Sukses

Eks FBI: Ini 4 Cara Deteksi Kebohongan Capres AS Saat Debat

Banyak 'kebohongan' dan penyangkalan di debat capres dan cawapres, membuat moderator bingung. Ini tips dari eks agen FBI untuk mendeteksinya

Liputan6.com, New York - Sesuai dengan tradisi politik di Amerika Serikat, debat menjadi bagian dalam pemilu. Tak terkecuali dengan proses pemilihan calon presiden Negeri Paman Sam mendatang.

Debat perdana capres AS, Hillary Clinton dan Donald Trump serta para wakilnya telah berlangsung awal bulan ini. Pada zaman internet di mana informasi tersaji cepat, tetap diperlukan ketepatan untuk mengecek fakta-fakta, apakah argumentasi yang terlontar dari tiap  kandidat benar apa adanya atau bohong belaka.

Debat perdana Hillary versus Trump, hanya ada sedikit fakta yang setengah benar dibanding yang sahih. Kebanyakan justru yang tidak benar, demikian dilansir BBC, Sabtu (8/10/2016).

Demikian juga dengan debat cawapres antara Tim Kaine dan Mike Pence di mana lebih banyak penyangkalan yang terekam oleh kamera, bukannya program.

Debat kedua yang bakal digelar Minggu 9 Oktober 2016 (atau 10 Oktober 2016 WIB) diprediksi akan bikin  para moderatornya -- Martha Raddatz dari ABC dan Anderson Cooper dari CNN --pusing tujuh keliling .

Debat kedua diprediksi berlangsung lebih panas dan 'kasar'. Mereka harus tahu bagaimana menangani dengan tepat pernyataan yang dilontarkan oleh dua kandidat.

Namun, ada satu pria yang bisa memberikan nasihat pada kedua moderator.

Ia adalah Joe Navarro. Pria itu mengaku telah mewawancara 13.000 orang selama ia bekerja sebagai agen FBI. Selama itu pula lah, tak sedikit orang yang mencoba membohonginya.

Sebelum Navarro pensiun pada 2003, ia juga mengajar teknik menginterogasi untuk FBI. Pria itu tahu saat orang yang diwawancara berbohong atau tidak. Berikut 4 petunjuk cara mendeteksi kebohongan dan mengatasinya: 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Memotong Ucapan

 1. Amati Pemilihan Kata dan Bahasa Tubuh

"Kita telah berbohong sejak kecil," kata Navarro. "Sebagai makhluk hidup, kita sangat impresif..."

Ekspresi Capres dari Partai Republik Donald Trump saat mendengarkan debat Capres dari Partai Demokrat, Hillary Clinton pada debat pertama pemilu Amerika Serikat di Hofstra University, Hempstead, New York, Senin (26/09). (AP Photo/David Goldman)

Cara membingkai kalimat mungkin jadi petunjuk apakah kebohongan sedang dilakukan, dan begitu pula cara menyampaikannya.

Pertanyaan yang dilontarkan mungkin akan menyebabkan beberapa jenis ketidaknyamanan psikologis pada penerimanya.

"Tubuh mengungkapkan secara real time ketidaknyamanan psikologis Anda. Apakah mereka mengerutkan bibir? Apakah mereka mulai menyentuh leher?"

Bahasa tubuh para kandidat bisa jadi petunjuk apakah mereka sedang berbohong atau mengungkap kebenaran.

2. Memotong Ucapan

Mula-mula, kata Navarro, ajukan pertanyaan terbuka. "Apa pengalaman Anda tentang ini? Apa pendapat Anda tentang hal itu?," kata pria yang kini berprofesi sebagai penulis dan pembicara publik tersebut.

Navarro menambahkan, tahan informasi yang dimiliki moderator terkait pertanyaan tersebut

"Biarkan mereka untuk mengatakan apa pun yang mereka inginkan, setelah itu, potong pernyataan mereka dengan tajam dan katakan, 'Tidak, itu tidak akurat, yang tidak sesuai dengan kebenaran'."

Dengan memotong mereka dengan tajam, tambah dia, penanya pada dasarnya menembatkan objek dalam ketidaknyamanan psikologis. Lalu, lihat reaksi berikutnya.

3 dari 3 halaman

Jangan Toleransi Kebohongan

3. Tegas pada Kehohongan

"Sebagai wartawan Anda punya tanggung jawab untuk tidak menoleransi omong kosong. Pada sebuah titik, Anda harus tegas bahwa Anda tidak menoleransi hal itu," kata dia.

Katakan dan ingatkan para kandidat, bahwa 'ini adalah sesi serius."

Salah satu nasihat Navarro kepada moderator, ketika para kandidat mulai berbohong, penanya harus bersikeras meminta klarifikasi, bukannya beralih pada pertanyaan atau topik selanjutnya.

Dengan melakukan hal itu niscaya akan mengguncang para kandidat -- yang mencoba untuk mengoceh sebanyak mungkin, menghabiskan waktu yang mereka miliki.

"Tantangan dramatis itu akan berdampak revolusioner," katanya.

4. Emosi Tak Boleh Terpancing

Bagaimanapun yang dihadapi para moderator bukan orang biasa. "Harus diingat, Anda berhubungan dengan individu dengan status tinggi yang narsis, tak biasa ditentang, serta hobi merendahkan orang lain," jelas Navarro.

Capres dari Partai Demokrat, Hillary Clinton menjawab pertanyaan saat debat dengan capres dari Partai Republik Donald Trump pada debat pertama pemilu Amerika Serikat di Hofstra University, Hempstead, New York, Senin (26/09). (AP Photo/David Goldman)

Bahkan, dia menambahkan, kandidat yang dinilai baik sekalipun punya sifat-sifat buruk itu. "Hadapi mereka dengan fakta," kata dia.

Menurut Navarro, moderator harus siap dengan fakta-fakta untuk mengendalikan perdebatan.

Namun, kuncinya, para jurnalis tak boleh dikuasai oleh emosi.  Yang paling tenang akan mengendalikan perdebatan.

"Moderator akan dihakimi seperti halnya para kandidat. Orang-orang kerap mempertanyakan apa yang bisa mereka tangani."

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.