Sukses

Menilik Geliat Posdilan 7 Malang, Posyandu Disabilitas Pertama di Indonesia

Posyandu Disabilitas adalah layanan kesehatan berbasis kebutuhan ragam disabilitas dan bersumber daya masyarakat.

Liputan6.com, Jakarta Penyandang disabilitas memiliki hak untuk mendapatkan layanan kesehatan primer seperti masyarakat pada umumnya. Hal ini melatarbelakangi berdirinya Posyandu Disabilitas di Malang, Jawa Timur.

Posyandu Disabilitas adalah layanan kesehatan berbasis kebutuhan ragam disabilitas dan bersumber daya masyarakat. Posyandu Disabilitas ada di tingkat desa dan layanannya diberikan secara gratis.

Dengan begitu, layanan ini terjangkau dan mudah diakses oleh penyandang disabilitas yang tinggal di desa.

Posyandu Disabilitas digagas oleh Lingkar Sosial (Linksos), sebuah organisasi yang aktif menyuarakan isu-isu disabilitas.

Menurut Ketua Pembina Linksos, Ken Kertaning Tyas, Posyandu Disabilitas pertama kali dikembangkan di Desa Bedali, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang.

Posyandu Disabilitas di Desa Bedali diberi nama Posdilan 7 atau Posyandu Disabilitas dengan layanan tujuh meja.

“Kenapa dinamai Posdilan 7? Karena pelayanannya melalui tujuh meja,” kata pria yang karib disapa Ken kepada Disabilitas Liputan6.com melalui sambungan telepon, Sabtu, 14 Oktober 2023.

Dia pun menjelaskan layanan tujuh meja yang dimaksud, meliputi:

Meja Satu

Meja pelayanan nomor satu adalah pendaftaran. Di sini, calon pasien dapat mendaftar kepada petugas posyandu.

Petugas pelayanan yang mengurus bagian pendaftaran biasanya merupakan kader yang telah mendapatkan pelatihan.

Meja Dua

Meja pelayanan kedua adalah pengukuran tinggi badan dan penimbangan berat badan. Seperti di meja pendaftaran, petugas pelayanan Posyandu Disabilitas di meja ini adalah warga masyarakat atau kader yang telah mendapatkan pelatihan.

2 dari 4 halaman

Pelayanan Posdilan 7 Meja Berikutnya

Meja Tiga

Di meja pelayanan ketiga, kader terlatih melakukan pencatatan soal kondisi pasien.

Meja Empat

Selanjutnya, meja pelayanan keempat adalah KIE atau Komunikasi, Informasi dan Edukasi. Petugas meja ini adalah tenaga kesehatan.

Bentuk pelayanan di meja ini meliputi konsultasi kesehatan, informasi program Puskesmas, serta penyuluhan.

Meja Lima

Meja pelayanan kelima adalah layanan kesehatan sesuai kebijakan setempat. Umumnya layanan di meja ini adalah pemeriksaan tekanan darah dan pemeriksaan lainnya.

Selanjutnya jika diperlukan, akan diberikan rujukan. Namun, di beberapa tempat, Posyandu Disabilitas telah menyediakan dokter dan obat-obatan.

3 dari 4 halaman

Meja 6 dan 7

Pelayanan Posyandu Disabilitas tidak berhenti di meja kelima, ada pula meja-meja berikut:

Meja Enam

Di meja pelayanan keenam, layanan yang diberikan adalah terapi. Di beberapa Posyandu Disabilitas yang telah bekerja sama dengan rumah sakit, terdapat beberapa terapi kesehatan disabilitas. Diantaranya fisio terapi, terapi wicara, terapi okupasi, konseling, dan parenting.

Meja Tujuh

Terakhir, meja pelayanan ketujuh adalah pemberdayaan melalui berbagai pelatihan keterampilan.

Teknis pelaksanaan meja tujuh di awal berupa asesmen melalui pendataan bakat, minat, dan kebutuhan pelatihan. Di tahap berikutnya adalah penerapan pelatihan yang dibutuhkan.

4 dari 4 halaman

Perkembangan Posyandu Disabilitas di Malang

Posyandu Disabilitas mulai dikembangkan sebelum pandemi COVID-19 yakni pada 2019. Hingga kini, Posyandu Disabilitas berkembang di beberapa kota/kabupaten khususnya di Malang Raya, Jawa Timur. 

“Terdapat lima Posyandu Disabilitas di Kabupaten Malang dan satu Posyandu Disabilitas di Kota Malang. Setiap posyandu memiliki tujuh orang kader sesuai dengan jumlah meja pelayanan,” kata Ken.

Setelah adanya Posyandu Disabilitas, beberapa perubahan yang dirasakan antara lain:

  • Penyandang disabilitas mendapat kemudahan untuk mengakses layanan terapi.
  • Meningkatkan kesehatan masyarakat karena selama ini penyandang disabilitas jika sakit tidak ke mana-mana, hanya meminum obat warung.
  • Mengurangi hambatan mobilitas disabilitas dalam mendapat layanan kesehatan karena Posyandu Disabilitas menyediakan kendaraan antar jemput dari rumah ke posyandu dan sebaliknya.
  • Keluarga disabilitas menjadi lebih terbuka, tidak menyembunyikan anggota keluarga yang difabel.
  • Masyarakat jadi lebih tahu tentang disabilitas dan tidak lagi menganggapnya sebagai orang sakit.
  • Para kader jadi bisa lebih mudah mengajukan anggaran kegiatan kepada pemerintah daerah.

“Jadi dampaknya sangat luas, bukan hanya di bidang sosial tapi juga layanan publik,” pungkas Ken.