Sukses

Hari Ini Presiden Yudhoyono ke Ambalat

Jajaran TNI diminta bersiaga di kawasan Ambalat, Laut Sulawesi untuk mengantisipasi situasi yang terus memanas. Total wilayah Indonesia yang diambil Malaysia mencapai luas 15.235 kilometer persegi.

Liputan6.com, Jakarta: Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta Panglima TNI Jenderal TNI Endriartono Sutarto dan jajaran TNI bersiaga menjaga perairan Ambalat di Laut Sulawesi menyusul memanasnya situasi di sana. Permintaan tersebut disampaikan SBY usai memimpin rapat di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Ahad (7/3) petang. Senin ini, Presiden dijadwalkan berangkat ke Ambalat untuk meninjau daerah yang tengah disengketakan Indonesia dan Malaysia serta memeriksa kesiapan pengamanan di perbatasan kedua negara.

Endriartono Sutarto mengatakan, Presiden juga memerintahkan untuk menyiagakan empat pesawat tempur jenis F-16 di wilayah Kalimantan. Pesawat akan ditempatkan di Lapangan Udara Sepinggan, Balikpapan, Kalimantan Timur, sebelum kemudian menggelar patroli bersama dengan lima kapal perang RI (KRI) TNI Angkatan Laut yang kini telah berada di perairan Ambalat [baca: Empat F-16 Disiagakan untuk Ambalat]. "Kita ingin selesaikan masalah secara diplomatik. Sementara kapal disiapkan sebagai bagian dari menjaga kedaulatan negara," kata Endriartono.

Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Widodo A.S mengungkapkan hal senada, Indonesia ingin menilai secara seimbang dan membuka jalur perundingan diplomatik. Sementara Menteri Luar Negeri Hasan Wirajudha mengaku khawatir sikap Malaysia menerobos wilayah perairan Indonesia akan memicu kontra antarpemerintah atau antarmasyarakat. "Respons emosional pasti muncul jika sudah membicarakan kedaulatan negara," ujar Menlu Hassan.

Sekadar mengingatkan, situasi di Ambalat memanas setelah Petronas memberikan konsesi eksplorasi pertambangan di Blok ND7 dan ND6 di Laut Sulawesi kepada PT Shell, 16 Februari 2005. Padahal Pertamina dan Petronas sudah lama saling mengklaim hak atas sumber minyak dan gas di Laut Sulawesi dekat Tawau, Sabah yang dikenal dengan East Ambalat [baca: Kapal Perang Indonesia Bersiaga di Laut Sulawesi]. Kedua perusahaan minyak dan gas itu sama-sama menawarkan hak eksplorasi ke perusahaan asing. Blok Ambalat diperkirakan memiliki kandungan 421,61 juta barel minyak dan gas 3,3 triliun kaki kubik.

Kapal-kapal perang yang berpatroli di perbatasan perairan Indonesia-Malaysia dipastikan dalam kondisi prima. Hal tersebut disampaikan Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana Madya Slamet Soebijanto saat meninjau KRI Wiratno-879 yang merapat di Pelabuhan Malundung, Tarakan, Kalimantan Timur, Ahad pagi. Saat ini di Ambalat juga bersiaga KRI Nuku-873, KRI Rencong-622, dan KRI KS Tubun. Kekuatan armada laut ditambah oleh dua pesawat intai maritim jenis Nomad milik TNI AL dan sebuah pesawat intai maritim jenis Boeing 737 milik TNI AU.

KRI Wiratno yang digunakan sebagai Pangkalan Aju (pangkalan terdepan) akan kembali diberangkatkan hari ini ke perairan Ambalat dan Karang Unarang. Kapal ini dilengkapi empat torpedo antikapal selam dan meriam 30 milimeter antikapal selam serta serangan udara. Menurut KSAL Slamet, kapal tersebut dipersiapkan jika terjadi kontak fisik dengan pasukan Malaysia. Kekuatan persenjataan perlu diperlihatkan untuk menunjukkan Indonesia siap mempertahankan wilayah kedaulatan.

Berdasarkan data terakhir Dinas Hidrologi dan Oseanografi TNI AL, Malaysia semula mengklaim memiliki wilayah perairan Indonesia lebih dari 70 mil dari batas pantai Pulau Sipadan dan Ligitan. Belakangan Malaysia memperluas wilayahnya sampai sejauh dua mil. Dengan demikian, total luas wilayah Indonesia yang telah "dicaplok" Malaysia adalah 15.235 kilometer persegi. Adapun titik awal penarikan garis batas pengakuan dimulai dari garis pantai Pulau Sebatik, Kaltim.

Salah satu bukti kesewenang-wenangan Malaysia yang lain adalah mencantumkan kawasan Karang Unarang ke dalam wilayah perairan Malaysia pada peta terbaru yang dikeluarkan pemerintahan pimpinan Perdana Menteri Datuk Seri Abdullah Ahmad Badawi. Padahal selama ini Karang Unarang berada di kawasan Indonesia.

Pengakuan tersebut kontan ditolak Indonesia. Alasannya, Malaysia bukan negara kepulauan dan hanya berhak atas 12 mil dari garis batas pantai Pulau Sipadan dan Ligitan. Patut diketahui, konsep Wawasan Nusantara atau status Indonesia sebagai negara kepulauan telah diakui dalam Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1982 (UNCLOS 1982).

Kepala Staf Gugus Tempur Armada RI Kawasan Timur Kolonel Laut Marsetio pun menjelaskan, klaim terbaru dari Malaysia itu telah dilaporkan kepada KSAL Slamet. Hingga kini, pemerintah RI juga tetap meneruskan pembangunan rambu suar pesanan Departemen Perhubungan di Karang Unarang yang sempat tersendat.(KEN/Tim Liputan 6 SCTV)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.