Sukses

Atas Nama Sains, Peneliti Kenya Berupaya Ciptakan Antivenom Pertama di Afrika

Kenya tengah berupaya memproduksi antivenom pertama di Afrika.

Liputan6.com, Nairobi - Sedikitnya 700 orang dilaporkan meninggal setiap tahun akibat gigitan ular di Kenya. Alasan inilah yang membuat sejumlah peneliti lokal berusaha menyediakan pengobatan efektif untuk menyelamatkan nyawa manusia dengan biaya yang jauh lebih murah.

Meski terbilang pekerjaan berbahaya, sebab menangani ular besar bersenjatakan taring dan racun mematikan, tetapi mengekstraksi dan memproses bisa hewan melata ini dapat membantu umat manusia.

Pusat Penelitian dan Intervensi Gigitan Ular Kenya di Nairobi kini berupaya membuat penawar bisa (akibat gigitan hewan bertaring, seperti ular), antivenom pertama di Afrika Timur.

Dengan demikian diharapkan produk itu siap untuk dipasarkan dalam waktu lima tahun dengan ongkos lebih rendah dibandingkan dengan beberapa antivenom impor.

Geoffrey Maranga Kepha, penjinak ular senior mengemukakan seperti mengutip VOA Indonesia, Rabu (13/11/2019), "Ular yang kita akan ambil bisanya disebut African Puff Adder, ular paling umum yang kita temui di Afrika. Tampaknya, jenis ular ini menggigit banyak orang karena cenderung pandai bersembunyi, berkamuflase dengan daun atau tanaman kering."

Para ilmuwan mempelajari racun ular yang diekstraksi itu sebelum disuntikkan pada hewan donor dalam dosis rendah, seperti domba misalnya.

Hewan-hewan semacam itu menghasilkan sejumlah antibodi, kemudian dikumpulkan dan dimurnikan ke dalam zat penawar racunnya. Saat ini terdapat dua antivenom efektif yang tersedia di Kenya, yakni dari India dan Meksiko.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

700 Warga Kenya Tewas Akibat Gigitan Ular

Ada banyak ular berbahaya di Pusat Penelitian dan Intervensi Gigitan Ular Kenya. Ular Puff Adder mendapat perhatian khusus karena penyebarannya yang luas dan sifat agresifnya.

Serangan ular itu dapat menyebabkan kematian lebih banyak ketimbang jenis ular Afrika lainnya.

Cerita pilu datang dari warga lokal, Beth Mwende, yang berduka karena kehilangan putrinya, Mercy (3 tahun). Anak perempuannya digigit ular mematikan saat tidur di gubuk mereka.

"Mercy digigit sekitar jam 3 pagi. Ia menangis dan muntah-muntah. Saya tidak tahu kalau ia dipatuk ular. Lalu saya bangun keesokan paginya dan mengambil air ke sungai. Dalam perjalanan pulang, anak perempuan tertua saya mengatakan adik perempuannya tidak bangun-bangun," kata Beth Mwende. 

Sementara itu, sekitar 700 warga Kenya meninggal akibat gigitan ular setiap tahunnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.