Sukses

Dokter Kanada Asal Afghanistan Ditahan 5 Jam dan Ditolak Masuk AS

Dokter Ahmad ditahan selama lebih dari lima jam. Selama itu petugas mempertanyakan tentang hidupnya di Afghanistan.

Liputan6.com, Ontario - Seorang dokter Kanada yang berasal dari Afghanistan ditahan selama 5 jam di perbatasan AS dan ditanyai soal 'pemimpin lokal' di tempat tinggalnya. Sebelum akhirnya ia dilarang masuk ke Amerika Serikat.

Sardar Ahmad meninggalkan Afghanistan lebih dari satu dekade lalu untuk pindah ke AS. Kepindahannya ke Negara Paman Sam dilakukan setelah ia mendapat beasiswa kenamaan, Fulbright.

Dikutip dari The Guardian, Kamis (2/3/2017), ia pindah ke Kanada untuk melanjutkan sekolahnya dan mendapat izin praktek. Kemudian mendapat kesempatan kerja di Sarnia, Ontario dan kemudian jadi warga negara Kanada.

Kepergiannya ke AS adalah setelah menerima pemberitahuan bahwa kartu Nexus miliknya dicabut. Ahmad berencana menggunakan waktu istrahat makan siangnya untuk mengurus perpanjangan ke kantor Nexus di Michigan AS.

Kartu Nexus adalah program bagi warga Kanada untuk menyeberang ke AS, yang perjalanannya telah disetujui di awal dan memiliki potensi risiko rendah. Biasanya para warga Kanada atau sebaliknya menggunakan untuk bertandang ke rumah sanak saudara, atau berbelanja.

Namun alih-alih dipersilakan masuk, Ahmad justru ditahan pihak berwenang.

Saat ia menjelaskan tentang rencana masuknya ke AS, di persimpangan Blue Water Bridge, kunci mobilnya diambil oleh petugas.

Ahmad kemudian ditahan selama lebih dari lima jam. Selama itu, petugas mempertanyakan tentang hidupnya di Afghanistan, keluarga yang ditinggalkannya dan apakah ia telah melihat "banyak orang bersenjata" saat tumbuh di sana.

"Itu membuatku frustrasi, aku khawatir, takut, dan tak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya," kata dokter 43 tahun itu kepada Sarnia Observer. "Kau tak pernah tahu. Mereka bisa menempatkan Anda di penjara. Anda bisa kehilangan karir --semuanya-- dalam semalam."

Kisahnya muncul di tengah laporan bahwa Donald Trump akan kembali menandatangani perintah baru bagi pengungsi dan imigrasi. Perintah sebelumnya, presiden AS melarang wisatawan dari tujuh negara mayoritas Muslim masuk ke AS.

Keputusan Trump itu memicu kekacauan dan ketidakpastian di seluruh dunia, ketika aturan itu ditandatangani pada akhir Januari.

Pekan lalu, ketika Ahmad ditahan oleh petugas perbatasan, ia khawatir tentang pasien tua yang sedang menunggu di kliniknya. "Aku mengatakan kepada (agen perbatasan AS), 'Aku perlu menelepon klinik, setidaknya untuk membatalkan jadwal periksa pasien,' dan mereka mengatakan, 'Tidak, Anda tidak dapat menggunakan akses telepon.'"

Tak berapa lama kemudian, seorang pejabat akhirnya membolehkan dia menghubungi klinik. Ahmad mengatakan pengalaman itu membuatnya enggan kembali ke AS.

Ketika dihubungi oleh Sarnia Observer, US Customs and Border Protection mengatakan tidak bisa mendiskusikan kasus-kasus individu karena masalah privasi. Dalam emailnya, lembaga mencatat bahwa langkah itu diambil dalam "berkomitmen untuk memperlakukan individu dengan adil dan terhormat."

Meskipun pengadilan federal menangguhkan keputusan Donald Trump, perlakuan agen imigrasi makin agresif di perbatasan.

Bulan lalu, seorang warga negara Kanada kelahiran Maroko mengatakan bahwa ia telah dicecar tentang keyakinan dan pandangannya tentang Donald Trump, saat ia mencoba untuk menyeberang ke Vermont untuk belanja.

Setelah empat jam di perbatasan, ia -- bersama dengan dua anaknya dan sepupunya dewasa, yang semuanya membawa paspor Kanada -- ditolak masuk ke Amerika Serikat.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.