Sukses

Rentan Terpapar, Ini Permasalahan Anak Penyandang Disabilitas di Masa COVID-19

Deputi Bidang Perlindungan Anak Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Nahar, SH, M.Si menyampaikan 3 permasalahan anak penyandang disabilitas dalam masa COVID-19.

Liputan6.com, Jakarta Deputi Bidang Perlindungan Anak Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Nahar, SH, M.Si menyampaikan tiga permasalahan anak penyandang disabilitas dalam masa COVID-19.

Ketiga permasalahan tersebut yakni risiko tinggi terpapar COVID-19, terbatasnya akses informasi yang inklusif, dan terhambatnya perkembangan.

Anak dengan disabilitas terutama disabilitas berat yang membutuhkan pendamping dalam menjalani aktivitas sehari-hari rentan terkena COVID-19. Pasalnya, walau anak tersebut hanya berdiam diri di rumah, tapi pendampingnya bisa saja membawa virus.

“Anak-anak yang sangat tergantung pada pendamping harus diperhatikan betul dan pendampingnya juga harus memahami betul protokol kesehatan karena bisa menularkan COVID-19,” ujar Nahar dalam webinar Kemen PPPA ditulis Rabu (27/1/2021).

Permasalahan kedua, anak disabilitas memiliki keterbatasan dalam mengakses informasi jika media penyampaiannya tidak disesuaikan dengan kebutuhan pribadinya. Misal, bagi penyandang tuli, juru bahasa isyarat (JBI) sangat dibutuhkan agar pesan bisa disampaikan.

Jika informasi tidak tersampaikan dengan baik maka risikonya anak tidak dapat mengikuti rekomendasi atau protokol perlindungan diri.

Simak Video Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Terhambatnya Perkembangan

Pandemi COVID-19 juga dapat memicu timbulnya masalah hambatan perkembangan. Ini berkaitan dengan penutupan layanan tumbuh kembang anak seperti sekolah dan tempat terapi.

Jika seorang anak disabilitas menghentikan pelatihan, terapi, dan sekolahnya maka anak tersebut akan cenderung lupa dengan hal-hal yang diajarkan. Kemungkinan anak akan berhenti di level tertentu atau bahkan mengalami kemunduran.

Sedang, bagi anak disabilitas, berbagai terapi seperti terapi okupasi, fisioterapi, terapi wicara, dan terapi lainnya harus dilakukan secara berkelanjutan.

Dalam hal ini orangtua memiliki peran untuk mempertahankan dan melakukan terapi sendiri pada anak di rumah. Tentunya hal ini dapat dilakukan berdasarkan konsultasi via daring dengan terapis yang biasa menanganinya. 

3 dari 3 halaman

Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.