Sukses

HEADLINE: Kasus di Sejumlah Negara Turun, Gelombang Kedua COVID-19 Masih Mengancam?

Liputan6.com, Jakarta - Takut dan khawatir. Perasaan itu menghantui pikiran para orangtua murid. Dan momok itu pun menjadi nyata, ketika sekolah mulai dibuka, ada siswa yang terpapar Virus Corona COVID-19 dari gurunya.

"Berita tentang bocah lelaki berusia enam tahun itu seketika menyebar. Rasa takut dan khawatir dengan cepat muncul di antara orangtua siswa," Kantor Berita Korea Selatan, Yonhap melaporkan pada Senin 25 Mei.

Guru yang dites positif COVID-19 pada Minggu 24 Mei itu telah mengajar 35 siswa di Young Rembrandts, sebuah sekolah seni swasta di Magok Gangseo, sisi selatan Sungai Han.

Korea Selatan sebenarnya telah berhasil meredam penyebaran Virus Corona COVID-19. Sejak bulan lalu, Korsel berhasil menekan kasus harian hingga di bawah 50 per hari, bahkan pernah nol kasus.

Keberhasilan itu membuat Korsel melonggarkan pembatasan sosial pada awal bulan ini, dan masuk ke periode new normal (normal baru): bisnis dan sekolah kembali beroperasi. Namun, lonjakan kasus tak disangka terjadi. Mulai dari kasus di klub malam Itaewon, di TK, dan kini di pusat logistik di kota Bucheon.

Hingga Kamis 28 Mei, kasus harian di Korsel menyentuh 79, tertinggi dalam 53 hari.

Kekhawatiran munculnya gelombang kedua wabah Virus Corona baru setelah kasus menurun, tak hanya dirasakan Korea Selatan. Amerika Serikat, salah satunya.

Penasihat Kesehatan Gedung Putih Anthony Fauci menyatakan, gelombang kedua wabah Virus Corona COVID-19 di AS sangat mungkin terjadi, namun bukan berarti tidak dapat dihindari. 

AS dapat mencegah munculnya gelombang baru COVID-19 asalkan negara-negara bagian dibuka kembali "dengan cara yang tepat," ujar Fauci. "Jangan coba-coba mengabaikan saran beberapa panduan karena itu berarti Anda bermain-main dengan bahaya dan mengundang masalah."

Fauci, yang juga menjabat sebagai direktur di Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular AS ini sebelumnya memperingatkan warga agar mempersiapkan kemungkinan munculnya gelombang kedua Virus Corona COVID-19 pada musim gugur, berbarengan dengan munculnya musim flu.

Perintah tetap di rumah yang dimaksudkan untuk mengekang penyebaran Virus Corona jenis baru pada akhirnya berpotensi menyebabkan "kerugian yang tidak dapat diperbaiki" jika diberlakukan terlalu lama, kata Fauci pekan lalu.

"Saya tidak ingin orang-orang berpikir bahwa kita merasa menjalani karantina dalam waktu lama adalah cara yang terbaik," tutur Fauci.

Infografis Pandemi Belum Berakhir, Gelombang II Covid-19 Mengancam. (Liputan6.com/Trieyasni)

Kekhawatiran munculnya gelombang kedua COVID-19 juga dirasakan Indonesia, setelah sejumlah wilayah menunjukkan tren penurunan kasus dan akan dilonggarkannya pembatasan sosial. "Kalau kasus nasional sedang di puncak, tapi setiap wilayah kan beda-beda, di Jakarta sudah melewati puncak, Jabar sudah menurun, jatim lagi naik ke puncak, tergantung wilayah," ungkap Epidemiolog UI Pandu Riono kepada Liputan6.com, Kamis (28/5/2020).

Bertambahnya kasus baru, menurut dia, akan sangat berpotensi terjadi di tengah kondisi melonggarnya pembatasan sosial. "Kalau ada tempat-tempat yang tidak mematuhi protokol, misalkan tempat kerja harus sesuai protokol kesehatan, kalau tidak dipatuhi mungkin akan terjadi penularan antarpekerja."

Meski begitu, ia menilai penambahan kasus baru setelah pembatasan sosial dilonggarkan, kurang tepat bila disebut sebagai "gelombang kedua" COVID-19. 

"Ya kalau gelombang itu seakan-akan besar sekali. Gelombang kan ada yang besar ada yang kecil, sekarang kalau ngomong gelombang seakan-akan besar. Jangan menggunakan istilah itu yang paling potensial adalah penambahan atau penurunan kasus," ujarnya. 

Direktur Eksekutif World Health Organization (WHO) Mike Ryan juga menampik bila dunia saat ini menghadapi gelombang kedua COVID-19. Ia menyebut bahwa dunia kini masih dalam gelombang pertama menghadapi Virus Corona COVID-19.

"Saat ini, kita tidak berada di gelombang kedua. Saat ini, secara global, kita masih berada di tengah-tengah gelombang pertama Virus Corona," kata Ryan seperti dikutip laman CBC.

Di berbagai wilayah dunia memang sudah mengalami penurunan kasus, tapi di beberapa negara seperti di Amerika Tengah dan Amerika Selatan, Asia Selatan dan Afrika tengah menghadapi kenaikan kasus.

Ryan menyebut siapapun tidak bisa berasumsi ketika sudah terjadi penurunan kasus lalu terjadi kenaikan kasus lagi sebagai gelombang kedua. "Kita harus sadar bahwa penyakit ini dapat melonjak kapan saja. Kita tidak dapat berasumsi bahwa hanya karena terjadi penurunan lalu naik lagi sebagai gelombang kedua. Mungkin ini puncak kedua di gelombang ini," kata Ryan seperti mengutip South China Morning Post.

Dia mengingatkan, negara-negara di Eropa dan Amerika Utara untuk tetap waspada terhadap Virus Corona COVID-19 demi menekan kehadiran puncak kedua. Di antaranya dengan menempatkan kesehatan masyarakat sebagai yang utama, pengawasan sosial, pengujian, serta strategi komprehensif menghadapi Corona jenis baru.

"Hal itu perlu dilakukan agar kurva menurun dan tidak langsung menuju puncak kedua menghadapi COVID-19," kata Ryan.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Gelombang Kedua COVID-19 di Era New Normal

Indonesia sudah berani masuk era new normal walau kasus Virus Corona COVID-19 masih menanjak tiap hari. Jumlah tesnya pun belum kunjung menyentuh 10 ribu.

Salah satu yang ditakuti dari new normal adalah jika terjadi gelombang II dari COVID-19. Lantas apakah Indonesia siap mengantisipasi kemungkinan itu?

Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Institute, Amin Soebandrio, berkata bahwa untuk menentukan hal itu harus tiap wilayah. Kesiapan pemerintah dan kedisiplinan masyarakat menjadi kunci sukses di new normal dalam melawan Virus Corona jenis baru ini.

"Setiap negara saja tidak sama, tidak semua sama siapnya. Dalam satu negara pun, terutama negara besar seperti Indonesia di mana setiap daerah punya karakteristik masing-masing dan kita perhatikan kurva epidemi juga tidak seragam," ujar Profesor Amin kepada Liputan6.com, Kamis (28/5/2020).

"Ada yang sudah menunjukan ke arah perbaikan, ada yang masih meningkat terus dengan tajam dan itu semua tentu sangat dipengaruhi oleh situasi di daerah tersebut, termasuk perilaku masyarakat," ia melanjutkan.

Amin berkata daerah-daerah harus yakin dulu bahwa situasi terkendali sebelum ikut new normal. Jika sudah new normal, pemerintah disarankan konsisten menegur pelanggar aturan. Amin tak menyerankan pemberian sanksi keras, melainkan yang bersifat edukatif ke masyarakat.

Adapun pemerintah daerah harus sigap melakukan pelacakan jika ada pasien baru dan pasien positif Corona COVID-19 harus langsung diisolasi, terutama jika ada klaster Corona jenis baru di tempat keramaian.

"Sebab kalau itu tidak dilakukan dengan cepat ya potensi terjadinya second wave akan lebih besar," ujar Amin.

Hal serupa pun berlaku di luar negeri. Keberhasilan new normal tergantung pada kepatuhan dan kesadaran masyarakat. 

"Sekali lagi tergantung bagaimana masyarakat berperilaku ketika new normal itu berlangsung, karena kalau namanya norma barul berarti memang semuanya menyesuaikan diri dengan situasi COVID ini," tegas Amin.

Per 28 Mei ini, total kasus Virus Corona COVID-19 di Indonesia menjadi 24.538 orang: pasien sembuh 6.240 orang dan pasien yang tercatat meninggal 1.496 orang.

Penerapan era new normal hanya akan diterapkan di 4 provinsi dan 25 kabupaten/kota yang indeks penularan Virus Corona COVID-19 (R0) sudah di bawah satu. DKI Jakarta dan Tangerang masuk daftar new normal.

"Nanti juga akan kita mulai untuk  tatanan baru ini kita coba di beberapa provinsi kabupaten dan kota yang memiliki R0 di bawah satu," ujar Jokowi saat memimpin rapat terbatas melalui video conference, Rabu 27 Mei.

Dia menjelaskan penerapan kebijakan new normal di suatu daerah bergantung pada R0 dan Rt yang sudah menurun.

Jika R0 kurang dari satu, maka rata-rata orang yang terinfeksi akan menularkan kurang dari 1 orang. Sebaliknya, apabila R0 diatas satu maka masih ada penyebaran Virus Corona COVID-19.

"Persiapan pelaksanaan tatanan normal baru yang akan kita lihat dari angka-angka dan fakta-fakta di lapangan utamanya yang berkaitan dengan R0 dan Rt," jelas Jokowi.

Jika penerapan new normal di 4 provinsi dan 25 kabupaten/kota tersebut efektif, maka akan diperluas ke daerah-daerah lainnya.

Kunci Sukses New Normal

Indonesia mengikuti daftar negara yang masuk periode new normal. Berbagai negara yang kurva penularan Virus Corona (COVID-19) sudah menurun juga telah melakukannya. 

Periode new normal ini tentunya dapat membawa risiko jika masyarakat tidak patuh. Namun, ada Korea Selatan dan Vietnam menjadi negara yang dinilai bisa menjadi contoh new normal

Salah satu faktor keberhasilan di new normal adalah masyarakat yang disiplin.

"Contohnya kayak, Korea (Selatan), Vietnam. Negara-negara yang biasanya penduduknya lebih disiplin, tentu bisa dari kesadaran atau penerapan hukumnya juga lebih tegas, itu kita bisa ambil contoh," ungkap Amin Soebandrio.

Korea Selatan sejak April lalu sudah menunjukan penurunan kasus Virus Corona yang signifikan. Pemerintah juga gesit melaksanakan contact tracing jika ada kasus penularan, seperti yang terjadi di klaster klub Itaewon.

Kecepatan dalam contact tracing menurut Amin merupakan faktor penting di saat periode new normal. Bila tidak, Amin khawatir potensi terjadinya gelombang dua menjadi lebih besar. 

Ia juga berharap agar pemerintah konsisten dan tegas mengingatkan masyarakat dalam menerapkan new normal ini. Peringatan tidak serta merta dilakukan dengan keras, melainkan bersifat edukatif. 

"Tegas tapi tidak harus menetapkan hukum dengan keras. Artinya, ketegasan diberikan atau dilaksanakan tujuannya adalah untuk memberikan edukasi kepada masyarakat. Jadi kalau ada yang masih melanggar tentu ditegur," ujarnya.

"Tidak selalu harus dihukum, tetapi mengingatkan itu harus selalu, tidak boleh berhenti," pungkasnya.

3 dari 4 halaman

Kasus di Korea Selatan

Sejak April 2020, Korea Selatan telah berhasil menekan kasus harian hingga di bawah 50 per hari. Tes Virus Corona COVID-19 yang dilakukan Korsel juga menjadi teladan bagi banyak negara. Tiap hari bisa lebih dari 15 ribu orang dites di Korsel, jumlah itu belum tercapai di Indonesia.

Keberhasilan itu membuat Korsel melonggarkan pembatasan sosial pada awal bulan ini, dan masuk ke periode new normal (normal baru): bisnis dan sekolah kembali beroperasi. Lonjakan kasus tak disangka terjadi. Mulai dari kasus di klub malam Itaewon, di TK, dan kini di pusat logistik di kota Bucheon.

Dilaporkan kantor berita Yonhap, Kamis (28/5/2020), ada 82 kasus yang sudah dilacak dari fasilitas logistik Coupang di Bucheon. Alhasil, 4.159 orang terkait fasilitas itu harus ikut tes corona. Sejauh ini 2.854 orang hasilnya negatif.

"Sepertinya tindakan preventif melawan epidemi, seperti memakai masker atau libur ketika sakit, tidak dilaksanakan dengan patuh oleh pegawai-pegawai di fasilitas itu," ujar Menteri Kesehatan Park Neung-hoo.

Per 28 Mei, kasus harian di Korsel menyentuh 79, tertinggi dalam 53 hari.

Sebelum klaster Coupang, ada lagi kasus di Seoul ketika seorang guru menularkan Virus Corona ke anak 6 tahun. Puluhan murid dan orang tua akhirnya harus dites.

Hotspot COVID-19 tertinggi di Seoul adalah klaster klub Itaewon dengan total 131 kasus. Pemerintah Seoul akhirnya menutup seluruh klub malam di kotanya dan harus melacak ribuan pasien. 

Berdasarkan data Korea CDC per 28 Mei, Korsel telah melakukan 868.666 tes Virus Corona COVID-19. Dalam 24 jam, ada tambahan 15.970 tes.

Total kasus di Korsel mencapai 11.344, bertambah 79 kasus dalam 24 jam. Sementara, total sembuh ada 10.340 pasien.

Saat ini, ada 22.370 tes yang sedang dalam proses di Korsel. Total yang dites negatif secara keseluruhan mencapai 834.952.

Kasus di Daegu masih tertinggi, yakni 6.880 kasus. Kasus di Seoul dan Busan masing-masing mencapai 826 dan 145 kasus.

Klaster tertinggi di Seoul adalah klaster klub Itaewon. Tak hanya di Korsel, kasus klub Itaewon juga muncul di Busan, Byeonggi, dan beberapa daerah lain.

Sekolah Ditutup Kembali

Beberapa sekolah di Seoul, Korea Selatan kembali ditutup setelah seorang siswa TK tertular COVID-19 dari guru seninya. 10 taman kanak-kanak dan lima sekolah dasar terdekat akan ditutup selama dua hari untuk disinfeksi dan tindakan pencegahan lainnya.

Semua guru mengenakan masker dan mengikuti pedoman karantina lembaga dan aturan jarak sosial, menurut Kantor Pendidikan Metropolitan Seoul.

Taman kanak-kanak telah dibuka pada 20 Mei, yang merupakan fase pertama dari rencana pembukaan kembali sekolah di Korea Selatan.

Sebanyak 91 siswa sekolah seni, tiga guru dan dua orang tua semuanya telah dites untuk virus tersebut dan sedang menunggu hasil mereka, yang keluar Selasa

4 dari 4 halaman

6 Negara Dibayangi Gelombang Kedua COVID-19

Banyak negara telah mengalami penurunan angka kasus baru Virus Corona COVID-19. 

Melihat kemajuan tersebut, pemerintah di banyak negara pun telah melonggarkan aturan pembatasan dan berangsur-angsur mulai mengembalikan sistem kehidupan seperti semula.

Pusat perbelanjaan, tempat ibadah hingga sekolah di sejumlah negara pun kini mulai dibuka kembali. 

Namun, hal tersebut dikhawatirkan bisa memicu adanya gelombang kedua pandemi Virus Corona COVID-19 yang diduga akan lebih parah dari sebelumnya. 

Mengutip berbagai sumber, berikut adalah 6 negara yang mengalami penurunan kasus namun dibayangi oleh kemunculan gelombang kedua Virus Corona COVID-19:

1. Jepang

Gelombang kedua infeksi Virus Corona COVID-19 diyakini akan melanda Jepang meskipun negara itu telah berhasil mencegah penyebaran COVID-19 yang eksplosif. Hal itu diyakini Kenji Shibuya, seorang profesor di sebuah lembaga Inggris.

Kenji Shibuya, direktur Institute for Population Health di King's College London, memperingatkan rasa puas yang dialami Jepang setelah dinilai mampu mencegah ledakan pandemi pada skala yang terlihat di banyak negara Barat, seperti mengutip Japan Times, Rabu (20/5/2020). 

"Akan berbahaya memiliki kesan seperti itu ketika gelombang infeksi (Virus Corona COVID-19) berikutnya datang," katanya. 

"Pertarungan melawan virus ini benar-benar pertempuran jangka panjang, dan ini hanya akhir dari inning pertama," katanya sambil menggunakan metafora bisbol. 

Shibuya memuji langkah pemerintah untuk menahan kelompok infeksi selama tahap awal wabah Virus Corona COVID-19. 

Dia juga mengatakan upaya publik untuk tetap di rumah dan pernyataan pemerintah tentang keadaan darurat segera setelah angka infeksi mulai meningkat secara eksponensial telah membantu mencegah ledakan penyebaran Virus Corona.

"Kebiasaan Jepang seperti menggunakan masker dan tidak banyak berjabatan tangan mungkin juga berhasil secara positif, tetapi juga penting untuk melakukan physical distancing," katanya.

Shibuya menekankan bahwa sangat penting untuk membangun sistem medis yang dapat menahan lonjakan jumlah pasien dan memperkuat pemantauan tren infeksi dengan menguji lebih banyak orang terhadap virus tersebut. 

"Meskipun Jepang mampu melalui masa terberat pandemi, sistem medis dan pengujiannya tidak cukup," katanya. 

"Sementara menginvestasikan sumber daya dalam pengujian pasien yang sakit parah itu sendiri benar, masalah terbesar dengan penyakit ini adalah bahwa mereka dengan gejala ringan atau tanpa gejala menularkannya kepada orang lain tanpa menyadarinya," jelasnya lebih lanjut. 

Dia menekankan perlunya beralih ke rezim pengujian lebih banyak orang, mengidentifikasi pasien yang terinfeksi dan mengisolasi mereka.

Shibuya juga meminta perusahaan untuk bekerja sama dengan meminta karyawan menjalani tes secara berkala terhadap virus tersebut.

"Itu akan mungkin untuk mengambil tes di rumah menggunakan sampel air liur," katanya.

2. China

Sebuah klaster baru muncul kembali pada di kota Wuhan, tempat pandemi pertama kali muncul, sementara kota Shulan di timur laut ditempatkan di bawah penguncian pada hari Minggu setelah wabah lain muncul.

China melaporkan tidak ada infeksi COVID-19 domestik baru pada hari Selasa 12 Mei, setelah dua hari berturut-turut peningkatan dua digit memicu kekhawatiran gelombang kedua infeksi.

China sebagian besar telah mengendalikan virus itu, tetapi tetap gelisah, takut gelombang kedua dapat merusak upayanya untuk membuat ekonomi kembali bangkit dan berjalan.

3. Korea Selatan

Pada 10 Mei 2020, pihak berwenang Korea Selatan mengungkap ada 34 kasus infeksi COVID-19 baru. Mereka mengatakan temuan ini terkait dengan beberapa kasus dari beberapa klub malam dan bar.

Ada 24 kasus baru yang berasal dari lingkungan Itaewon, Seoul. Pejabat kesehatan setempat mengatakan, hal ini terjadi usai seorang pria 29 tahun yang positif COVID-19 mengunjungi lima klub malam dan bar di distrik komersial tersebut.

Kejadian ini dilaporkan sebagai kasus baru tertinggi setelah beberapa pekan terakhir, Korea Selatan menyatakan adanya penurunan angka COVID-19. Otoritas kesehatan setempat bahkan sempat mengabarkan nihilnya kasus transmisi lokal.

Presiden Korea Selatan Moon Jae-in kembali mengingatkan masyarakat agar waspada terhadap gelombang baru COVID-19 di negara tersebut. Dia meminta warga tidak menurunkan pertahanan mereka.

"Klaster infeksi, yang baru-baru ini terjadi di fasilitas hiburan, telah meningkatkan kesadaran bahkan selama fase stabilitasi, situasi serupa bisa muncul lagi kapan saja, di mana saja, di ruang tertutup yang penuh sesak," kata Moon Jae-in seperti dikutip dari Fox News.

Dia menambahkan, meskipun tidak boleh menurunkan kewaspadaan, masyarakat juga tidak boleh diam dalam ketakutan. Moon Jae-in juga memperingatkan adanya gelombang kedua yang mungkin muncul di akhir tahun.

"Ini belum berakhir sampai ini selesai," ujarnya.

4. Amerika Serikat

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) memperingatkan adanya ancaman gelombang kedua penyebaran Virus Corona COVID-19 di Amerika Serikat. Ancaman itu diprediksi lebih mengerikan dari sebaran COVID-19 gelombang pertama karena terjadi pada musim dingin yang bertepatan dengan dimulainya musim penyakit flu. 

Direktur CDC Robert Redfield mengatakan kepada Washington Post, "Ada kemungkinan bahwa serangan virus di AS pada musim dingin mendatang sebenarnya akan lebih sulit daripada yang baru saja kita lalui."

Ketika pandemi saat ini sedang berada di ujungnya, seperti yang ditunjukkan dengan penurunan baru-baru ini dalam tingkat rawat inap dan indikator lainnya, pihak berwenang perlu mempersiapkan kemungkinan kebangkitan Virus Corona di bulan-bulan mendatang.

Robert mengatakan, epidemi flu dan Virus Corona akan dialami pada saat yang bersamaan, dan kombinasi itu akan membuat tekanan yang lebih besar pada sistem perawatan kesehatan negara daripada gelombang pertama, seperti dikutip dari Channel News Asia.

Robert Redfield menekankan pentingnya seseorang untuk terus mempraktikkan jarak fisik antara satu sama lain, bahkan ketika lockdown secara bertahap berkurang. 

Pada saat yang sama, otoritas kesehatan masyarakat harus meningkatkan sistem pengujian untuk mengidentifikasi mereka yang terinfeksi dan untuk menemukan interaksi pribadi yang dekat melalui penelusuran kontak, kata Robert. 

5. Singapura

Kekhawatiran muncul di Singapura setelah kasus baru virus corona kembali melonjak setelah kebijakan pembatasan sosial di sana dilonggarkan. Pekan ini, negara kota tersebut mengonfirmasi peningkatan signifikan dalam infeksi baru.

Salah satu negara yang paling terpukul ketika virus corona pertama kali menyebar dari China pada Januari, pengawasan ketat Singapura dan sistem karantina membantu memperlambat wabah.

Tetapi, penigkatan kasus transmisi lokal baru dalam pekan ini, yang pada Rabu berjumlah 142 kasus, menimbulkan kekhawatiran baru.

Kasus tersebut menimpa empat puluh orang yang terkait dengan asrama pekerja asing, di mana puluhan ribu pekerja kerah biru tinggal di sana.

6. Jerman

Tingkat reproduksi (perkiraan jumlah orang yang tertular pasien positif) Virus Corona baru di Jerman telah melonjak melampaui angka satu. Para ilmuwan mengatakan bahwa angka ini naik setelah setelah pemerintah federal dan regional melonggarkan aturan pembatasan sosial.

Sebelumnya pada Rabu 6 Mei 2020, ketika Kanselir Jerman Angela Merkel dan perdana menteri negara mengumumkan pelonggaran pembatasan sosial, tingkat infeksi berada di angka 0,65. Namun pada Minggu 10 Mei, berdasarkan data dari Robert Koch Institute (RKI) untuk penyakit menular, angkanya meningkat secara signifikan menjadi 1,13.

Tingkat infeksi di atas angka satu ini menandakan lebih banyak orang dapat tertular patogen mematikan daripada mereka yang sudah memilikinya.

Peningkatan tingkat infeksi tersebut membuat Jerman perlu “mengawasi perkembangan dengan sangat hati-hati di hari-hari berikutnya,” ujar RKI.

Meski begitu, RKI juga mengatakan pada April lalu bahwa dinamika pandemi tidak boleh hanya dilihat dari tingkat reproduksi saja. Presiden RKI Lothar Wieler mengatakan tingkat reproduksi adalah faktor penting, tetapi “hanya satu ukuran di antara banyak faktor lainnya”.

Pemerintah federal bersiaga untuk menarik kembali aturan pelonggaran pembatasan sosial, jika pihak berwenang merasa perlu memberlakukan hal tersebut.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.