Sukses

Takut Diretas, Militer AS Pensiunkan Drone Buatan China

Sebagian besar drone buatan China itu rentan menjadi target serangan siber para pihak yang berpotensi menjadi ancaman militer bagi AS.

Liputan6.com, Washington, DC - Pimpinan tertinggi Angkatan Darat Amerika Serikat telah memerintahkan semua direktorat dan sub-ordinat yang dinaunginya untuk tidak lagi mengoperasikan seluruh pesawat nirawak (drone) yang diproduksi oleh China.

Menurut klaim mereka, sebagian besar drone buatan Tiongkok itu rentan menjadi target serangan siber para pihak yang tidak bertanggung jawab atau yang berpotensi menjadi ancaman militer bagi AS.

Sejumlah drone yang akan dipensiunkan itu merupakan produksi perusahaan China, SZ DJI Technology Co Ltd. Demikian seperti dilansir VOA Indonesia, Senin (7/8/2017).

Dalam sebuah memo tertanggal 2 Agustus yang dirilis dan diunggah di ranah maya, Angkatan Darat AS akan menghentikan pengoperasian seluruh drone, sistem, komponen, maupun perangkat lunak yang diproduksi dan dikembangkan oleh perusahaan asal Negeri Tirai Bambu itu.

Kebijakan tersebut mewajibkan semua anggota AD AS untuk, 'menghentikan semua penggunaan, menghapus semua aplikasi, mencabut baterai/media penyimpanan serta mengamankan peralatan yang berkaitan dengan DJI, sambil menunggu arahan selanjutnya.' Menurut memo itu, drone buatan DJI berstatus paling banyak digunakan di kalangan AD AS.

Pihak DJI menyatakan dalam sebuah pernyataan bahwa mereka 'terkejut dan merasa kecewa dengan pembatasan atas seluruh drone buatan DJI yang dikeluarkan tiba-tiba tanpa adanya perundingan dahulu sebelum keputusan diambil'.

Firma itu juga mengatakan, pihaknya akan menghubungi Angkatan Darat AS untuk memastikan apa yang dimaksud dengan "kerentanan siber". DJI mengatakan, mereka bersedia bekerja sama dengan Kementerian Pertahanan AS untuk membahas permasalahan ini.

Kalangan analis di Goldman Sachs dan Oppenheimer memperkirakan pada tahun 2016 DJI menguasai pangsa pasar sebesar 70 persen untuk pasaran drone tingkat konsumen dan komersial secara global, termasuk pasokan untuk pihak militer, yang diperkirakan akan bernilai lebih dari US$ 100 miliar dalam kurun waktu lima tahun ke depan.

Langkah ini tampaknya diambil setelah Army Research Laboratory dan pihak Angkatan Laut AS meriset sejumlah produk DJI pada Mei lalu. Hasil penelitian kedua lembaga itu menunjukkan bahwa produk perusahaan asal China itu rentan menjadi target serangan siber.

Memo tersebut juga menyatakan hasil riset Army Research Laboratory dan Angkatan Laut AS. Pemerintah turut merujuk penelitian itu untuk penghentian penggunaan semua drone dan peralatan produksi DJI.

 

Saksikan juga video berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.