Sukses

Pangkas Waktu Tempuh ke China, Kereta Peluru Hong Kong Malah Picu Kontroversi

Liputan6.com, Hong Kong - Sebuah jaringan kereta peluru berkecepatan tinggi telah resmi beroperasi di Hong Kong hari ini, menghubungkan wilayah administratif khusus tersebut dengan China Daratan.

The Express Rail Link --nama kereta peluru itu-- menghubungkan Hong Kong ke kota terbesar di China Selatan, Guangzhou, dalam 40 menit, di mana hal tersebut kurang dari separuh waktu yang ditempuh oleh kereta konvensional.

Dikutip dari BBC pada Minggu (23/9/2018), pemberlakuan izin imigrasi dilakukan oleh pihak berwenang China di pos pemeriksaan di masing-masing stasiun tujuan, dan di dalam kereta.

Kebijakan itu memicu kontroversi karena menandai pertama kalinya hukum pidana China akan diberlakukan di wilayah Hong Kong, yang dinilai melanggar kebebasan dan konstitusi mini di kepulauan bekas koloni Inggris tersebut.

Jaringan kereta peluru itu diperkenalkan pertama kali di hadapan publik pada Sabtu 22 September, di mana salah seorang anggota parlemen lokal memuji rute perdana ke Guangzhou itu sebagai "perjalanan yang sangat tenang," seolah seperti berada di dalam penerbangan.

Pejabat pemerintah mengatakan jaringan kereta peluru ini akan meningkatkan potrnsi bisnis di Hong Kong, Shenzhen dan Guangzhou.

Jalur kereta peluru ini juga disebut meningkatkan koneksi transportasi berbasis rel di seluruh daratan China, termasuk ke ibu kota Beijing.

Jalur kereta api muterbuka untuk umum pada hari Minggu - dan juga meningkatkan koneksi kereta api dengan seluruh daratan China, termasuk ibu kota Beijing.

Namun, para legislator pro-demokrasi memboikot upacara pembukaan, dan menggelar unjuk rasa di luar stasiun, mengatakan jaringan kereta peluru merongrong sistem hukum independen Hong Kong.

 

Simak video pilihan berikut: 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Hukum Pidana China Pertama Diterapkan di Hong Kong

Hong Kong, bekas koloni Inggris, diserahkan kembali ke China pada tahun 1997, di bawah perjanjian bahwa wilayah itu akan menikmati "otonomi tingkat tinggi, kecuali dalam urusan luar negeri dan pertahanan", selama 50 tahun.

Oleh karenanya, Hong Kong memiliki hukumnya sendiri, perlindungan untuk hak dan kebebasan tertentu, dan sebagian besar hukum China Daratan tidak dapat diterapkan di wilayah tersebut.

Jalur kereta peluru akan menandai pertama kalinya para pejabat China dapat menegakkan hukum Tiongkok di Hong Kong, di beberapa bagian stasiun, dan di dalam rangkaian di gerbong

Badan legislatif utama China mengatakan pengaturan itu tidak merongrong otonomi Hong Kong, dan berdalih untuk mempersingkat proses imigrasi.

Namun, para ahli hukum dari Hong Kong Bar Association telah mengkritik pengaturan tersebut, dan mengatakan itu bertentangan dengan konstitusi mini Hong Kong.

Proyek rel kereta peluru juga dikritik karena tertunda selama tiga tahun, dan melampaui anggaran hingga mendekati 3 miliar Hong Kong, atau setara dengan Rp 5,6 triliun dengan nilai kurs 1 dolar Hong Kong= Rp 1.896.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.