Sukses

Emir Qatar Minta Ukraina dan Palestina Sama-Sama Diperhatikan

Emir Qatar mengaku siap berkontribusi untuk perdamaian Rusia dan Ukraina.

Liputan6.com, Davos - Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad Al-Thani angkat bicara mengenai invasi Rusia saat menghadiri World Economic Forum (WEF) di Davos. Ia meminta agar solusi damai terus dicari.

Selain itu, Emir Qatar meminta agar rakyat Palestina juga dibantu, sebab sudah puluhan tahun berada dalam penjajahan Israel.

"Kita tidak boleh menyerah untuk mengajak semua pihak bersama. Selama kita percaya usaha-usaha kita bisa menyelamatkan bahkan satu nyawa sekalipun, usaha-usaha kita untuk mediasi akan bernilai," ujarnya seperti dikutip Arab News, Selasa (24/5/2022).

"Kami berdiri dengan solidaritas bersama jutaan pengungsi yang tidak bersalah yang menjadi korban dari perang Eropa ini, dan korban-korban dari perang yang sedang berlangsung saat ini. Korban dari setiap ras, kebangsaan dan agama. Saya ingin menolong mereka semua," ujar Emir Qatar.

Emir Qatar memahami fokus untuk mencari solusi pada krisis di Ukraina, namun ia berharap bisa memberikan perhatian dan usaha yang semua kepada semua pihak yang terlupakan dan diabaikan saat konflik. Palestina dinilai sebagai contohnya.

"Contoh yang paling jelas adalah Palestina yang masih menjadi luka terbuka sejak didirikannya Perserikatan Bangsa-Bangsa. Eskalasi pemukiman ilegal telah tanpa henti, dan hal yang sama terjadi pada serangan terus-menerus kepada rakyat Palestina," ujar Sheikh Tamin.

Saat bicara di WEF, Emir Qatar turut memberikan penghormatan kepada jurnalis Al Jazeera Shireen Abu Akleh yang tewas di Jenin ketika sedang meliput serangan Israel.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

PBB: Pembunuhan Jurnalis Al Jazeera Shireen Abu Akleh Langgar Hukum Internasional

Sebelumnya dilaporkan, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menegaskan bahwa pembunuhan jurnalis senior Shireen Abu Akleh di Tepi Barat merupakan bentuk dari pelanggaran hukum internasional. Shireen terkena tembakan ketika sedang meliput bentrokan.

Kepala UNESCO Audrey Azoulay secara terbuka memberikan pernyataan yang mengecam kematian jurnalis Shireen yang sedang meliput peristiwa. Ia juga menyebut bahwa Shireen sudah jelas memakai jaket bertuliskan "pers".

 

"Pembunuhan seorang pekerja pers yang sudah jelas teridentifikasi di sebuah area konflik adalah sebuah pelanggaran hukum internasional. Saya menyerukan kepada otoritas-otorias relevan untuk menginvestigasi kejahatan ini dan menyerat orang-orang yang bertanggung jawab kepada keadilan," tulis Azoulay seperti dilansir situs UN, Kamis (12/5). 

UNESCO juga merupakan lembaga yang memperingati Hari Kebebasan Pers Dunia. Azouley juga berkata UNESCO terus bekerja untuk meningkatkan kesadaran mengenai pentingnya melindungi jurnalis.

Pejabat PBB lain yang bertugas di Timur Tengah juga memberikan pernyataan mengecam aksi pembunuhan Shireen Abu Akleh.

"Saya menyerukan adanya investigasi yang cepat dan menyeluruh dan agar orang-orang yang bertanggung jawab agar diminta pertanggung jawaban," ujar Tor Wennesland, Kordinator Khusus PBB untuk Proses Perdamaian Timur Tengah.

Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia turut menyampaikan protes mereka terhadap pembunuhan jurnalis Al Jazeera Shireen Abu Akleh, serta jangan sampai ada pihak yang kebal hukum. 

"Kami menuntut investigasi yang independen serta transparan terhadap pembunuhannya. Kekebalan harus berakhir," tulis pernyataan Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk HAM.

3 dari 4 halaman

Uskup Agung Yerusalem Kecam Tindakan Israel di Pemakaman Jurnalis Al Jazeera Shireen Abu Akleh

Perwakilan Takhta Suci Vatikan di Yerusalem turut memberikan kecaman kepada tindakan kepolisian Israel yang memicu kerusuhan di pemakaman jurnalis Al Jazeera Shireen Abu Akleh. Tindakan Israel disebut brutal oleh tokoh Katolik di Yerusalem.

Pemakaman Shireen Abu Akleh diwarnai kerusuhan ketika polisi Israel memukul sejumlah orang yang membawa peti mati Abu Akleh dari St. Joseph Hospital.

 

Dilaporkan Arab News, Rabu (18/5), Monsignor Tomasz Gryza yang mewakili Vatikan di Yerusalem menegaskan bahwa insiden tersebut melanggarkan kesepakatan tahun 1993 untuk selalu menjaga kebebasan dalam beragama.

Uskup Agung Pierbattista Pizzaballa dari Yerusalem bahkan mendeskripsikan tindakan polisi Israel sebagai "invasi".

"Invasi Kepolisian Israel dan penggunaan kekuataan yang tak semestinya, menyerang pelayat, memukul mereka dengan baton, memakai granat asap, menembak peluru karet, menakuti para pasien rumah sakit, merupakan pelanggaran parah dari norma-norma dan regulasi-regulasi internasional, termasukan hak asasi fundamental kebebasan beragama," ujar Uskup Agung Pierbattista Pizzaballa.

Pernyataan itu diberikan sang uskup agung dalam sebuah konferensi pers di St. Joseph Hospital yang dihadiri pemimpin 15 denominasi agama di Yerusalem.

Direktur rumah sakit tersebut berkata tindakan Israel memang ingin menakut-nakuti dan mengintimidasi para pelayat.

Dr. Mohammed Hmeidat yang bekerja di unit perawatan intensif neonatal rumah sakit tersebut juga terkena serangan granat kejut.

"Salah satunya sangat dekat dengan kaki saya, dan meledak, setelahnya kami bergegas ke departemen gawat darurat dan (polisi Israel) juga mengikuti kita," ujarnya kepada BBC.

4 dari 4 halaman

Peti Mati Sempat Jatuh

Pemakaman jurnalis media Al Jazeera diwarnai bentrokan. Polisi anti huru-hara Israel pada Jumat 13 Mei 2022 mendorong dan memukuli para pelayat dan mereka yang mengusung peti mati berisi jenazah Shireen Abu Akleh yang tewas ditembak.

Mengutip VOA Indonesia, Sabtu (14/5), insiden ini sempat membuat peti jenazah Shireen Abu Akleh sempat jatuh sementara para pelayat melindungi diri dari pukulan polisi. Prosesi pemakaman yang mengejutkan ini mungkin menjadi "peragaan nasionalisme" Palestina terbesar di Yerusalem dalam satu generasi.

Insiden kekerasan ini menambah rasa duka dan kemarahan di seluruh dunia Arab setelah kematian Abu Akleh, yang menurut beberapa saksi mata dibunuh oleh pasukan Israel Rabu lalu 11 Mei dalam suatu serangan di Tepi Barat yang diduduki Israel. Mereka juga menggambarkan keprihatinan mendalam atas Yerusalem timur, yang diklaim oleh Israel dan Palestina, dan telah berulangkali memicu aksi kekerasan.

Jurnalis Shireen Abu Akleh yang berusia 51 tahun, adalah nama yang menggema di seluruh dunia Arab, yang identik dengan liputan Al Jazeera tentang kehidupan di bawah pemerintahan Israel, yang telah berlangsung selama 60 tahun tanpa ada titik terang. Abu Akleh dihormati di Palestina sebagai pahlawan setempat.

Ribuan orang, yang sebagian besar mengibarkan bendera Palestina dan meneriakkan kata “Palestina! Palestina!” mengikuti prosesi pemakaman Shireen Abu Akleh, yang diyakini sebagai yang terbesar di Yerusalem sejak kematian Faisal Husseini, seorang pemimpin Palestina yang juga keturunan keluarga terkemuka di kawasan itu, pada tahun 2001.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.