Sukses

Kemlu, FH-UI dan DILA Korea Selatan Bakal Gelar Konferensi Hukum Internasional

Kemlu RI, bekerja sama dengan FH-UI dan DILA akan menyelenggarakan Konferensi Internasional Development of International Law in Asia/DILA sesi ke-30 (DILA at 30) pada tanggal 15-16 Oktober 2019 di Jakarta.

Liputan6.com, Jakarta - Di tengah-tengah dinamika global dan geopolitik dewasa ini yang tak menentu dan diwarnai sejumlah ketegangan serta konflik, penghormatan terhadap hukum internasional dan keteraturan berbasis peraturan (rule-based order) merupakan hal penting.

Indonesia adalah salah satu di antaranya yang menjunjung tinggi norma dan hukum internasional di tengah situasi tersebut. Bahkan, sejak merdeka 74 tahun yang lalu, RI telah menjadi anggota masyarakat internasional yang senantiasa aktif dalam merumuskan dan mengembangkan hukum internasional.

Kini, sebagai bentuk partisipasi dan mempertahankan relevansinya di bidang hukum internasional, Kementerian Luar Negeri RI bekerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan the Foundation for the Development of International Law (DILA) Republic of Korea akan menyelenggarakan Konferensi Internasional Development of International Law in Asia/DILA sesi ke-30 (DILA at 30) pada tanggal 15-16 Oktober 2019 di Jakarta.

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi direncanakan akan resmi membuka Konferensi Internasional pada tanggal 15 Oktober 2019 dan menyampaikan sambutan kunci bertema "ASEAN Outlook on Indo Pacific" yang salah satu elemennya adalah hukum internasional.

Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional Kementerian Luar Negeri, Damos Dumoli Agusman menyampaikan, partisipasi Indonesia pada konferensi hukum internasional bertajuk "The Grand Anatomy of State Practice in International Law in Asia for the Last 30 Years: Past, Present, and Future" itu sangat relevan.

"Setidak-tidaknya ada tiga alasan utama," kata Damos kepada sejumlah jurnalis di Jakarta, Kamis (3/10/2019).

"Pertama Indonesia ini lahir dari hukum internasional yang tercermin dari pembukaan UUD 1945 yang dimulai dengan norma hukum internasional, yakni kemerdekaan adalah hak segala bangsa, bahwa penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, dan selanjutnya," jelas Damos.

"Indonesia juga 'terlahir kembali' sebagai negara maritim berkat hasil perjuangan di bidang hukum internasional yaitu UNCLOS 1982," lanjutnya.

Kedua, Damos melanjutkan, dengan terpilihnya sebagai Anggota Tidak Tetap Dewan Keamanan PBB periode 2019-2020 Indonesia harus memainkan peran untuk penegakan hukum internasional ini dalam penanganan isu-isu strategis.

"Ketiga, ditengah-tengah dinamika global dan geopolitik saat ini, penghormatan terhadap hukum internasional dan keteraturan berbasis peraturan (rule-based order) menjadi hal penting," ujar Damos.

"Hal tersebut telah tercermin dari langkah Indonesia dan ASEAN yang telah merefleksikannya sebagai salah satu prinsip ASEAN Outlook on Indo Pacific," jelas pejabat tinggi Kemlu RI tersebut.

Simak video pilihan berikut:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Ajang Kontribusi Indonesia, ASEAN dan Asia untuk Membahas Isu Hukum Internasional

Tahun 2019 diperingati sebagai 30 tahun DILA dan akan menjadi konferensi DILA keempat yang akan dilaksanakan di Indonesia dan yang pertama dilaksanakan dengan bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia, khususnya Kementerian Luar Negeri.

Konferensi akan menghadirkan pembicara Indonesia maupun asing yang merupakan para pakar Hukum Internasional di bidangnya masing-masing, serta akan dihadiri oleh Duta Besar negara-negara sahabat, akademisi dan praktisi Hukum Internasional dari negara-negara di Asia serta wakil dari Kementerian/Lembaga terkait.

Mereka akan membahas berbagai berbagai perkembangan hukum internasional di Asia serta kontribusi negara-negara di kawasan; kontribusi Indonesia terhadap hukum internasional; serta penerapan hukum internasional dalam tataran domestik masing-masing negara."

Beberapa isu relevan dunia turut akan dibahas dalam konferensi tersebut, kata Dirjen Hukum dan Perjanjian Internasional Kemlu RI Damos Agusman.

"Laut China Selatan, dinamika geopolitik terkini, isu diskriminasi kelapa sawit di Uni Eropa, perbatasan dan zona ekonomi eksklusif; semua itu akan menjadi topik-topik yang relevan dibahas, serta dikaji dalam konteks hukum internasional tentang tantangan ke depannya," ujar Damos.

Konferensi juga menjadi ajang bagi para pakar dan praktisi hukum internasional Asia untuk semakin menumbuhkan semangat perihal isu-isu yang bertalian saat ini.

"Secara konvesnional-tradisional, hukum internasional itu selalu dilihat sebagai hukum Barat. Sehingga, negara di luar itu merasa seperti termarjinalisasi."

"Namun, perkembangan sekarang jusru terbalik. Negara Asia yang justru kontributif dalam perkembangan hukum internasional, sementara negara Barat seperti jengah dengan itu semua. Negara Asia ini semangat sekali dengan hukum internasional, maka, kita perlu memanfaatkan momentum tersebut," jelasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.