Liputan6.com, Jakarta - Sekolah Luar Biasa atau SLB masih memiliki berbagai tantangan yang kompleks. Menurut Menteri Sosial Tri Rismaharini tantangan ini terutama terlihat pada SLB yang ada di daerah.
Mulai dari kurang mendapatkan atensi hingga kurangnya penanganan yang diberikan kepada anak penyandang disabilitas.
Baca Juga
Terkait hal tersebut, Risma memastikan pihaknya berupaya memenuhi hak dan perlindungan penyandang disabilitas termasuk hak mendapat pendidikan.
Advertisement
“Kemensos siap memperkuat peran kelembagaan Sekolah Luar Biasa (SLB) melalui kerja sama dengan kementerian terkait,” kata Risma mengutip keterangan resmi di laman Kemensos, Rabu (20/9/2023).
Risma juga mengusulkan adanya kerja sama dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) serta Kementerian Agama (Kemenag).
Ia berharap, kerja sama ini dapat meningkatkan efektivitas pengembangan kapasitas siswa SLB.
Tak lupa, dia juga meluruskan pernyataan soal ingin mengambil alih SLB dari Kemendikbudristek dan Kemenag.
“Terus terang, saya tidak di tataran mengambil alih (SLB) karena pasti biayanya sangat besar. Tapi, pada bidang-bidang tertentu, misalkan life skill (keterampilan), kami bisa bantu. Kemensos bisa turun di situ. Jadi, di sekolah, selain dia belajar seperti anak-anak lain, ada life skill juga yang kita bisa berikan,” kata Risma di Jakarta, Senin, 18 September 2023.
Awal Isu Ambil Alih SLB oleh Kemensos Merebak
Wacana soal Kemensos ingin ambil alih SLB ini mengemuka saat agenda rapat kerja Risma bersama Komisi VIII di Kompleks Parlemen, Kamis, 14 September lalu.
Mensos sempat mengutarakan maksud ingin berdiskusi dengan Mendikbudristek Nadiem Makarim dan Menag Yaqut Cholil Qoumas terkait penanganan anak-anak di SLB.
Topik ini disampaikan pada raker oleh anggota Komisi VIII DPR Nanang Samodra. Anggota Fraksi Demokrat ini menguraikan tantangan pemenuhan kebutuhan penyandang disabilitas di Kabupaten Lombok Utara.
Advertisement
Anak Disabilitas Butuh Pendekatan Spesifik
Atas pernyataan Nanang, Risma juga memiliki pandangan senada. Ia berpendapat, penyandang disabilitas memiliki kebutuhan khusus yang dalam tataran tertentu, membutuhkan pendekatan spesifik.
Usulannya untuk bekerja sama dengan kementerian terkait, dimaksudkan untuk mengoptimalkan pemenuhan kebutuhan dan hak-hak mereka.
Namun, lantaran Kemensos tidak bisa masuk sampai ke ranah pendidikan, Risma mengatakan pihaknya akan membantu mendampingi anak sesuai dengan kebutuhan disabilitasnya.
Risma berniat memasukkan kurikulum yang mengajarkan siswa disabilitas agar lebih mandiri dan mendampingi mereka hingga berdaya ketika lulus pendidikan. “Saya ingin anak-anak di SLB itu, saat dia keluar (lulus pendidikan), dia punya keterampilan, bagaimana mereka bisa mandiri, minimal untuk kegiatan dia sendiri. Sebab, penanganan terhadap setiap anak berbeda, mereka memerlukan treatment masing-masing, tidak bisa disamaratakan,” ujarnya.
Anak Disabilitas Butuh Dibekali Keterampilan Melanjutkan Hidup
Jika dibandingkan dengan penanganan sentra dan sentra terpadu milik Kemensos, lanjutnya, anak-anak penyandang disabilitas yang putus sekolah atau tidak melanjutkan sekolah telah dilatih keterampilannya sebagai bekal melanjutkan hidup.
Sehingga, terkait kerja sama ini, Risma berfokus pada upaya penanganan anak-anak disabilitas agar lebih maksimal lagi.
“Karena sebetulnya, kalau kita tangani dengan benar, banyak dari mereka yang berdaya. Kita banyak contohnya, yang kita ajari activity daily living-nya, kita latih life skill-nya hingga mereka berdaya dan mampu melanjutkan hidup dari hasil pengembangan kapasitasnya,” pungkasnya.
Advertisement