Sukses

Gara-Gara Pakai Gaun ke Sekolah, 2 Murid Lelaki Diskors

Dua siswa laki-laki tersebut diketahui bernama Chris Swkyert (17) dan Rodney Dimasso (18). Keduanya memutuskan mengenakan pakaian perempuan selama satu bulan sebelum kelulusan.

Liputan6.com, Texas - Dua orang murid laki-laki di SMA Melissa, Texas, Amerika Serikat diskors oleh pihak sekolah lantaran menggunakan gaun anak perempuan saat proses belajar.

Dikutip dari laman Daily Mail, Rabu (6/6/2018), dua siswa laki-laki tersebut diketahui bernama Chris Swkyert (17) dan Rodney Dimasso (18). Keduanya memutuskan mengenakan pakaian perempuan selama satu bulan sebelum kelulusan.

"Saya datang ke sekolah menggunakan gaun karena saya ingin," ujar Dimasso.

"Kala itu saya sedang berjalan di lorong sekolah dan bertemu dengan kepala sekolah. Lalu ia bertanya mengapa saya menggunakan gaun. Kemudian saya mengatakan kepadanya karena saya ingin," tambahnya.

Ketika menjawab pertanyaan itu, sang kepala sekolah langsung meminta agar Dimasso ikut ke ruangannya. Petinggi SMA Melissa, Texas itupun mengatakan apa yang telah ia lakukan sangat menggangu dan wajib dihukum.

"Ia bilang apa yang telah dilakukannya sangat mengganggu hingga akhirnya diskors selama dua hari," ujar Dimasso.

Pria berusia 18 tahun itu tak hanya diam, ia berusaha membela diri dengan mengatakan bahwa penggunaan gaun tidak melanggar aturan sekolah.

Meski begitu, Dimasso tak dapat mengubah segala keputusan yang dijatuhkan pada dirinya.

Bagi Dimasso, aturan berpakaian di sekolah tidak spesifik pada masalah gender karena lebih mengajarkan tentang kebersihan, mencegah gangguan, dan meminimalkan bahaya keamanan.

Hukuman yang diberikan kepada Chris Swkyert dan Rodney Dimasso rupanya banyak dikecam oleh murid lain. Kendati demikian pihak sekolah belum angkat suara soal kasus ini.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pria Ini Pakai Baju Perempuan Selama 20 Tahun

Dalam kasus terpisah, ada sebuah video yang menceritakan seorang pria berusia 50-an mengenakan pakaian perempuan selama 20 tahun viral di media sosial China. Ia melakukan hal tersebut untuk membantu ibunya agar sanggup menerima kematian putrinya.

Video yang diunggah oleh Pear Video itu telah ditonton sebanyak 4,2 juta kali di sosial media China Weibo.

Video itu memperlihatkan seorang pria dari Guilin, Guangxi, mengenakan pakaian tradisional China, cheongsam, ketika merawat ibunya yang sudah tua.

Pria itu berkata kepada Pear Video bahwa dirinya mulai memakai baju seperti perempuan setelah ibunya menunjukkan tanda-tanda gangguan jiwa setelah kematian anak perempuannya.

Ketika ia mengenakan pakaian tersebut, ibunya langsung yakin bahwa anak perempuannya telah kembali.

"Ia sangat senang, jadi aku terus melakukannya," ujar pria tersebut seperti dikutip dari BBC.

"Aku mulai hidup seperti perempuan sejak saat itu. Aku tak memiliki pakaian laki-laki," ujar dia.

Dalam video tersebut, sang ibu sempat mengungkapkan komentarnya atas apa yang dilakukan anak laki-lakinya itu. "Ia adalah anak perempuanku. Ketika anak perempuanku meninggal, ia menjadi anak perempuanku."

Pria tersebut mengaku ia tak memikirkan komentar orang-orang atas apa yang ia lakukan demi ibunya.

"Mengapa aku harus takut orang-orang akan menertawakanku?" ujar dia.

Ribuan orang berkomentar atas posting-an di Weibo itu dan banyak dari mereka menggunakan hashtag #HePosedAsHisDeadSisterFor20Years# -- ia menyaru sebagai saudara perempuannya yang telah meninggal selama 20 tahun.

Beberapa orang memuji pria tersebut dan mengaku tersentuh.

"Untuk membuat ibunya senang, ia memakai baju seperti perempuan selama 20 tahun. Tak penting bagaimana kamu melihat ini, kamu harus memujinya karena rasa baktinya!" ujar seorang pengguna Weibo.

"Ini adalah pria sejati," tulis pengguna lain.

Berbakti kepada orangtua, orang yang lebih tua, dan para leluhur merupakan nilai yang dipegang teguh dalam masyarakat dan budaya China.

Konsep akan nilai tersebut kembali pada 400 SM dan merupakan nilai mendasar Konfusianisme--filosofi etika yang dibuat oleh filsuf China ternama, Konfusius.

Berbakti adalah salah satu kriteria utama yang dipertimbangkan dalam seleksi pejabat pemerintahan sejak Dinasti Han (dari 206 SM hingga 220 M).

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.