertahanan itu secara tidak langsung kan mendukung kemajuan pertahanan Korsel. Itu kan tujuannya untuk mengerdilkan Korut. Ini yang harus kita sampaikan dengan sangat hati hati," ujar dia.

Untuk itu, agar isu tersebut tidak muncul, sebaiknya Jokowi juga menyambangi Korea Utara. Kendati hal itu banyak kendala, namun pertemuan dapat didesain dengan melibatkan banyak pihak.

"Idealnya, di akhir kunjungan dari Korsel, Pak Jokowi lakukan kunjungan ke Korut. Karena Korut juga butuh pengakuan internasional. Walaupun suasana sangat sulit di Korut, tapi namanya pertemuan kan bisa didesain kan dalam suasana covid-19 misalnya dengan keterlibatan WHO, penting ini. Tapi pemerintah tidak berpikir begitu ya sudah nggak apa apa, tapi sayang sudah dekat sekali ke Korut. pasti diterima karpet merah oleh Kim Jong Un itu."

Sementara itu, Pakar International Political Economy dari Universitas Gadjah Mada, Riza Noer Arfani menyebut kunjungan Presiden Jokowi memiliki makna penting bagi dunia industri. Pesan yang disampaikan ke pemimpin China, Jepang, dan Korea Selatan juga mesti berbeda-beda sesuai kepentingan Indonesia. 

Kepada China, Presiden Jokowi dinilai perlu membahas masalah G20 dan Ukraina dengan Presiden Xi Jinping yang notabene punya kedekatan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin. Ini sekaligus menindaklanjuti kunjungan Presiden Jokowi ke Ukraina dan Rusia.

"Saya kira Pak Jokowi harus menitipkan pertanyaan atau concern mengenai perang di Ukraina," ujar Riza lewat sambungan telepon dari Jenewa kepada Liputan6.com

"Kunjungan Pak Jokowi kemarin ke Rusia dan Ukraina belum berdampak signifikan sehingga lewat Pak Xi Jinping bisa semacam menekankan kembali bahwa Indonesia punya concern pada proses pemulihan ekonomi utamanya di sektor panga," jelas Riza. 

Sedangkan Jepang merupakan salah satu anggota G7 dan sekutu dekat Amerika Serikat. Kunjungan Presiden Jokowi ke Jepang dianggap bisa memperkuat agenda-agenda pemulihan ekonomi global, terutama mengingat Jepang punya posisi di G7. 

"Di sanalah saya kira diplomasi kita bisa lebih strategic," jelas Riza. 

Hal lain yang disorot adalah hubungan LNG. Di tengah krisis energi akibat perang Ukraina-Rusia, Riza menyebut perlu ada penegasan agar hubungan energi antara Jepang dan Indonesia tetap kuat. 

"Kalau dalam konteks Jepang, mereka ingin memastikan suplai energi utama yang LNG itu perlu tetap dilanjutkan. Saya kira kepentingan sektor energi Jepang kepada pasukan dari Indonesia masih sangat nampak sehingga perlu kesepakatan-kesepakatan yang sifatnya lebih stabil bagi masa depan," ujar Riza. 

Di Korea Selatan, kerja sama di bidang agribisnis dipandang Riza sebagai hal paling potensial saat ini, terutama sawit. Riza menjelaskan bahwa Korea Selatan sedang berusaha ekspansi bisnis mereka dari bidang manufaktur. 

"Untuk Korea terutama sedang fokus expand ke beberapa sektor investasi di luar yang manufaktur. Manufaktur jelas mereka punya concern. Tapi di sektor-sektor di luar manufaktur mereka juga ekspansif, bahkan progresif, mungkin agresif, di sektor-sektor seperti perkebunan. Saya kira itu juga bisa menjadi bahan dasar kepentingan mereka untuk investasi di sektor itu. Juga nyambung dengan kita untuk mengembangkan sektor sektor agribisnis itu, khususnya kelapa sawit," jelas Riza.

Kehadiran Presiden Jokowi dapat memberikan kepercayaan bagi para pebisnis sektor agribisnis Korea Selatan. Namun, perlu juga adanya kebijakan yang pro-lingkungan untuk menetralkan kritikan dari para aktivitis.

"Ini perlu pernyataan bersama yang semacam memuluskan rencana-rencana investasi yang sudah dirancang, tertama dalam kaitannya dengan itu kampanye-kampanye anti-sawit," jelas Riza. "Skema kebijakan yang lebih pro-lingkungan, pro-keadilan bagi petani-petani sawit yang sedang membutuhkan sekarang."

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Fokus Kunjungan ke China

Pemerintah Indonesia dinilai harus responsif terkait hal-hal yang diinginkan China, Jepang, dan Korea Selatan, selama kunjungan kenegaraan Presiden Jokowi. Apabila Jepang sedang butuh gas, dan Korea Selatan fokus ke agribisnis, maka China sedang fokus ke Belt and Road Initiative (BRI). 

"Jadi mereka (China) punya kepentingan agar kita tetap menjalin hubungan terutama dalam konteks suksesnya Belt and Road Initiative. Dan kalau di Indonesia ya salah satu mercusuarnya itu kan kereta api cepat Jakarta-Bandung. Secara strategik China memerlukan semacam penegasannya dari dari Bapak Jokowi untuk menempatkan proyek ini sebagai salah satu prioritas nasional kita dalam konteks BRI China," jelas Riza. 

Hal lainnya yang penting dengan tiga negara Asia Timur itu adalah masalah suku cadang, termasuk microchips. "Perlu ada pernyataan bersama menyangkut soal kestabilan supply chain untuk untuk sparepart yang kita butuhkan untuk industri manufaktur. Utamanya kalau berbicara dengan tiga negara ini kan otomotif dan elektronik," jelas Riza. 

Ia pun menyebut pernyataan bersama antara Indonesia dan ketiga negara dapat meningkatkan confidence pasar di tengah adanya perang di Eropa. "Ini memang dari sisi pasar kita relatif tidak terganggu karena itu kecuali dari sisi makro dari sisi mikro saya kira perlu penegasan-penegasan dari kunjungan Pak Jokowi."

Isu kawasan lainnya adalah terkait Indo-Pasifik. Jepang memang memiliki konsep Free and Open Indo-Pacific, dan konsep itu mendapat dukungan Amerika Serikat. Riza berkata hal itu bisa ikut menjadi pembahasan. 

Saat ini, Jepang dan Korea Selatan kedatangan dua pemimpin baru: Perdana Menteri Fumio Kishida dan Presiden Yoon Suk Yeol. Hubungan Presiden Jokowi dengan keduanya diprediksi akan lancar. 

"Nampaknya tidak akan banyak perubahan. Keduanya masih tetap akan engage dengan agenda-agenda masing-masing menempatkan Indonesia sebagai mitra strategis. Kalau Jepang saya kira Indo-Pasifik itu menjadi salah satu platformnya. Sesuatu yang segera sejalan dengan konsep politik luar negeri kita di kawasan dan secara geopolitik kehadiran Fumio Kishida tidak akan mengubah platform itu. Sama juga dengan yang Korea," jelas Riza.

Terkait masalah Laut China Selatan, Riza ragu hal itu akan menjadi pembahasan utama. 

"Ini menjadi tantangan buat kita karena di dalamnya nanti ada isu-isu yang berkaitan dengan Laut China Selatan yang nanti secara geopolitik berseberangan dengan China," jelas Riza. 

Sementara itu, Pengamat Politik China Tang Qifang menilai kunjungan Presiden Indonesia Joko Widodo ke negaranya pada 25-26 Juli 2022 mencerminkan sikap netral negara anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN).

"Kunjungan Widodo ke China menunjukkan posisi netral dan seimbang negara-negara di Asia Tenggara yang diwakili oleh Indonesia terhadap China dan Amerika Serikat," ujarnya.

Menurut dia, kunjungan Jokowi itu sangat penting bagi hubungan bilateral kedua negara, apalagi Jokowi bakal menjadi kepala negara pertama di dunia yang mengunjungi China pasca-Olimpiade Musim Dingin. Di sela-sela Olimpiade yang digelar di Beijing pada awal Februari 2022, Presiden China Xi Jinping menerima kunjungan beberapa kepala negara dan kepala pemerintahan, termasuk Presiden Rusia Vladimir Putin.

"Kunjungan Widodo sangat penting karena dua kepala negara tidak bisa saling mengunjungi hampir tiga tahun akibat COVID-19," kata Tang, peneliti pada China Institute of Internatonal Studies.

Ia memprediksi kunjungan Jokowi tidak hanya mendorong peningkatan kerja sama bilateral perdagangan dan ekonomi China-Indonesia dan China-ASEAN, melainkan juga mendorong terciptanya perdamaian dan stabilitas global.

"Kerja sama ekonomi dan perdagangan akan menjadi topik yang sangat penting. Kedua belah pihak kemungkinan besar akan membuat pencapaian praktis karena kerja sama semacam itu sangat dibutuhkan dalam pemulihan ekonomi bilateral dan regional," kata Tang, seperti dikutip dari Global Times.

Meskipun momentum kerja sama China-Indonesia cukup kuat seiring dengan peningkatan volume perdagangan bilateral di tengah dampak COVID-19, Tang melihat Indonesia masih berada di bawah tekanan kenaikan harga bahan pokok internasional dan inflasi domestik.

Karena itu, menurut Tang, Indonesia ingin meningkatkan kerja sama dengan China untuk mempertahankan tren positif tersebut dan menciptakan lebih banyak kesempatan. Data Kementerian Perdagangan China menunjukkan volume perdagangan China-Indonesia meningkat dari 30,8 persen menjadi 32,75 persen selama periode Januari-Maret 2022.

Terpisah, Pakar Hubungan Internasional Universitas Katolik Parahyangan Aknolt Kristian Pakpahan menyoroti secara khusus pertemuan Presiden Jokowi dengan Presiden Xi kali ini, yang sarat akan percepatan pemenuhan kepentingan nasional masing-masing negara.

Menurut Kristian, Indonesia memanfaatkan momentum pertemuan ini demi memastikan proyek ekonomi China yang ada di Indonesia, bisa terus berjalan di tengah kondisi ekonomi global yang sedang menghadapi krisis. "Jangan lupa, selain kita berbicara situasi COVID-19, krisis pangan dan energi akibat konflik Rusia-Ukraina, kita juga masih mempunyai tantangan besar ke depan bagaimana menghadapi perubahan yang terjadi akibat revolusi 4.0," kata Kristian.

Sementara China juga berupaya membuka diri terhadap Indonesia, guna memastikan Indonesia tetap berada di posisi netral dalam isu-isu yang melibatkan negara Tirai Bambu tersebut.

"Dalam konteks ASEAN, Indonesia dilihat sebagai salah satu negara besar, negara penting yang harus 'dipegang' oleh China agar tetap netral," tambahnya.

China selama beberapa tahun terakhir, terus mendapat sorotan global terkait  dugaan pelanggaran HAM terhadap etnis muslim Uighur di Xinjiang.

Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, sejauh ini tak banyak bersikap kritis terkait tema ini. "Pasalnya, masih ada misi ekonomi Indonesia dengan China yang lebih krusial. Dalam konteks hubungan luar negeri, semua negara rasanya memegang prinsip tidak mencampuri urusan domestik. Jadi, isu-isu ini tidak akan dibahas," kata Kristian.

"Bayangkan, misalnya China dalam melakukan hubungan ekonomi dengan Indonesia,  membahas apa yang dilakukan di wilayah Indonesia, adanya pelanggaran HAM. Papua, misalnya. Bayangkan kalau misalnya kita diajak diskusi hal-hal seperti itu. Betul kita negara dengan populasi muslim terbesar di dunia, tapi kita tidak bisa men-judge China melakukan pelanggaran HAM terhadap kaum minoritas. Rasanya itu bukan langkah diplomasi yang baik kalau kita mengangkat isu-isu seperti itu," ujar Kristian.

"Kembali lagi tujuannya apa kita melakukan lawatan ke Asia Timur. Kita ingin membuka kerja sama ekonomi yang lebih luas, kok. Kalau kita ingin membuka kerja sama ekonomi yang lebih luas, masa kemudian membicarakan isu-isu yang 'sensitif' kemudian negara yang mau dilakukan kerja sama merasa tersinggung. Jadi rasanya kita tidak akan membahas isu-isu seperti itu," pungkas pakar hubungan internasional Universitas Katolik Parahyangan itu.

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

3 dari 4 halaman

Hasil Pertemuan Jokowi dengan Xi Jinping

Presiden Jokowi mengawali agenda kunjungan kerja di China dengan melakukan pertemuan bilateral dengan Perdana Menteri (PM) China Li Keqiang, Selasa (26/7/2022) sore. Pertemuan dilakukan di Villa 5, Diaoyutai State Guesthouse, Beijing, China.

Jokowi mengunjungi China atas undangan Presiden Xi Jinping. Keduanya melakukan pembicaraan yang ramah dan bersahabat, bertukar pandangan mendalam tentang hubungan bilateral dan berbagai isu internasional dan regional yang menjadi kepentingan bersama, dan mencapai konsensus penting.

Dalam pertemuan Presiden Jokowi dengan Perdana Menteri RRT (Premier) Li Keqiang dan Presiden Xi Jinping di Beijing hari ini, kedua negara telah menyepakati beberapa kesepakatan yaitu:

1. Pembaruan Nota Kesepahaman (MoU) Sinergi Poros Maritim Dunia dan Belt Road Initiative

2. MoU Kerja sama Pengembangan dan Penelitian Vaksin dan Genomika

3. MoU mengenai Pembangunan Hijau

4. Pengaturan Kerja Sama Kelautan

5. Protokol mengenai Ekspor Nanas Indonesia

6. Pengaturan Kerja Sama Pertukaran Informasi dan Penegakan Pelanggaran Kepabeanan

7. Rencana Aksi Kerja Sama Pengembangan Kapasitas Keamanan Siber dan Teknologi.

Kedua Presiden memuji pencapaian kedua negara dalam memerangi pandemi COVID-19 dan mengamankan peremajaan dan pembangunan ekonomi. 

Indonesia sebelumnya mengucapkan selamat kepada China atas keberhasilan penuh Kongres Nasional Partai Komunis China ke-20 yang akan datang, yang akan memandu langkah China untuk mencapai tujuan keseratus kedua dalam membangun negara sosialis modern yang hebat dalam segala aspek. 

China juga terlebih dahulu mengucapkan selamat kepada Indonesia karena telah mewujudkan cita-citanya menjadi negara maju pada peringatan seratus tahun berdirinya Indonesia pada tahun 2045.

Kedua Presiden sepakat bahwa Kemitraan Strategis Komprehensif China-Indonesia telah mempertahankan momentum pembangunan yang kuat sejak 2013.

Apalagi dalam beberapa tahun terakhir, menghadapi perubahan global yang belum pernah terjadi sebelumnya dan pandemi Covid-19, kedua negara telah menjalin sinergi baru melalui empat -pilar kerjasama yang meliputi politik, ekonomi, people-to-people exchanges dan proyek-proyek maritim, untuk mempromosikan semangat solidaritas dalam memerangi pandemi dan mencari pembangunan bersama, dan menunjukkan kemitraan antara dua negara berkembang utama.

Hubungan Strategis Indonesia-China

Jokowi dan Xi Jinping percaya hubungan China-Indonesia memiliki signifikansi strategis yang besar dan pengaruh global yang luas dan sepakat untuk berjuang untuk arah umum membangun komunitas China-Indonesia dengan masa depan bersama, dan berkomitmen untuk menempa model teladan negara-negara berkembang utama. 

Kedua Presiden telah menugaskan Menteri Luar Negeri mereka untuk membahas lebih lanjut unsur-unsur dan prinsip-prinsip tujuan ini.

Kedua belah pihak akan mempercepat penyusunan Rencana Aksi Lima Tahun baru Pelaksanaan Kemitraan Strategis Komprehensif antara China dan Indonesia (2022-2026). 

Di bawah bimbingan strategis kedua Kepala Negara, kedua belah pihak akan memainkan sepenuhnya Mekanisme Dialog dan Kerjasama Tingkat Tinggi China-Indonesia (HDCM) dan mekanisme dan dialog bilateral lainnya yang ada, dan membuat rencana keseluruhan untuk kerja sama konkrit di berbagai bidang dan memperkuat koordinasi strategis dalam urusan regional dan multilateral, untuk lebih meningkatkan kesejahteraan kedua bangsa, dan memikul tanggung jawab yang lebih besar untuk menjaga perdamaian, stabilitas dan kemakmuran regional, dan menjaga keadilan dan keadilan global.

Eratkan Perdagangan Bilateral

Jokowi dan Xi Jinping juga mengakui tonggak penting dalam kerja sama perdagangan bilateral dalam beberapa tahun terakhir. China dan Indonesia berkomitmen untuk lebih meningkatkan volume perdagangan bilateral.

China dan Indonesia akan melakukan kerja sama yang mendalam dan berkualitas tinggi melalui sinergi Belt and Road Initiative (BRI) dan Global Maritime Fulcrum (GMF). 

Kedua belah pihak juga berkomitmen untuk menyelesaikan Kereta Cepat Jakarta-Bandung sesuai jadwal sebagai proyek unggulan, dan untuk mengerjakan proyek yang lebih strategis seperti Koridor Ekonomi Komprehensif Regional dan “Dua Negara, Taman Kembar”.

Kedua belah pihak akan memperluas kerjasama dalam pembiayaan berorientasi pembangunan; memperkuat kerjasama di bidang pertanian, kesehatan, pengentasan kemiskinan dan ketahanan pangan; menumbuhkan titik pertumbuhan baru seperti pembangunan hijau dan ekonomi digital; dan mewujudkan proyek benchmark untuk mengimplementasikan Global Development Initiative (GDI) di tingkat bilateral dan regional, untuk lebih mempercepat pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).

Pertukaran People to People

China dan Indonesia akan mempercepat dimulainya kembali pertukaran people-to-people, termasuk pemulangan mahasiswa Indonesia ke China; membuka lebih banyak penerbangan langsung; dan meningkatkan kerjasama di bidang-bidang seperti pendidikan, pariwisata, pemuda dan pertukaran lokal. 

Kedua belah pihak akan memperkuat kerja sama dalam penelitian, pengembangan, dan produksi vaksin dan genomik dan China akan mendukung Indonesia dalam upayanya untuk mendirikan pusat vaksin regional.

Kedua belah pihak akan memperkuat komunikasi antar lembaga yang membidangi kelautan, meningkatkan pengaturan kelembagaan, melaksanakan proyek-proyek yang didukung oleh China-Indonesia Maritime Cooperation Fund (MCF), memajukan kerjasama perikanan seperti proyek Lumbung Ikan Nasional dan memanfaatkan potensi besar kelautan.

Kedua belah pihak akan mengimplementasikan konsensus yang dicapai pada KTT Khusus China-ASEAN untuk Memperingati 30 tahun Hubungan Dialog China-ASEAN, menegakkan regionalisme terbuka, dan memajukan Kemitraan Strategis Komprehensif China-ASEAN untuk Perdamaian, Keamanan, Kemakmuran, Pembangunan Berkelanjutan, dan Persahabatan.

China menegaskan kembali dukungannya pada sentralitas ASEAN dalam arsitektur regional yang berkembang dan mendukung kepemimpinan Indonesia di ASEAN pada tahun 2023. Kedua belah pihak akan mempromosikan kerja sama yang saling menguntungkan antara ASEAN Outlook on the Indo-Pacific (AOIP) dan BRI, serta mempromosikan kolaborasi GDI bidang-bidang utama dan bidang-bidang prioritas AOIP, yang berkontribusi pada pelaksanaan AOIP.

Perkuat Multilateralisme

Kedua belah pihak akan terus memperkuat multilateralisme. Indonesia memperhatikan Inisiatif Keamanan Global (GSI) dan siap bekerja dengan pihak China dalam memastikan perdamaian dan stabilitas melalui dialog dan diplomasi. 

China sangat mendukung Presidensi G20 Indonesia dan menantikan KTT Pemimpin G20 yang sukses. Kedua belah pihak akan mendukung APEC dalam mencapai Visi Putrajaya 2040 komunitas Asia-Pasifik yang terbuka, dinamis, tangguh, dan damai. China mengapresiasi partisipasi Indonesia pada pertemuan BRICS+ di bawah Keketuaan BRICS dan menyambut baik kesediaan Indonesia untuk bekerja sama dengan BRICS di masa mendatang.

Dalam kunjungan tersebut, kedua belah pihak memperbaharui MOU antara China dan Indonesia tentang Jointly Promoting Cooperation in the Framework on the Silk Road Economic Belt and 21st Century Maritime Silk Road Initiative and Global Maritime Fulcrum, serta menandatangani serangkaian dokumen kerjasama di bidang-bidang seperti penelitian dan pengembangan vaksin dan genomik, pengembangan hijau, pertukaran dan penegakan informasi kepabeanan, peningkatan kapasitas keamanan siber, kelautan, dan impor nanas Indonesia.

Presiden Joko Widodo menyampaikan terima kasih atas sambutan hangat dan ramah dari Presiden Xi Jinping, Pemerintah Tiongkok dan masyarakat, serta menyampaikan undangan kepada Presiden Xi Jinping untuk menghadiri KTT G20 yang akan diselenggarakan di Bali, Indonesia.

Sebaliknya, Presiden Xi Jinping juga mengucapkan terima kasih dan berharap KTT itu berjalan sukses.

4 dari 4 halaman

Melanjutkan Kunjungan ke Jepang

Presiden Jokowi melanjutkan rangkaian kunjungan kerja di Asia Timur, usai bertemu dengan Perdana Menteri Li Keqiang dan Presiden Xi Jinping di Beijing China, Selasa 26 Juli. Jokowi dan Iriana beserta delegasi bertolak menuju Tokyo, Jepang.

Berdasarkan siaran pers Sekretariat Presiden, Jokowi dan rombongan lepas landas dari Bandar Udara Beijing Capital International Airport sekitar pukul 20.00 Waktu Setempat (WS) dengan pesawat Garuda Indonesia GIA-1.

Jokowi diperkirakan akan tiba di Bandar Udara Internasional Haneda di Tokyo pada Rabu, 27 Juli 2022 dini hari.

Tampak melepas keberangkatan Presiden Jokowi dan Ibu Iriana Jokowi yaitu Menteri Luar Negeri RRT Wang Yi, Wakil Menteri Luar Negeri RRT Wu Jiang Hao, Duta Besar RI Beijing Djauhari Oratmangun beserta istri, Atase Pertahanan RI Beijing Marsma Bayu Hendra Permana beserta istri.

Dalam penerbangan ke Tokyo, Jokowi didampingi Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Menteri BUMN Erick Thohir, Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.