Sukses

Ganti Presiden, Kebijakan AS untuk Indonesia Tidak Banyak Berubah

Indonesia dan Amerika Serikat telah lama menjadi mitra strategis dalam berbagai hal, misalnya pertahanan, pendidikan, dan lingkungan hidup.

Liputan6.com, Jakarta - Pemilihan presiden Amerika Serikat (pilpres AS) tinggal beberapa hari. Pihak Kedubes merencanakan melakukan siaran langsung di @america, Jakarta, pada tanggal 9 November 2016 pagi WIB, bertepatan dengan hari pelaksanaan pada tanggal 8 November 2016 di Amerika Serikat (AS).

Dalam siaran langsung tersebut, pemirsa dapat mengikuti perkembangan perolehan electoral college dari satu negara bagian ke negara bagian lain. Tidak dapat dipungkiri, pemilu kali ini menjadi perhatian dunia.

Banyak pihak yang menduga-duga apa yang akan terjadi dengan kebijakan luar negeri AS sehubungan kemenangan salah satu kandidat.

Namun menurut Chargé D’Affaires (Plt Duta Besar) Kedubes AS Brian McFeeters, secara umum kebijakan luar negeri AS untuk Indonesia tetap melanjutkan kebijakan sebelumnya. 

"Dari sudut pandang seseorang yang bekerja di State Department untuk masalah-masalah kebijakan luar negeri termasuk Indonesia, secara umum kebijakan luar negeri AS merupakan kelanjutan dari kebijakan AS sebelumnya terhadap Indonesia," kata McFeeters dalam sarapan bersama sejumlah media di Jakarta pada Kamis (3/11/2016).

"Dua negara telah lama menjadi mitra strategis dalam berbagai hal, misalnya pertahanan, pendidikan, dan lingkungan hidup. Apalagi dengan hubungan antar warga (people-to-people)," lanjutnya. 

Kebijakan tersebut mendapat dukungan bipartisan, sehingga "Siapapun nantinya yang menjadi presiden AS akan terus memandang Indonesia penting secara bilateral--karena kita memiliki banyak hubungan bilateral--dan juga secara regional, karena Indonesia merupakan pemain penting dalam ASEAN."

Secara global, menurut McFeeters, Indonesia memainkan peranan semakin penting dalam PBB, misalnya dalam tugas penjagaan perdamaian. Demikian juga dengan keanggotaan Indonesia dalam G20.

"Saya ulangi, kami melihat adanya keberlanjutan dan tugas kami di Kedubes adalah untuk memastikan hal tersebut."

Nasib Trans Pasific Partnership (TPP)

Ketika ditanya tentang kerangka kerja sama Trans Pacific Partnership (TPP) yang digagas oleh Presiden Obama, McFeeters mengatakan bahwa kesepakatan itu kemungkinan besar akan diratifikasi oleh Obama sebelum mulainya masa 'lame duck' di Kongres.

Masa 'lame duck' dalam parlemen mengacu kepada masa ketika parlemen baru sudah terpilih, tapi belum resmi memulai kegiatan.

Dua calon presiden AS, Hillary Clinton dan Donald Trump, sama-sama kurang terlalu memandang positif pada gagasan tersebut. Memang banyak nuansa politik selama kampanye yang mempengaruhi pandangan para capres tentang TPP, tapi ada dugaan Kongres akan mendukung kerangka kerja sama tersebut.

TPP sendiri mendapatkan banyak dukungan dari beberapa pihak di AS karena kesepakatan tersebut mencakup sekitar 40 persen volume perdagangan dunia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini