Sukses

HEADLINE: Kasus COVID-19 Melonjak di Korsel hingga China, Indonesia Perlu Waspada?

Melihat perkembangan kasus COVID-19 di sejumlah negara lain yang ternyata kembali mengalami lonjakkan, Indonesia harus tetap waspada.

Liputan6.com, Jakarta - Rekor kasus harian COVID-19 tertinggi selama pandemi dicetak Korea Selatan. Sebanyak 621 ribu kasus dalam sehari dilaporkan pada Kamis 17 Maret, akibat varian Omicron.

Totalnya ada 8,2 juta kasus di negara itu selama pandemi COVID-19. Sedangkan total angka kematian akibat COVID-19 di Korea Selatan saat ini mencapai 11 ribu orang, mayoritas berusia 60 tahun ke atas.

Di tengah lonjakan kasus itu, pemerintah Korea Selatan juga sedang menimbang untuk melonggarkan protokol kesehatan. Pemerintah ingin melonggarkan prokes karena bisnis-bisnis kecil sangat terdampak oleh pandemi.  

Saat ini, pasien keadaan kritis di Korea Selatan relatif jauh lebih sedikit ketimbang total kasus baru. Meski tercatat lebih dari setengah juta kasus baru, pasien kritis turun dari 1.244 menjadi 1.159 orang. 

Berdasarkan laporan WHO, Korea Selatan kini menjadi yang nomor satu di dunia dalam jumlah kasus baru di 7 hari terakhir dengan total 2,4 juta infeksi.

Selain Kores Selatan, lonjakan kasus COVID-19 juga terjadi di China dan Hong Kong. Para pihak berwenang pun kesulitan untuk mengambil keputusan melonggarkan protokol kesehatan COVID-19.

Dilaporkan news18, Jumat (18/3/2022), China memutuskan untuk mengambil kebijakan lockdown bagi 30 juta orang. Di Hong Kong, tempat kremasi mulai kewalahan.

Secara resmi, ada lebih dari 740.000 kasus di Hong Kong sejak wabah dimulai pada akhir Desember, dari populasi 7,4 juta. Tetapi para peneliti di Universitas Hong Kong memperkirakan bahwa 3,6 juta orang, atau hampir setengah dari populasi, telah tertular virus dalam wabah saat ini, dan totalnya akan menjadi 4,5 juta.

Hong Kong mengalami situasi yang mirip dengan India selama gelombang kedua yang mematikan. Sistem perawatan kesehatan telah tertekuk karena kekurangan oksigen, tempat tidur yang tidak mencukupi dan tenaga kerja yang terbebani.

Wilayah ini sekarang menjadi rumah bagi kematian per kapita tertinggi. Alasan untuk ini sebagian besar adalah tingkat vaksinasi yang rendah di antara populasi yang lebih tua. Sekitar 80,44 persen dari mereka yang berusia antara 70 dan 79 tahun telah divaksinasi lengkap. Dengan demikian, angka tersebut turun menjadi 55,29 persen untuk mereka yang berusia di atas 80 tahun.

Sementara itu, Israel juga mencatat varian baru. Para otoritas lantas khawatir atas kasus tersebut. Strain terbaru itu adalah kombinasi dari dua sub-varian Omicron. Kasus itu terdeteksi di dua penumpang yang tiba di bandara Ben Guiron.

WHO pun mulai khawatir dengan kenaikan kasus global, padahal angka testing menurun. Pekan lalu, WHO berkata ada 11 ribu kasus baru dan 43 ribu kematian. Secara global, kasus naik hingga delapan persen.

Maria Van Kerkhov, COVID-19 Technical Lead di WHO, mengaku khawatir karena lonjakan terjadi "meski ada pengurangan signifikan di testing yang berlangsung di dunia." Ia pun mengingatkan bahwa varian Omicron masih tersebar secara intens di seluruh dunia.

Pemimpin WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus berkata kenaikan kasus ini hanya puncak gunung es, sebab jumlah tes sedang berkurang.

"Kami menyerukan semua negara untuk tetap waspada," ujar Dr. Tedros. "Pandemi ini belum berakhir."

Terkait vaksin dosis keempat, studi dari New England Journal of Medicine menyebut dosis itu hanya memberikan "keuntungan marginal" bagi orang dewasa muda yang sehat. Dosis keempat lantas disebut lebih menguntungkan untuk grup yang berusia lebih dua dan rentan, atau grup dengan penyakit penyerta.

Melihat perkembangan kasus COVID-19 di sejumlah negara lain yang ternyata kembali mengalami lonjakkan, Indonesia diminta harus tetap waspada. Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, Tjandra Yoga Aditama membeberkan data laporan mingguan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tertanggal 15 Maret 2022, kasus baru Virus Corona di dunia yang tadinya terus menurun kembali naik.

"Sejak akhir Januari 2022, maka pada minggu antara 7 sampai 13 Maret 2022, untuk pertama kalinya naik kembali, sekitar 8 persen lebih tinggi," beber Tjandra melalui pesan singkat yang diterima Liputan6.com pada Jumat, 18 Maret 2022.

"Fenomena kasus yang turun terus, lalu belakangan naik lagi bukan hanya di dunia secara total, tetapi juga data beberapa negara lain menunjukkan fakta serupa."

Tjandra menyebut, Inggris pada 5 Januari 2022 kasus COVID-19 sebanyak 194.494 orang, berhasil turun jadi 31.885 orang pada 25 Februari 2022, lalu naik tajam menjadi 170.814 orang pada 14 Maret 2022.

Belanda pada 8 Februari 2022 kasusnya 86.527 orang, berhasil diturunkan jadi 27.387 pada 26 Februari 2022, lalu naik lagi sampai ke 69.196 pada 11 Maret 2022. Walaupun, kasus turun lagi sedikit menjadi 60.263 kasus pada 16 Maret 2022.

Selanjutnya, kasus COVID-19 di Jerman, rata-rata per hari dalam seminggu sekitar 10 Februari 2022 berjumlah 192.110, lalu turun curam sekali menjadi 13.739 pada minggu sekitar 2 Maret 2022. Kini, naik lagi jadi 205.571 pada minggu sekitar 16 Maret 2022, bahkan lebih tinggi dari puncak di bulan Februari 2022.

Ada juga Italia yang 1 Januari 2022 kasus COVID-19 sebanyak 220.519 orang, berhasil turun tajam jadi 35.889 orang pada 6 Maret 2022, lalu mulai naik pada 16 Maret 2022 sudah menjadi 74.157 kasus.

Informasi kasus COVID-19 di beberapa negara di dunia yang kembali naik, menurut Tjandra Yoga Aditama, perlu menjadi perhatian Indonesia. Meski kasus COVID-19 nasional turun, Indonesia harus tetap waspada.

"Kasus dunia yang secara keseluruhan yang sudah turun, lalu mulai naik lagi harus jadi perhatian kita juga di Indonesia. Tentu kita bersyukur bahwa kasus kita menurun dari hari ke hari, hanya saja perlu kita sadari jumlah testing juga turun," ujar Tjandra, yang juga Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI/Guru Besar FKUI.

Sebagai gambaran, saat puncak kasus 64.718 pada 16 Februari 2022, maka angka itu berdasarkan jumlah tes PCR 104.855 tes, antigen 243.225 tes serta total pemeriksaan menjadi 348.080.

Sementara itu, data perkembangan COVID-19 per 17 Maret 2022, jumlah kasus harian COVID-19 nasional memang jauh lebih rendah dari 60.000-an dan menjadi 11.512 orang. Namun, jumlah itu dari jumlah tes yang lebih rendah pula, yakni tes PCR 36.007 tes, antigen 88.996, serta total pemeriksaan 125.003 tes.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Bisa Terjadi di Indonesia

Di tengah penurunan kasus di Tanah Air, bukan tidak mungkin Indonesia kembali mengalami peningkatan kasus COVID-19 seperti Hong Kong, China, Korea Selatan dan negara-negara Eropa. Indonesia memiliki beberapa faktor risiko yang bisa memicu kenaikan kasus bahkan kematian seperti disampaikan epidemiolog Griffith University, Australia, Dicky Budiman.

"Hal yang sama bisa terjadi. Tidak ada yang tidak mungkin. Bicara risiko, kita punya," kata Dicky.

Kehadiran subvarian Omicron BA.2 jadi biang keladi tingginya kenaikan kasus di sana. Lonjakan kasus terjadi karena subvarian yang kerap disebut 'Omicron Siluman' memiliki tingkat penularan 4 kali lipat lebih cepat dari varian Delta serta jumlah virusnya 10 kali lipat dari subvarian Omicron BA.1.

"Saat BA.1 mereka (negara-negara lain) relatif bisa melewati dengan baik, karena apa? Karena kecepatan BA.1 menular dan menyebabkan keparahan tidak separah kalau BA.2," kata Dicky lewat pesan suara kepada Liputan6.com pada Jumat (18/3/2022).

Lalu, bagaimana sebaran varian BA.2 di Indonesia? Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengatakan bahwa subvarian ini sudah terdeteksi di Indonesia.

"Subvarian ini juga sudah ada di Indonesia. Dalam dua bulan lebih kita sudah melakukan 8.032 genome sequencing. Di akhir-akhir memang porsi BA.2 ini sudah dominan juga di Indonesia," lanjut Budi Gunadi " katanya dalam Keterangan Pers Menteri terkait Hasil Ratas Evaluasi PPKM yang dilakukan secara daring pada Senin, 14 Maret 2022.

BA.2 sudah masuk Indonesia pada Januari 2022 dan saat ini terdeteksi di 19 provinsi di RI berdasarkan data GISAID per 13 Maret 2022.

Dicky juga menyebut dengan karakter BA.2 yang memiliki kecepatan penularan dan jumlah virus lebih banyak bisa berimbas pada meningkatnya jumlah kematian pada lansia yang belum divaksin lengkap yang terpapar COVID-19. Hal ini terlihat pada kasus yang terjadi di Hong Kong dan China.

"Kondisi itu membuat kelompok rawan di Hong Kong dan China. Terutama bagi mereka orang lanjut usia yang belum dapat dosis kedua atau vaksin booster yang jadi korban. Kelompok itu kan ada di Indonesia, katanya.

Di tengah data yang menunjukkan penurunan kasus di RI, Dicky mengingatkan bahwa ada beberapa aspek yang membuat Indonesia tidak boleh merasa aman dari COVID-19. Paling tidak ada dua aspek yang jadi catatan yakni testing COVID-19 yang tidak memadai dan angka positivity rate yang masih di atas 5 persen.

"Ini menunjukkan kita enggak bisa mengklaim situasi terkendali dan merasa aman, ya karena tes (COVID-19) tidak semasif saat gelombang Delta. Lalu, test positivity rate di atas 5 persen di banyak provinsi itu menandakan bahwa infeksinya jauh lebih banyak di masyarakat dibanding yang ditemukan. Ini bahaya! Kita harus mewaspadai BA.2," tegas Dicky.

Berkaca dari kenaikan kasus di Eropa akibat BA.2 memang tidak sebesar gelombang Delta, meski begitu Indonesia tetap harus waspada. Kemungkinan muncul gelombang-gelombang COVID-19 kecil tetap ada yang tetap bisa membebani fasilitas kesehatan. Ingat, gelombang ketiga bukanlah gelombang terakhir COVID-19 dan Omicron bukanlah varian terakhir virus SARS-CoV-2.

"Semakin ke sana, gelombang COVID-19 itu semakin kecil-kecil (jumlahnya) tapi kalau dempet-dempetan jarak atau fasenya, ya tetap jadi beban faskes," kata Dicky.

Di tengah ancaman BA.2, ia pun mengingatkan agar kelompok berisiko termasuk lansia untuk segera melengkapi dosis vaksinasi dan booster COVID-19. Hal ini perlu dilakukan guna mencegah tingginya angka kematian seperti yang terjadi di Hong Kong.

3 dari 5 halaman

Kasus Omicron BA2 Naik di Eropa

Kasus Omicron BA2, subvarian COVID-19, meningkat di seluruh Uni Eropa (UE), kata Badan Obat Eropa (EMA) pada Kamis (17/3).

"Sementara banyak negara Uni Eropa mencabut pembatasan, kami melihat bahwa infeksi meningkat lagi di beberapa negara anggota," kata Marco Cavalieri kepala EMA.

"Sebagian karena sirkulasi Omicron BA2 yang tampaknya lebih menular daripada varian lain," tambah Cavalieri, demikian dikutip dari laman Xinhua, Jumat (18/3/2022).

Yang paling penting, katanya adalah bagaimana peningkatan kasus ini akan menekankan sistem perawatan kesehatan.

EMA memanggil warga negara yang tidak divaksinasi COVID-19 untuk sesegera mungkin menerima suntikan.

Ia juga menekankan bahwa sekarang ada lima vaksin COVID-19 yang disahkan di UE menggunakan teknologi yang berbeda.

"Saat ini tidak ada bukti bahwa respon imun setelah vaksinasi berbeda secara signifikan dengan Omicron BA2. Vaksin terus menawarkan perlindungan tinggi terhadap rawat inap dan kematian," katanya.

Vaksin yang telah mendapat izin edar bersyarat dari EMA adalah vaksin yang diproduksi oleh Pfizer/BioNtech, Moderna, AstraZeneca, Janssen dan Novavax.

Sementara itu, Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengatakan, sub varian Omicron BA.2 sudah terdeteksi di Tanah Air. Kendati demikian, kasus covid-19 terpantau menurun.

Hal itu berbeda di negara yang diserang Sub varian Omicron BA.2, yang mana memicu lonjakan kasus Covid-19 di Hongkong, Inggris, China, Korea Selatan, dan Eropa.

"Kita sudah identifikasi, mungkin 3-4 minggu lalu sudah masuk BA.2. Tapi alhamdulillah tetap case kita menurun," kata Budi Gunadi Sadikin dalam konferensi pers yang disiarkan melalui YouTube Kementerian Kesehatan RI, Jumat (18/3/2022).

Dia mengungkap sejumlah kemungkinan penyebab Indonesia tidak mengalami lonjakan kasus meski ada sub varian Omicron BA.2. Di antaranya, banyak penduduk terinfeksi Covid-19, jumlah populasi yang sudah divaksinasi tinggi, dan antibodi penduduk tinggi. 

"Mungkin secara ilmiah satu-satunya penjelasan adalah kondisi epidemiologis populasi kita relatif lebih siap dibandingkan yang lain," ujarnya.

Budi menyebut, sub varian Omicron BA.2 memiliki tingkat penularan lebih cepat daripada BA.1. Namun, tidak menimbulkan keparahan gejala pada pasien Covid-19.

Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 dari Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmidzi melaporkan ada 363 kasus Omicron BA.2 di Indonesia. Data ini tercatat sejak Januari 2022.

"Tapi memang jumlahnya masih jauh lebih kecil dibandingkan BA.1.1 maupun BA.1 yang mendominasi distribusi varian Omicron di Indonesia," katanya melalui YouTube Kementerian Kesehatan RI, dikutip Rabu (16/3/2022).

Menurut Nadia, gejala klinis yang disebabkan Omicron BA.2 tak berbeda jauh dengan varian BA.1.1 dan BA.1. Seperti sakit tenggorokan, batuk, pilek, dan badan pegal-pegal.

Omicron BA.2 dikabarkan memiliki karakteristik lebih cepat menular, meningkatkan keparahan gejala, dan semakin menurunkan efikasi vaksin. Namun, Nadia menegaskan belum ada data yang cukup untuk membuktikan Omicron BA.2 meningkatkan keparahan penyakit dan menurunkan efikasi vaksin.

"Tentunya masih diperlukan banyak data untuk pembuktian memastikan apakah betul semakin menurukan efikasi daripada vaksin pada BA.2," ujarnya.

Meski demikian, Nadia mengingatkan masyarakat untuk tetap waspada terhadap penularan Omicron BA.2. Berkaca pada sejumlah negara di dunia seperti Inggris, Korea Selatan, dan Hongkong, kasus Covid-19 kembali melonjak akibat varian tersebut.

"Ini harus kita selalu waspada, jangan pernah lengah, meskipun situasi sudah membaik, kita harus terus mempertahankan protokol kesehatan dan percepat vaksinasi," tegasnya.

4 dari 5 halaman

Daftar Negara dengan Lonjakan Kasus COVID-19

Kasus COVID-19 di sejumlah negara sedang kembali naik. Korea Selatan menjadi sorotan karena kasus dalam sehari sempat menembus 600 ribu kasus baru virus corona. 

Tak bisa dipungkiri bahwa kasus di Korsel memang sedang meroket, meski angka kasus krisis tidak menunjukkan kenaikan. 

Berdasarkan data Our World in Data, Jumat (18/3/2022), dua negara Asia kini berada di urutan teratas dalam perhitungan kasus baru, yakni Korea Selatan dan Vietnam. Amerika Serikat dan India kini tidak lagi masuk 10 besar. 

Rusia yang sedang menginvasi Ukraina juga sebenarnya mencatat kasus baru yang cukup tinggi, tetapi pemerintah Moskow memilih mencabut wajib masker dan melonggarkan prokes di tempat usaha.

Selengkapnya, berikut 10 besar kasus COVID-19 per 1 juta orang dalam seminggu terakhir (data 17 Maret 2022 dari Our World in Data:

1. Korea Selatan: 405 ribu kasus

2. Vietnam: 273 ribu kasus

3. Jerman: 215,9 ribu kasus

4. Prancis: 78,7 ribu kasus

5. Ingris: 78,3 ribu kasus

6. Italia: 61,6 ribu kasus

7. Belanda: 56,3 ribu kasus

8. Jepang: 50,8 ribu kasus

9. Austria: 44,8 ribu kasus

10. Rusia: 41 ribu kasus.

5 dari 5 halaman

Infografis Ragam Tanggapan Lonjakan Kasus Covid-19 di Beberapa Negara

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.