Sukses

6 Fakta Budak Seks Tentara Jepang Saat Perang Dunia II

Liputan6.com, Jakarta - Tentara Kekaisaran Jepang era Perang Dunia ke-2 terungkap pernah meminta pemerintahnya menyediakan budak seks (jugun ianfu). 

Fakta ini terkuak oleh kantor berita Kyodo di Jepang setelah memeriksa dokumen-dokumen zaman perang.

Hal ini memperkuat dugaan bahwa fenomena budak seks memang diketahui pemerintah Jepang.

Berikut ini fakta-fakta budak seks tentara Jepang saat Perang Dunia ke-2:

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 7 halaman

1. Minta 1 Budak Seks untuk 70 Prajurit

Salah satu dokumen dari provinsi Shandong, China, menyebut Tentara Kekaisaran meminta pemerintah Jepang untuk menyediakan satu wanita untuk tiap 70 prajurit. 

Wilayah Shandong berada di wilayah pesisir timur China. Pada era perang dunia II, Jepang sempat menduduki provinsi ini hingga mereka kalah di peperangan.

 

3 dari 7 halaman

2. Total 500 Budak Seks

Dokumen lain dari provinsi Shandong menyebut bahwa tentara Jepang meminta pemerintah menyiapkan total 500 jugun ianfu alias budak seks .

Selama ini, pemerintah Jepang selalu menyangkal bahwa militer mereka punya kaitan dengan budak seks. Penyangkalan Jepang sering menjadi sumber pertikaian dengan Korea Selatan yang masih menuntut keadilan soal warga mereka yang menjadi budak seks.

 

4 dari 7 halaman

3. Angkatan Laut Minta 150 Geisha

Kabar lain dari konsul jenderal Qingdao di provinsi Shandong di China mengatakan Angkatan Darat Kekaisaran meminta seorang wanita untuk setiap 70 tentara, sementara angkatan laut meminta 150 lebih banyak wanita penghibur dan geisha, kata Kyodo.

 

5 dari 7 halaman

4. Tujuan Minta Budak Seks

Jumlah budak seks tidak pasti, tetapi para sejarawan mengatakan mereka berjumlah puluhan ribu atau lebih, dan tujuan mereka adalah untuk mencegah penyebaran penyakit dan mengurangi pemerkosaan di antara prajurit.

 

6 dari 7 halaman

5. Sistem Wanita Penghibur

Tentara Jepang selama Perang Dunia II meminta pemerintahnya untuk menyediakan satu budak seks untuk setiap 70 tentara. Informasi itu terkuak dalam dokumen sejarah yang ditinjau Kyodo News saat menyoroti peran negara dalam apa yang disebut sistem 'wanita penghibur'.

Ke-23 dokumen tersebut dikumpulkan Sekretariat Kabinet Jepang antara April 2017 dan Maret 2019, termasuk 13 kiriman rahasia dari konsulat Jepang di China ke Kementerian Luar Negeri di Tokyo pada 1938, menurut Kyodo.

 

7 dari 7 halaman

6. Sumber Perselisihan Korea Vs Jepang

Masalah budak seks telah menjadi sumber perselisihan yang menyakitkan antara Korea Selatan dan Jepang. Para wanita itu tak hanya dari Korea, tapi juga Taiwan dan Australia, Filipina serta Jepang.

Pada 1993, Sekretaris Kabinet yang saat itu menjabat, Yohei Kono, juru bicara pemerintah, meminta maaf atas sistem 'wanita penghibur' dan mengakui keterlibatan militer Jepang dalam mengambil perempuan di luar kehendak mereka.

Laporan Kyodo menunjukkan satu kabar dari konsul jenderal Jinan, China, kepada menteri luar negeri yang mengatakan invasi Jepang telah menyebabkan lonjakan prostitusi di daerah itu, dengan 101 geisha dari Jepang, 110 wanita penghibur dari Jepang, dan 228 wanita penghibur dari Korea.

Dikatakan, "setidaknya 500 wanita penghibur harus terkonsentrasi di sini pada akhir April," untuk tentara Jepang.

Catatan kolonisasi dan masa perang Jepang terus membebani hubungan dengan tetangga-tetangga Asia. Pemerintah Jepang mengatakan reparasi telah diselesaikan tetapi telah menyiapkan dana untuk mendukung para korban.

Hal itu memiliki hasil yang beragam dengan permintaan terus menerus untuk permintaan maaf yang lebih menyeluruh. Tuntutan hukum sedang berlangsung di Korea Selatan.

Beberapa telah membantah keterlibatan resmi Jepang, dan berpikir bahwa perempuan itu adalah pelacur yang datang atas kemauan sendiri. 

Aktivis Korsel pun menyebut adanya dokumen ini menjadi bukti terbaru dari keterlibatan Jepang.

"Ini adalah pertanda jelas bahwa pemerintah Jepang bertanggung jawab untuk merekrut paksa wanita-wanita Korea untuk perbudakan seks," ujar Yoon Mi-hyang, kepala Dewan Korea untuk Keadilan dan Pengingat yang mendukung hak korban budak seks Jepang. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.