Sukses

Malaysia Tangkap WNI yang Ingin Bunuh Mahathir, Apa Respons Kemlu?

WNI itu telah ditangkap pada Januari 2020 karena disebut ingin membunuh Mahathir Mohamad yang menjabat sebagai perdana menteri Malaysia saat itu.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Luar Negeri (Kemlu) memastikan seorang warga Indonesia (WNI) ditangkap di Malaysia karena terlibat dalam konspirasi untuk membunuh Mahathir Mohamad. Namun, Kemlu enggan bicara apakah WNI itu merupakan anggota ISIS.

(Plt.) Juru Bicara Kemlu, Teuku Faizasyah, berkata pelaku sudah ditangkap sejak Januari 2020, meski kasusnya baru dibuka ke publik baru-baru ini.

"Informasi yang diperoleh dari KBRI di Kuala Lumpur, penangkapan WNI tersebut terjadi di Januari 2020. Namun baru menjadi perhatian publik Malaysia belakangan ini," ujar Faiza kepada Liputan6.com, Senin (29/3/2021).

Staf KBRI Kuala Lumpur, ungka dia, sudah menemui yang bersangkutan untuk mendengar keterangannya. Kemlu belum membahas mengenai bantuan hukum kepada pelaku.

Bantuan hukum bisa diberikan KBRI Kuala Lumpur, maupun pengacara yang disediakan pemerintah Malaysia.

Ketika ditanya apakah WNI itu anggota ISIS, Faiza menolak memberi keterangan. "KBRI tidak dalam kapasitas memberikan konfirmasi," tegas dia.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Polisi Malaysia Sebut ISIS

Dua warga negara Malaysia dan satu warga negara Indonesia (WNI), ditangkap di Negeri Jiran. Mereka diduga telah berencana untuk membunuh mantan perdana menteri Tun Dr Mahathir Mohamad dan beberapa menteri lainnya pada 2020.

Mengutip The Star, Senin (29/3/2021), Inspektur Jenderal Polisi Tan Sri Abdul Hamid Bador mengatakan, tiga pria itu termasuk di antara enam yang ditangkap di Kuala Lumpur, Selangor, Perak, dan Penang pada 6 Januari dan 7 Januari 2020 karena terlibat dengan kelompok teroris ISIS.  

"Mereka adalah bagian dari jaringan ISIS yang dibentuk pada 2019 yang bertujuan untuk mempromosikan ideologi Salafi Jihadi, merekrut anggota baru, dan melancarkan serangan di Malaysia," katanya.

Abdul Hamid menambahkan, penyelidikan mengungkapkan ketiga pria itu mengancam akan membunuh Mahathir dan beberapa anggota kabinetnya karena mereka dipandang sebagai pemerintah sekuler.

"Mereka juga berencana melancarkan serangan di kasino di Dataran Tinggi Genting dan pabrik bir di Lembah Klang," katanya.

3 dari 3 halaman

Lancarkan Serangan Tunggal

Abdul Hamid, bagaimanapun, menambahkan bahwa orang-orang tersebut tidak dapat mempersiapkan serangan, mengatakan bahwa orang-orang tersebut telah menyuarakan niat yang biasanya diungkapkan oleh tersangka militan atau pendukung ISIS.

"Mereka sebenarnya tidak bisa merencanakan penyerangan, apalagi melakukan persiapan," ujarnya.

Abdul Hamid juga mengatakan bahwa ketiga pria tersebut telah diadili dan dihukum berdasarkan Pasal 130B (1) (a) KUHP karena memiliki barang-barang yang berkaitan dengan kelompok teroris atau kegiatan teroris.

Dia menambahkan, tiga orang lainnya yang ditahan dibebaskan atas instruksi Wakil Jaksa Penuntut Umum.

Berita ini terungkap setelah asisten direktur Divisi Kontra-Terorisme Cabang Khusus (E8) Bukit Aman Asst Comm Azman Omar mengatakan pada hari Kamis bahwa seorang pria yang ditahan oleh polisi telah berencana untuk membunuh sejumlah mantan pemimpin.

Para pemimpin ini termasuk Dr Mahathir dan Lim Guan Eng, serta mantan Jaksa Agung Tommy Thomas.

Tersangka ditangkap oleh Divisi Kontra-Terorisme Cabang Khusus (E8) pada Januari, bersama dengan lima pria lainnya yang mendukung ISIS.

SAC Azman mengatakan tersangka mengaku ingin melancarkan serangan tunggal terhadap mantan perdana menteri Dr Mahathir dan mantan menteri keuangan Lim, Thomas, dan bahkan mantan menteri urusan agama Datuk Seri Dr Mujahid Yusof Rawa.

“Saat diinterogasi, tersangka mengaku berencana menusuk mereka dengan pisau atau benda tajam,” ujarnya.

SAC Azman juga mengatakan bahwa total 558 orang telah ditangkap sejak 2013 karena diduga terlibat dengan ISIS

"Sebanyak 256 orang sudah diadili, 51 sudah ditempatkan di bawah Pencegahan Tindak Pidana (Poca), 37 di bawah Pencegahan Terorisme Act (Pota) dan sisanya dibebaskan," tambahnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.