Sukses

UU Keamanan Direvisi, Militer Jepang Kembali 'Agresif'?

Revisi UU Keamanan Jepang akan membuat militer Jepang bisa mengirim pasukan keluar negeri. Pertama kalinya semenjak perang dunia kedua.

Liputan6.com, Tokyo - Parlemen Jepang menyetujui undang-undang kontroversial yang bisa membuat kebijakan negara mereka terhadap keamanan berubah. Majelis Rendah tetap mengetuk palu tanpa mendengar protes dari publik dan para politisi lain.

Perubahan Undang-undang ini memungkinkan militer Jepang untuk berperang di luar negeri untuk pertama kalinya sejak Perang Dunia Kedua.

Meskipun revisi ini memerlukan persetujuan dari Majelis Tinggi, tapi publik memperkirakan UU ini akan lolos.  Perubahan ini sangat tidak populer dan memicu demo besar-besaran di depan Gedung Parlemen, Kamis (16/7/2015).

Perdana Menteri Shinzo Abe telah "memaksakan" revisi ini dilakukan dengan berargumentasi bahwa UU ini penting bagi doktrin militer jepang yaitu pertahanan diri kolektif.

Bereaksi dengan diloloskan UU ini, juru bicara Menteri Luar Negeri China Hua Chunying mempertanyakan Jepang yang telah "melupakan kebijakan pasifik. " Hua meminta Jepang untuk "tetap pada  jalan perdamaian yang benar" yang telah dibangun selama ini untuk kestabilan wilayah, seperti dikutip BBC.

Korsel juga senada dengan China yang mendesak Jepang tetap berkontribusi ke perdamaian dan keamanan regional.

Apa itu pertahanan diri kolektif?

Setelah kalah pada perang dunia kedua, konstitusi Jepang menyebutkan bahwa kekuatan militer tidak bisa sembarang dipakai untuk menyelesaikan konflik kecuali untuk pertahanan diri. Jepang menganut kekuatan militer yang pasif.

Abe membuat perubahan dalam UU yang membuat militer negara matahari terbit bisa memobilisasi tentaranya ke luar negeri dengan syarat Jepang atau sekutumya diserang  Selama 70 tahun militer Jepang melaksanakan apa yang disebut pasifisme militer.

Para penentang sebagian besar walk-out dari gedung parlemen bahkan sebelum majelis ambil suara.

Salah seorang demonstran kepada BBC mengatakan bahwa Abe tidak mengerti konstitusi Jepang secara keseluruhan.  "Saya marah terhadap revisi UU dan PM Abe. Ia tidak mengerti bahwa revisi ini bertentangan dengan konstitusi Jepang," kata Jinshiro Motoyama.

Para ahli juga berpendapat peran serta Jepang dalam kancah internasional memungkinkan Jepang mengirim pasukan ke daerah perang. Hal ini mengkhawatirkan karena bisa saja serdadu Jepang tertawan di negara lain. (Arie/Yus)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.