Sukses

Penyandang Disabilitas Aceh Kembali Meniti Asa di Atas Kaki Palsu

Secercah harapan bagi Tamam, ayah tujuh anak yang menjadi penyandang disabilitas karena kondisi kakinya tak lagi sempurna mulai terlihat.

Liputan6.com, Aceh - Tamam (37), pria penyandang disabilitas asal Subussalam, duduk paling belakang di sebuah tenda pekarangan Dinas Sosial (Dinsos) Aceh. Di tangannya memegang kertas biodata untuk mengantre menunggu giliran mengukur kaki palsu.

Secercah harapan bagi Tamam, ayah tujuh anak yang menjadi penyandang disabilitas karena kondisi kakinya tak lagi sempurna mulai terlihat.

Meski harus menempuh perjalanan selama 11 jam dari kampung halamannya melalui jalur darat, rasa lelah itu sirna saat meniti asa agar bisa berjalan dengan bantuan kaki palsu.

Sebelum diamputasi sekitar satu tahun lalu, Tamam berkisah hanya ada bintik hitam di pahanya. Lalu terjadilah infeksi hingga ia tak bisa berjalan normal. Saran dokter saat itu, kakinya harus diamputasi.

"Dokter pesan terakhir hanya jangan merokok, cek gula juga tidak ada," jelasnya.

Tamam mengaku, sebelum kaki kirinya diamputasi berprofesi sebagai petani dan buruh. Namun karena kakinya setahun lalu ada bintikan hitam, hingga terjadi luka dan akhirnya harus diamputasi.

"Baru empat bulan ini selesai amputasi. Kata dokter ini bintikan hitam itu karena merokok, jadi infeksi dan harus diamputasi," ujar Tamam.

Saat itu, tak ada pilihan lain untuk menyelamatkan jiwanya. Tamam pun harus rela kehilangan salah satu anggota tubuhnya dan menjadi disabilitas.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Harapan Datang

Sejak kejadian itu, untuk beraktivitas Tamam harus menggunakan tongkat. Dia harus rela kehilangan pekerjaan sebagai buruh tani yang membutuhkan tumpuan kakinya. Padahal, ada tujuh buah hati menanti nafkah darinya.

Dia merasakan kehilangan kaki dan menjadi seorang disabilitas telah mengubah kehidupannya. Selain kehilangan anggota tubuhnya, Tamam juga kehilangan pekerjaan.

Hingga akhirnya secerah harapan datang. Ia mendapat informasi ada bantuan kaki palsu dari pemerintah Aceh.

"Perasaan hatiku senanglah, sudah tertolong. Ini yang pertama saya buat, sebelumnya pakai tongkat," kata Tamam.

Harapannya dengan adanya kaki palsu ini bisa membantunya untuk beraktivitas secara normal kembali. Meskipun, ia akui tak lagi bisa bekerja berat seperti dulu. Tapi setidaknya bisa berjalan tanpa menggunakan tongkat.

 

3 dari 4 halaman

Buat Kaki Palsu Tak Mudah

Sekretaris Dinas Sosial Aceh Devi Riansyah mengaku pengukuran kaki palsu merupakan kerja sama antara Dinsos Aceh dengan lembaga Kasih Tuna Daksa dari Jakarta.

Lembaga ini nantinya yang akan mengukur dan membuat kaki palsu tersebut. Sehingga, penerima manfaat nantinya bisa mempergunakan bantuan ini untuk beraktivitas.

Petugas dari lembaga Kasih Tuna Daksa memanggil nama penerima manfaat satu persatu. Setiap penerima diukur menggunakan poligit, yaitu perban berwarna dan berbubuk putih.

Ploigit itu lalu dibasuh dengan air, saat dililitkan ke kaki penerima yang nantinya akan membentuk sesuai dengan ukuran kaki masing-masing.

Poligit yang sudah terbentuk kaki penerima, lalu diukur tinggi dan juga diameternya. Setiap poligit yang sudah berbentuk, dituliskan nomor dan ukuran masing-masing untuk kemudian dicetak.

Devi Riansyah mengaku pembuatan kaki palsu ini butuh keahlian khusus. Karena, kaki palsu tidak ada dijual di pasaran dengan ukuran yang telah disediakan, tetapi harus diukur dan dicetak khusus agar penerima manfaat bisa mempergunakan dengan baik.

"Butuh sertifikasi khusus membuat kaki palsu. Atas rekomendasi Kementerian Sosial RI, kita bekerja sama dengan lembaga Kasih Tuna Daksa dari Jakarta," kata Devi Riansyah.

 

4 dari 4 halaman

Banyak Penerima Manfaat Kaki Palsu

Menurut Devi Riansyah, penerima manfaat bantuan kaki palsu ini datang dari 17 kabupaten atau kota di Aceh. Mereka mendaftar di dinsos kabupaten atau kota masing-masing dan diusulkan ke Provinsi Aceh.

Pada 2019 ini diberikan secara gratis sebanyak 100 kaki palsu dan tahun lalu juga dengan jumlah yang sama.

"Setiap tahun kita sediakan 100 kaki dan tangan palsu yang membutuhkan," ucap Devi Riansyah.

Setelah pengukuran, kata dia, penerima manfaat harus menunggu selama dua minggu proses pembuatan. Setelah itu akan dipanggil lagi ke Banda Aceh untuk pemasangan dan latihan untuk berjalan.

"Termasuk bagaimana cara merawat dan menggunakan kaki palsu itu," kata Devi Riansyah.

Dia berharap nantinya kaki palsu itu dirawat oleh para penerima manfaat seperti merawat tubuh sendiri. Karena, kata Devi, dengan ada alat bantu kaki palsu bisa membantu beraktivitas seperti semula.

"Waktu pemasangan akan diberitahukan juga bagaimana cara merawat, agar alat ini awet dan tahan lama," ucap Devi.

Devi mengatakan, perlu diukur karena bentuk dan ukuran kaki palsu berbeda-beda, termasuk harganya. Harga kaki palsu kisaran Rp 6 juta hingga Rp 12 juta per buah.

"Ini tergantung ukuran, ada yang harus dibikin sampai ke pinggang, ada juga hanya tapak kaki saja, harganya beda-beda," jelas Devi.

 

Reporter : Afif

Sumber : Merdeka

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.