Sukses

Hukum Fisika Tak Mendukung Teori Kehidupan Setelah Mati?

Menurut seorang ilmuwan, mempercayai kehidupan setelah kematian mensyaratkan kemajuan ilmu fisika melebihi model standar yang ada sekarang.

Liputan6.com, Pasadena - Seorang profesor kosmologi dan fisika di California Institute of Technology mengaku bahwa ia telah tuntas mengupas debat terkait kehidupan setelah kematian, setelah mendalami hukum-hukum fisika secara ekstensif.

Dia mengatakan bahwa, agar bisa ada kehidupan setelah kematian, kesadaran (consciousness) harus terpisah seluruhnya dari tubuh jasmani. Padahal, tidak demikian.

Seperti dikutip dari Express pada Kamis (9/11/2017), pada tingkatan paling dasar, kesadaran adalah rangkaian atom dan elektron yang pada hakikatnya memberikan kita pikiran (mind).

Hukum-hukum semesta tidak memungkinkan partikel-partikel untuk terus beroperasi setelah kematian jasmani kita, demikian diutarakan oleh Dr. Sean Carroll.

Ia mengatakan, "Sejumlah klaim yang mengatakan terus adanya bentuk kesadaran setelah tubuh kita mati dan meluruh menjadi atom-atom penyusunnya dihadapkan kepada satu kendala."

"Hukum-hukum fisika yang mendasari kehidupan sehari-hari sudah diketahui secara lengkap dan tidak ada caranya dalam hukum-hukum itu yang memungkinkan informasi tersimpan dalam otak kita untuk terus ada setelah kita mati."

 

2 dari 3 halaman

Teori Medan Kuantum

Diagram Feynmann, bagian dari penjelasan teori medan kuantum. (Sumber Wikimedia Commons)

Sebagai buktinya, Dr. Carroll mengacu kepada teori medan kuantum (quantum field theory, QFT). Secara sederhana, QFT meyakini adanya suatu medan bagi setiap jenis partikel.

Misalnya, semua foton di semesta berada pada satu bidang dan semua elektron juga punya medan masing-masing. Demikian juga dengan semua jenis partikel.

Menurut penjelasan Dr. Carroll, jika kehidupan berlanjut dalam suatu kapaistas tertentu setelah kematian, maka pengujian-pengujian medan kuantum dapat mengungkapkan adanya "partikel-partikel arwah" dan "partikel-partikel roh."

Seperti ditulisnya dalam Scientific American, "Jika tidak ada apapun selain atom dan kekuatan-kekuatan (forces) yang sudah diketahui, maka jelaslah tidak ada caranya nyawa bisa menyintas kematian."

"Secara sederhana, mempercayai kehidupan setelah kematian menyaratkan fisika melebihi model standar."

"Lebih penting lagi, kita memerlukan beberapa cara agar "fisika baru" itu berinteraksi dengan atom-atom yang kita miliki."

"Dalam QFT, tidak bisa ada kumpulan baru 'partikel-partikel roh' dan 'gaya-gaya roh' karena kita tentunya bisa mendeteksi dalam eksperimen yang ada."

Setelah hal ini diterima oleh semua ilmuwan, maka, seperti kata Dr. Carroll, mereka bisa benar-benar mengerti cara kerja pikiran manusia.

Katanya, "Tidak ada alasan untuk menjadi agnostik tentang pemikiran yang secara dramatis tidak sesuai dengan segalanya yang kita ketahui tentang ilmu pengetahuan modern."

"Setelah kita melampaui segala keraguan untuk menghadapi realitas isu ini, kita bisa lanjut kepada pertanyaan-pertanyaan yang lebih menarik tentang bagaimana sesungguhnya cara kerja manusia  dan kesadaran."

3 dari 3 halaman

Ilmuwan Ateis

Menurut Dr. Sean Carroll, mempercayai kehidupan setelah kematian menyaratkan fisika melebihi model standar yang ada sekarang. (Sumber Wikimedia Commons)

Untuk diketahui, dari berbagai sumber diketahui bahwa Dr. Sean Carroll adalah seorang ateis.

Ia pernah menolak undangan untuk bicara dalam sebuah konferensi yang disponsori oleh John Templeton Foundation.

Alasannya, dia tidak ingin kelihatan seperti orang yang mendukung adanya rekonsiliasi antara ilmu pengetahuan dan agama.

Walaupun begitu, ia kemudian ikut serta dalam diskusi dengan B. Alan Wallace, seorang cendekiawan Buddha.

Padahal, acara diskusi itu diorganisasikan oleh sebuah lembaga yang disponsori oleh yayasan yang disebutkan di atas.