Sukses

Ada Kenaikan Misterius CFC di Atmosfer, Lapisan Ozon Terancam Makin Rusak

Jika lapisan ozon semakin rusak, maka akan berdampak cukup signifikan pada kondisi perubahan iklim.

Liputan6.com, London - Para ilmuwan telah mendeteksi kenaikan tak terduga klorofluorokarbon (CFC) jenis 11, atau umum dikenal sebagai CFC-11, yang berisiko kian merusak lapisan ozon di atmosfer Bumi.

Setelah dilarang oleh Protokol Montreal yang disepakati pada 1987, kandungan senyawa kimia CFC-11 disebut kian menurun seperti yang diharapkan, tetapi prosesnya melambat sejak 2012.

Dikutip dari BBC pada Kamis (17/5/2018), para peneliti menyebut bukti yang mereka temukan menunjukkan kemungkinan baru, yakni emisi ilegal CFC-11 berasal dari wilayah-wilayah tidak terdeteksi di Asia Timur.

Jika hal tersebut tidak segera ditangani, menurut peneliti, bisa menghambat pemulihan lubang ozon, yang berisiko semakin memperburuk status perubahan iklim.

Studi baru yang dimuat di jurnal Nature pada Rabu, 16 Mei 2018, menunjukkan bahwa tingkat penurunan konsentrasi CFC-11 yang diamati adalah konstan antara 2002 dan 2012. Namun, sejak 2012, penurunan ini telah melambat sekitar 50 persen.

Melihat fakta tersebut, para peneliti pun menyebut bahwa CFC kemungkinan bisa kembali muncul akibat keluar dari kumpulannya di atmosfer, emisi dari bangunan lama yang dinonaktifkan, atau dari produksi CFC-11 yang tidak disengaja sebagai produk sampingan pada pabrik kimia.

Pada 2013, gumpalan udara yang mengandung kadar CFC-11 ditemukan dalam jumlah tinggi, dilaporkan terdeteksi oleh observatorium Mauna Loa di Hawaii.

Para penulis penelitian ini mengatakan kemungkinan produksi ilegal CFC-11 di Asia Timur berada di balik kenaikan misterius di lapisan ozon tersebut.

"Setiap produksi gas perusak lapisan ozon yang dikendalikan oleh Protokol Montreal harus dilaporkan ke sekretariat ozon, dan saat ini, produksi global pada dasarnya nol. Kami tahu tidak ada produksi, bahkan untuk produk perantara atau sampingan," kata Dr Stephen Montzka dari Badan Kelautan dan Atmosfer Nasional AS (NOAA).

 

Simak video pilihan berikut: 

 

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Peneliti Kebingungan

Para peneliti mengaku kebingungan tentang bagaimana kenaikan CFC bisa terjadi tanpa ada bukti produksi yang sah.

Padahal, catatan internasional yang dikelola oleh Lembaga PBB untuk Pelestarian Lingkungan (UNEP), menunjukkan produksi CFC resmi berhenti sekitar delapan tahun lalu

"Ini mengecewakan, saya tidak mengharapkan itu terjadi," kata Dr Michaela Hegglin dari Reading University, Inggris, yang tidak terlibat dalam penelitian ini. "Zat baru yang ada di luar sana, pengganti CFC-11, mungkin lebih sulit atau mahal untuk beberapa negara, baik untuk menghasilkan atau mendapatkannya.”

"Saya berharap, entah bagaimana caranya, komunitas internasional dapat memberi tekanan pada negara-negara Asia Tenggara, mungkin juga China, untuk pergi dan melihat apakah mereka bisa mendapatkan informasi lebih lanjut tentang dari mana emisi misterius itu berasal. Mereka harus memberi tahu industri-industri itu," lanjut Dr Michaela menegaskan.

Namun, jika tidak ada tindakan yang diambil pada sumber emisi baru, fenomena tersebut bisa berdampak sangat signifikan.

"Jika emisi itu bertahan, maka kita bisa membayangkan bahwa pemulihan lapisan ozon, bisa tertunda hingga satu dekade," kata Dr Montzka, yang menyebutnya juga bisa berkontribusi pada peningkatan suhu global.

 

3 dari 3 halaman

Dilarang Sejak 1987

CFC-11 yang memiliki nama ilmiah trichlorofluoromethane, merupakan salah satu dari sejumlah senyawa CFC yang awalnya dikembangkan sebagai komponen pendingin sejak 1930-an.

Senyawa tersebut juga digunakan sebagai propelan pada semprotan aerosol dan dalam pelarut.

Namun, butuh beberapa dekade bagi para ilmuwan untuk menemukan bahwa ketika CFC memecah di atmosfer, mereka melepaskan atom klorin yang mampu menghancurkan molekul ozon dengan cepat.

Temuan bahwa penghancuran ozon menciptakan "lubang" besar di atas Antartika, memicu dunia internasional untuk sepakat menandatangani Protokol Montreal pada 1987.

Kesepakatan tersebut berfungsi untuk memantau seluruh produksi CFC, termasuk CFC-11, yang disusul oleh pelarangan secara resmi di negara-negara maju pada dekade 1990-an, dan kemudian oleh seluruh dunia pada 2010.

Ketika produksi CFC benar-benar terhenti, kumpulan CFC diharapkan berangsur-angsur berkurang dan terlepas ke ruang angkasa.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.