Sukses

23-3-1944: Terjun Tanpa Parasut dari Ketinggian 18.000 Kaki, Pria Ini Selamat

Nick Alkemade hanya punya dua pilihan: tinggal di pesawat yang terbakar atau terjun bebas. Ia memilih opsi kedua.

Liputan6.com, Berlin - Nick Alkemade hanya punya dua pilihan: tinggal di pesawat yang terbakar atau terjun bebas. Ia memilih opsi kedua, meski dalam pikirannya, toh akhirnya sama saja. Mati. 

Tentara Inggris itu pun menuju pintu, ambil ancang-ancang, lalu terjun dari ketinggian 18.000 kaki atau 5.486 meter. Tanpa parasut. Hebatnya, ia akhirnya selamat. 

Hari itu, 23 Maret 1944, Alkemade bertugas sebagai tail gunner di Avro Lancaster milik Britania Raya. Tugasnya mengamankan jet bomber itu dari serangan musuh. Pesawat itu dikerahkan dalam misi bombardir di Berlin.

Tugas diselesaikan tanpa insiden. Namun, dalam perjalanan pulang, Alvaro Lancaster itu jadi target berondongan senapan mesin Jerman. Api berkobar hebat, ledakan niscaya akan terjadi dalam hitungan menit  

Suasana di dalam kapal terbang itu bak oven. Panasnya bukan kepalang. Masker oksigen dan kaca mata milik Nick Alkemade mulai meleleh. Baju khusus penerbang yang ia pakai kena percikan api. Saat itulah pilot memerintahkan para awak untuk meninggalkan pesawat. 

Beda dengan awak lain, Alkemade tak mengenakan parasut. Terlalu makan tempat di celah sempit belakang senapan mesin tempatnya bertugas. Ia hanya mengenakan harness di punggungnya. 

Saat mendengar perintah evakuasi, ia hanya bisa pasrah melihat parasutnya, yang ada di rak, sudah gosong. 

"Aku yakin benar, itu adalah akhir hidupku," kata dia kepada Leicester Mercury beberapa tahun kemudian. "Pertanyaannya, apakah aku harus tetap tinggal di dalam pesawat dan ikut terbakar atau melompat meski akhirnya mati. Lalu, aku mundur beberapa langkah dari pintu dan terjun."

Sesaat setelah keluar dari pesawat, Alkemade tak kuasa menahan kekuatan gravitasi yang menarik tubuhnya dan siap menghempaskannya ke Bumi. Ia kehilangan kesadarannya, semaput, saat turun dengan kecepatan mencapai 120 mil per jam.

Tiga jam kemudian matanya terbuka. Pria itu melihat bintang-bintang bertaburan di sela-sela ranting pohon pinus di atasnya. Ada lubang menganga di tengah kanopi dedaunan itu, yang ia tubruk saat jatuh. 

Alkemade sadar, ia masih hidup. Serdadu itu sempat bingung mendapati benjolan di kepala dan tak bisa bergerak karena lututnya sakit. Namun, tubuhnya masih utuh, meski ada luka bakar dan luka gores di kepala dan paha.  

"Ia hanya menderita memar dan lutut yang terkilir. Tidak ada tulang yang patah atau bahkan retak. Kedua sepatunya copot dan menghilang, mungkin robek dari kakinya saat dia tanpa sadar menabrak cabang-cabang pohon," demikian diungkap dalam dokumen Angkatan Udara Inggris (RAF).

Karena merasa tak lagi berguna, Alkemade membuang harness parasutnya di hamparan salju.

Bahwa ia masih hidup usai terjun dari ketinggian 18.000 kaki adalah hal luar biasa. Ia mungkin jadi salah satu orang paling beruntung di dunia. 

Namun, keberuntungan itu ternyata tak lama. Alkemade kemudian meniup peluit daruratnya, yang menarik perhatian warga sipil Jerman yang mendengarnya.

Ia kemudian dibawa ke rumah sakit untuk mendapat perawatan, lalu diinterogasi oleh Gestapo keesokan harinya. 

Alkemade menceritakan apa yang terjadi. Soal pesawatnya yang terbakar dan tindakan nekatnya terjun bebas. Yang mendengarnya sama sekali tak percaya dan menyebut kisahnya omong kosong belaka.

"Kamu bilang jatuh dari pesawat, tetapi kamu tidak punya parasut," tanya interogator Gestapo.

Para penyidik menuduhnya menyembunyikan fakta dan berperan jadi mata-mata. Hingga akhirnya mereka menemukan harness yang dibuang Alkemade di hutan pinus dan bangkai pesawat yang jatuh tak jauh dari sana. 

Setelah menyelidiki kesaksiannya itu, pihak Jerman menyimpulkan, Alkemade tak bohong. 

Mereka bahkan memberinya sertifikat yang menyatakan, "Telah diselidiki dan dikuatkan oleh otoritas Jerman bahwa klaim Sersan Alkemade, No. 1431537, adalah benar dalam semua hal, yaitu bahwa ia terjun dari ketinggian 18.000 kaki tanpa parasut. dan mendarat dengan selamat tanpa cedera... Dia mendarat di salju tebal di antara pohon-pohon pinus."

Alkemade menghabiskan 14 bulan berikutnya sebagai tahanan perang di Stalag Luft III di Polandia, dan kembali ke Inggris setelah perang berakhir. Pria itu berumur panjang, ia meninggal pada tahun 1991.

Dan ternyata, Alkemade bukan satu-satunya yang selamat setelah terjun bebas dari pesawat.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pramugari yang Jatuh dari Ketinggian 10.000 Meter

Keajaiban terjadi dalam hidup pramugari bernama Vesna Vulovic. Hari itu, 26 Januari 1972, perempuan asal Serbia tersebut selamat dari kecelakaan pesawat yang menimpa maskapai terbesar milik Yugoslavia, JAT Penerbangan 367.

Seharusnya ia tak ada di pesawat. Itu hari liburnya. Namun, Vulovic dipanggil untuk bertugas. Perempuan tersebut tertukar dengan pramugari lain yang juga bernama Vesna.

Kapal terbang nahas tersebut lepas landas dari Bandara Kopenhagen, Denmark, pada pukul 15.15. Enam belas menit kemudian, ledakan terjadi di kompartemen bagasi pesawat DC-9 itu.

Saking kuatnya, ledakan merobek badan pesawat di tengah penerbangan, tepat di atas wilayah perbatasan Cekoslovakia dan Jerman.

Sebanyak 27 dari 28 awak dan penumpang pesawat tewas seketika saat tubuh mereka tersedot keluar dari pesawat dan terpapar suhu beku. Sebagian meninggal dunia saat menghantam permukaan bersalju di desa kecil Srbská Kamenice yang populasinya hanya 250 orang.

Hanya Vulovic yang selamat. Perempuan 22 tahun itu jatuh dari ketinggian 33 ribu kaki atau 10.160 meter tanpa parasut. Ia ditemukan oleh seorang warga desa bernama Bruno Honke, yang kaget bukan kepalang saat mendengar suara rintihan minta tolong di antara puing-puing pesawat yang berserakan.

Seragam pramugarinya yang berwarna turquoise berlumuran darah. Sepatu berhak setinggi 3 inci yang dikenakan Vulovic hancur akibat kuatnya tumbukan.

Untungnya, sang penemu, Bruno Honke, pernah menjadi tenaga medis selama Perang Dunia II. Pria itu melakukan segala cara untuk menjaga agar Vulovic tetap hidup sebelum tim medis datang ke lokasi.

Vesna Vulovic mengalami luka parah, darahnya terkuras. Ia nyaris "lewat". Retak atau patah tulang terjadi di sekujur tubuhnya: tengkorak, dua kakinya, dua tulang belakang, seluruh panggulnya, dan beberapa tulang iga.

Untungnya, salju tebal dan lokasi jatuhnya pesawat di antara pepohonan di hutan yang menutupi lereng bukit mengurangi dampak tumbukan yang cukup untuk menyelamatkan nyawanya.

Vulovic mengalami koma selama beberapa minggu setelah kejadian. Saat sadar, sang pramugari kehilangan memori soal apa terjadi pada detik-detik kecelakaan, atau ketika ia jatuh dari ketinggian.

"Hal pertama yang kuingat adalah melihat kedua orangtuaku di rumah sakit. Aku bicara dengan mereka, bertanya mengapa mereka ada di dekatku," kata Vesna Vulovic kepada Green Light Limited, perusahaan pelatihan keamanan yang bermarkas di London, saat wawancara tahun 2002 atau tiga dekade setelah insiden itu, seperti dikutip dari The Vintage News, Rabu (7/3/2018).

"Saat membaca koran dan tahu apa yang telah terjadi, aku nyaris mati karena kaget," kata dia kepada New York Times pada 2008.

Belakangan, ia ingat kejadian sebelum penerbangan nahas itu. Yang bisa jadi adalah firasat.

Menurut Vulovic, para koleganya hari itu mengajaknya belanja. "Semua orang ingin membeli sesuatu untuk keluarganya," kata dia. "Seakan tahu benar mereka akan segera tiada. Mereka tak mengatakan apa-apa ... tapi aku bisa merasakannya."

Hal aneh juga dilakukan kapten penerbang. Pilot itu mengunci diri di kamarnya selama 24 jam. "Ia sama sekali tak keluar. Dan pagi harinya, saat sarapan, kopilot bicara terus soal putra dan putrinya, seakan-akan tak ada orang lain yang punya anak."

Sebuah penyelidikan menyimpulkan bahwa pesawat meledak akibat bom yang meledak, yang efeknya memisahkan kokpit dari badan pesawat lain.

Mengapa Vesna Vulovic bisa selamat?

Kala itu, ia terperangkap di kursinya, sebuah troli makanan secara ajaib menahan tubuhnya sehingga sang pramugari tak langsung tersedot keluar.

Meskipun awalnya lumpuh dari pinggang ke bawah, dalam beberapa bulan, Vesna Vulovic sembuh total.

Ia bahkan menjalani kehidupan normal selama 40 tahun kemudian, hingga akhirnya paripurna pada 23 Desember 2016. Seorang tetangga menemukannya tak lagi bernyawa di apartemennya.

"Tubuhku hancur tak karuan dan dokter menyatukannya kembali. Tak ada yang mengira aku bisa hidup selama ini," kata dia dalam wawancara dengan New York Times pada 2008.

Selain itu, tak ada yang mengira bahwa kejadian traumatis itu tak bikin hati Vesna Vulovic gentar.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini