Sukses

Beli Buku Terlarang, Masuk ke Pusat Pelatihan Vokasional di Shule Xinjiang

Pusat pelatihan vokasional Shule, di Shule County, Prefektur Kashgar di Xinjiang menampung setidaknya 2.000 orang etnis Uighur dan minoritas lainnya.

Liputan6.com, Shule County, Prefektur Kashgar, Xinjiang - Sekilas, tak ada yang mencolok dari sebuah kompleks dengan sejumlah gedung bertingkat yang berdiri di atas lahan seluas 2,2 hektar di China, tepatnya di Shule County, Prefektur Kashgar, Wilayah Otonomi Xinjiang-Uighur, dekat perbatasan Tiongkok di ujung barat daya negara itu.

Namun, di balik pagar dan tembok tinggi yang mempartisinya dari jalan serta bangunan yang ada di sekitar, kompleks itu menjadi salah satu bukti fisik tentang keberadaan fasilitas deradikalisasi dan de-ekstremisme yang didirikan China di Xinjiang, yang telah mereka operasikan sejak beberapa tahun terakhir.

Fasilitas itu merupakan segelintir dari bangunan serupa yang telah menjadi buah bibir komunitas internasional. PBB dan negara Barat menduga bahwa pengoperasian fasilitas tersebut berpotensi melanggar hak asasi manusia, namun China membantahnya.

Tiongkok menegaskan bahwa fasilitas itu adalah cara untuk melawan ekstremisme yang berkembang, sekaligus upaya pengentasan kemiskinan di Xinjiang.

Suasana di pusat pelatihan vokasional Shule, di Shule County, Prefektur Kashgar, Xinjiang (Rizki Akbar Hasan / Liputan6.com)

"Pusat pelatihan vokasional Shule" adalah nama kompleks seluas 2,2 hektar tersebut. Dioperasikan pada 2018, fasilitas itu tengah menampung setidaknya 2.000 "siswa" yang dituduh "terinfeksi radikalisme dan ekstremisme," kata direktur fasilitas, Memeti Ali Tursun kepada rombongan jurnalis Indonesia dalam kunjungan pada 26 Februari 2019.

Kompleks itu melayani Shule County, Kashgar yang mayoritas berpenduduk etnis Uighur dan 13 kelompok minoritas lain.

Dan memang, para siswa di dalamnya berkomposisi dari kelompok etnis minoritas Uighur, Kazakh, Kirgiz, dan lainnya --yang mayoritas dari mereka bertradisi sebagai pemeluk Islam, dengan beberapa memiliki kepercayaan lain.

Di Dalam Fasilitas

Fasilitas Shule memiliki sekurang-kurangnya lima gedung berlantai 2 - 6. Kompleks fasilitas dipartisi menggunakan tembok tinggi ber-CCTV untuk memisahkannya dari jalan di luar. Akses masuk utama berupa pagar besi tak bersela, memiliki tinggi yang sama dengan tembok yang tak kalah tinggi di kanan-kirinya.

Suasana di pusat pelatihan vokasional Shule, di Shule County, Prefektur Kashgar, Xinjiang (Rizki Akbar Hasan / Liputan6.com)

Kamera pengawas tak hanya ada di tembok pembatas, namun juga terpasang di setiap sudut ruangan dan gedung di dalam fasilitas. Jumlahnya, tak terhitung.

Sedangkan pada jendela di beberapa lantai pada sejumlah gedung terpasang teralis besi. Direktur Tursun mengatakan, "besi-besi tersebut dipasang demi alasan keselamatan, agar para siswa tidak terjatuh dari lantai tinggi."

Apa yang Diajarkan di Dalam Fasilitas?

Memeti Ali Tursun kemudian mengantarkan rombongan jurnalis ke gedung terdepan fasilitas.

"Ini gedung utama kompleks. Memiliki tiga lantai, gedung ini difungsikan sebagai kelas yang mengajarkan bahasa nasional (Mandarin dan aksara Tiongkok), pengetahuan hukum negara, seni, dan keterampilan atau keahlian vokasional," jelasnya.

Para siswa menerima sejumlah pelatihan vokasional selama di dalam gedung itu, mulai dari menjahit, merancang busana, keahlian kelistrikan, hingga komputer dan e-commerce.

Kami juga mengunjungi kafetaria dan dapur umum yang mampu menyajikan makanan bagi 2.000 siswa yang ada di dalamnya.

Suasana di pusat pelatihan vokasional Shule, di Shule County, Prefektur Kashgar, Xinjiang (Rizki Akbar Hasan / Liputan6.com)

Didirikan dan mulai beroperasi pada 2018, fasilitas di Shule merupakan "salah satu yang terbaru yang didirikan oleh Xinjiang" kata seorang pejabat dari departemen diseminasi informasi Partai Komunis China di Xinjiang.

Sejak berdiri, pusat pelatihan vokasional Shule telah menampung setidaknya 2.000 orang dan 100 orang telah dinyatakan lulus dari fasilitas, kata Memeti Ali Tursun.

Tursun juga menjelaskan, "total siswa sebanyak 2.000 orang selalu stagnan di kisaran angka tersebut, karena para siswa selalu datang atau masuk dan pergi atau lulus," ujarnya.

Sama seperti kunjungan ke fasilitas sebelumnya yang dilakukan oleh rombongan jurnalis atas pendampingan otoritas China dan Xinjiang, para wartawan hanya mengunjungi gedung, ruangan, serta segelintir siswa. Rombongan tidak melihat ruangan atau gedung lain di dalam kompleks pusat pelatihan vokasional Shule, maupun siswa sisanya di fasilitas yang menampung 2.000 orang tersebut.

 

Simak video pilihan berikut:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Beli Buku Ekstremisme, Masuk ke Pusat Pelatihan

Direktur pusat pelatihan vokasional Shule, Memeti Ali Tursun mengatakan, para siswa merupakan orang yang "terbukti terinfeksi ekstremisme dan radikalisme, telah menjadi pelanggar hukum ringan namun belum menjadi seorang kriminal (teroris)".

Seorang siswa menceritakan bahwa ia masuk ke dalam pusat pelatihan vokasional Shule hanya karena "membeli buku berisi ajaran ekstremisme dan radikalisme" tanpa merinci lebih lanjut.

Ia mengatakan, "petugas (polisi) menjemputnya setelah warga melaporkan" dan kemudian "polisi menyarankan agar saya pergi ke dalam pusat pelatihan."

Tidak ada proses peradilan ketika dirinya masuk ke dalam pusat pelatihhan vokasional di Shule.

Suasana di pusat pelatihan vokasional Shule, di Shule County, Prefektur Kashgar, Xinjiang (Rizki Akbar Hasan / Liputan6.com)

Seorang siswa lain mengaku bahwa ia masuk ke dalam fasilitas di Shule karena "diajak oleh seorang ekstremis lainnya untuk membakar sebuah gedung lokal yang berciri kafir."

Sebelum melakukan tindakannya, "petugas yang memantau pembicaraan saya di sosial media berhasil mengetahui terlebih dahulu rencana tersebut. Saya kemudian ditangkap dan dimasukkan ke dalam pusat pelatihan vokasional.

Tentang berapa lama para siswa harus berada di dalam pusat pelatihan vokasional, Direktur Memeti Ali Tursun mengatakan, "masing-masing punya durasi yang berbeda-beda."

"Ada yang lulus dalam delapan bulan, sepuluh bulan, atau beberapa tahun. Semua tergantung pada evaluasi," ujarnya.

3 dari 3 halaman

Kamp Indoktrinasi vs Pusat Deradikalisasi

Sejumlah media Barat melaporkan bahwa fasilitas tersebut bertujuan untuk 'mendoktrinasi' para penghuninya agar 'sesuai dengan cara hidup bangsa China' dan memaksa mereka 'menanggalkan identitas kultural mereka'.

Namun, Direktur pusat pelatihan vokasional Shule, Memeti Ali Tursun mengatakan bahwa laporan itu tidak benar.

Suasana di pusat pelatihan vokasional Shule, di Shule County, Prefektur Kashgar, Xinjiang (Rizki Akbar Hasan / Liputan6.com)

"Justru, ketika mereka datang ke sini, mereka tidak bisa menari tarian khas tradisional khas Uighur dan lainnya. Namun sekarang mereka bisa," bantah Tursun yang mengatakan bahwa kesenian etnik juga menjadi salah satu kurikulumm yang diajarkan di dalam fasilitasnya.

Panel HAM PBB dan sejumlah negara Barat telah mengkritisi eksistensi fasilitas tersebut atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia, tindak kekerasan dan koersif, serta diskriminatif terhadap etnis minoritas. Beberapa pihak lain mendefinisikannya sebagai "kamp indoktrinasi" atau serupa seperti Laojiao (Laodong jiaoyang) yang berarti "kamp re-edukasi" yang diduga bertujuan sebagai 'fasilitas genosida kultural' bagi kelompok etnis minoritas.

Suasana di pusat pelatihan vokasional Shule, di Shule County, Prefektur Kashgar, Xinjiang (Rizki Akbar Hasan / Liputan6.com)

Tiongkok dengan tegas menolak tuduhan PBB serta Barat, dan membantah pengunaan definisi "kamp" atau "pusat detensi". Pejabat China di tingkat pusat hingga lokal (termasuk di Xinjiang) mendefinisikan fasilitas sebagai "pusat pelatihan" untuk menanggulangi "radikalisme dan ekstremisme" yang dioperasikan sesuai hukum dan dengan menjamin hak para "siswa".

China telah dilanda "serangan terorisme berbasis radikalisme-ekstremisme" sejak 1990-an hingga beberapa tahun lalu. Beijing menuduh 'kelompok separatis-teroris Turkestan Timur di Xinjiang' yang terafiliasi kelompok teroris di Asia Tengah sebagai dalang aksi teror yang menelan korban jiwa di Tiongkok.

Suasana di pusat pelatihan vokasional Shule, di Shule County, Prefektur Kashgar, Xinjiang (Rizki Akbar Hasan / Liputan6.com)

Merespons, China membentuk UU Anti-Terorisme pada 2015 untuk meredam berbagai peristiwa teror tersebut. Dan pada 2016, China dilaporkan telah mulai mendirikan fasilitas 'pelatihan dan re-edukasi' di Xinjiang.

Di sisi lain, Komisioner Hak Asasi Manusia PBB, Michelle Bachelet mengatakan dia mencari akses ke China untuk memeriksa laporan dugaan "penghilangan dan penahanan sewenang-wenang," terhadap kelompok minoritas di Wilayah Otonomi Xinjiang-Uighur.

Suasana di pusat pelatihan vokasional Shule, di Shule County, Prefektur Kashgar, Xinjiang (Rizki Akbar Hasan / Liputan6.com)

Komisioner Bachelet, yang mempresentasikan laporan tahunannya kepada Dewan HAM PBB di Jenewa pada 6 Maret 2019, mengatakan stabilitas dan pembangunan di Xinjiang dapat dibantu oleh kebijakan yang menunjukkan penghormatan pihak berwenang terhadap hak-hak minoritas.

"Area ini berada di pusat Inisiatif Belt and Road (Jalur Sutera Baru), memungkinkan koridor tanah ke Asia Tengah, Asia Selatan dan Eropa, dan saya yakin bahwa stabilitas dan keamanan di kawasan ini dapat difasilitasi oleh kebijakan yang menunjukkan penghormatan pihak berwenang terhadap hak-hak semua orang," kata Bachelet seperti dikutip dari Radio Free Europe (terafiliasi Voice of America).

Suasana di pusat pelatihan vokasional Shule, di Shule County, Prefektur Kashgar, Xinjiang (Rizki Akbar Hasan / Liputan6.com)

Xie Zhangwei, seorang sekretaris pertama untuk misi diplomatik China di Markas PBB di Jenewa, mengatakan kepada Dewan Hak Asasi Manusia PBB bahwa China menentang "ekstremisme", diskriminasi, kekerasan atau intoleransi.

"Berbagai kelompok agama, beriman dan tidak beragama, saling menghormati satu sama lain dan hidup dalam harmoni," tambahnya seperti dikutip dari Al Jazeera.

Suasana di pusat pelatihan vokasional Shule, di Shule County, Prefektur Kashgar, Xinjiang (Rizki Akbar Hasan / Liputan6.com)

Sementara itu, Wakil Presiden Asosiasi Islam China (organisasi Islam yang disponsori pemerintah) Abdul Amin Jin Rubin, apa yang diberitakan dan dilaporkan oleh Barat tentang Uighur adalah sesuatu yang tidak sesuai kenyataan dan cenderung berlebihan.

"Saya pikir tidak ada pelanggaran hak asasi manusia ataupun diskriminasi terhadap Uighur di Xinjiang," kata Jin Rubin melalui penerjemah kepada beberapa media Indonesia di Beijing, 18 Februari 2019.

"Di Xinjiang ada aktivitas pemberantasan terorisme dan aktivitas kekerasan lainnya, tapi hal itu tidak khusus menargetkan kelompok etnis atau agama tertentu," tandas pria yang juga berprofesi sebagai dosen Sastra Arab di Institut Islam China.

"Fasilitas edukasi dan pelatihan murni bersifat vokasional dan tidak secara langsung menargetkan kelompok partikular ... dan sejauh ini, program itu telah efektif menstabilkan kondisi (di Xinjiang)," tambah Abdul Amin Jin Rubin.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.