Sukses

Stunting Bisa Picu Disabilitas, Pendampingan Ibu Hamil dan Kontrasepsi Turunkan Risiko Gagal Tumbuh

Stunting sebetulnya dapat dicegah sebelum masa kehamilan. Bahkan, risiko stunting masih bisa dikurangi saat ibu sudah hamil.

Liputan6.com, Jakarta Stunting tak hanya membuat anak lahir dengan tubuh pendek tapi juga bisa memengaruhi kemampuan kognitifnya.

Menurut Kementerian Kesehatan, stunting dapat menimbulkan masalah yang tidak bisa diubah seperti disabilitas mental, intelektual dan fisik.

Kondisi ini sebetulnya dapat dicegah sebelum masa kehamilan. Bahkan, risiko stunting masih bisa dikurangi saat ibu sudah hamil. Upaya yang dapat dilakukan adalah pendampingan ibu hamil dan deteksi awal.

Pendampingan ibu hamil oleh Tim Pendamping Keluarga (TPK) penting dilakukan untuk mendeteksi di awal apakah seorang ibu dalam kondisi sehat.  Deteksi dini ini bertujuan mengurangi risiko lahirnya anak-anak stunting.

Hal ini disampaikan Plt. Kepala Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas), Sumatera Utara, dr. Gunawan P. Sinaga.

Menurutnya, setelah melakukan pendampingan, TPK harus segera melaporkan kondisi ibu yang didampingi ke aplikasi Elektronik Siap Nikah dan Hamil (elsimil) yang pelaporannya masih sangat rendah saat ini. Di kabupaten tersebut, jumlah TPK saat ini sebanyak 492 orang.

Dengan pelaporan tersebut, maka kesehatan ibu hamil dapat terpantau dan dapat segera ditangani jika ada masalah selama kehamilan.

Perkuat Peran Pemerintah Daerah dan Bidan

Guna melancarkan aksi pencegahan dan penurunan stunting seperti pendampingan ibu hamil dan deteksi awal, maka peran pemerintah daerah dan bidan perlu diperkuat.

“Untuk menekan angka stunting, salah satu upaya yang dilakukan adalah melalui pendampingan ibu hamil dan pasca persalinan. Dalam pendampingan dipantau tumbuh kembang janin, kesehatan ibu, gizi yang diasup,” kata Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)  Jawa Timur, Maria Ernawati dalam keterangan pers dikutip, Senin (11/9/2023).

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Pengenalan Alat Kontrasepsi pada Ibu Hamil

Selanjutnya, pada trimester pertama mulai diinformasikan tentang alat kontrasepsi yang bisa digunakan pasca persalinan.

“Konseling berkelanjutan tersebut dilakukan dengan harapan usai melahirkan ibu pulang ke rumah sudah ber-KB. Sehingga ibu bisa fokus merawat bayinya,” ujar Maria.

Kontrasepsi menjadi salah satu upaya pencegahan stunting dengan mencegah kehamilan dengan jarak yang terlalu dekat. Seperti diketahui, jarak kehamilan terlalu dekat bisa meningkatkan risiko stunting pada anak kedua dan kurangnya perhatian pada anak pertama.

Dia menambahkan, pendampingan yang dimulai dari calon pengantin (catin), ibu hamil sampai melahirkan adalah hal yang sangat penting.

3 dari 4 halaman

Pendampingan dan KB Bikin Angka Stunting Turun

Berdasarkan data elsimil per 4 September 2023, sebanyak 1.451.582 ibu hamil dan ibu pasca melahirkan di Jawa Timur telah mendapat pendampingan TPK.

Sementara, berdasarkan Sinkronisasi Basis Data Keluarga (SIGA), Peserta KB Aktif (PA Modern) di Jawa Timur sebanyak 4.309.286 akseptor, dengan jumlah KB MKJP (Metode Kontrasepsi Jangka Panjang) 885.694 akseptor.

Menurut Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), angka stunting di Jawa Timur mengalami penurunan dari 23,5 persen di tahun 2021 menjadi 19,2 persen di tahun 2022. Targetnya, prevalensi stunting dapat mencapai target nasional 14 persen di 2024.

4 dari 4 halaman

Tips Tingkatkan Cakupan KB

Dalam keterangan yang sama, dokter kandungan Henri Sulistiyanto menyampaikan tips dan trik meningkatkan cakupan KB pasca persalinan.

Trik dan tips ini bisa dilakukan para pengelola program dan petugas pendamping saat memberikan konseling kepada ibu hamil dan pasca melahirkan.

Menurut Henri, keikutsertaan KB pasca persalinan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Di antaranya cara menyampaikan pengetahuan kepada ibu.

“Kita harus bisa memposisikan diri kita sebagai sahabat ibu yang baru saja melahirkan. Kita dengarkan keluh kesahnya, dan kita coba pahami kebutuhan ber-KB nya seperti apa, agar saran yang kita berikan dapat diterima. Jangan memposisikan diri sebagai seseorang yang lebih tinggi,” ungkap Henri.

Dukungan orang-orang sekitar juga berpengaruh dalam pengambilan keputusan. “Libatkan suami dan orang-orang terdekat atau anggota keluarga yang memiliki pengaruh dalam pengambilan keputusan ibu dalam proses konseling,” imbuhnya. 

Lebih lanjut Henri menyebut bahwa pengetahuan ibu soal KB juga penting untuk menentukan sikapnya dalam ber-KB.

“Pengetahuan berpengaruh dalam menentukan sikap seseorang dalam berperilaku. Menurut teori perubahan perilaku, dibutuhkan waktu enam bulan agar seseorang dapat mengubah perilaku sesuai dengan pengetahuan yang diterima. Pengetahuan seseorang juga dapat mengubah sikap seseorang,” pungkas Henri.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.