Sukses

Tak Mudah, Ini 7 Alasan Mengapa Orang Sulit Meninggalkan Hubungan yang Abusive

Ternyata ada banyak alasan kenapa seseorang sulit beranjak dari abusive relationship

Liputan6.com, Jakarta - Sebagai seseorang yang peduli dengan sahabatnya, tentu Anda tidak akan tinggal diam jika salah satu teman mengalami abusive relationship atau hubungan yang penuh dengan kekerasan. Bisa jadi Anda akan menyarankan mereka untuk berpisah dan meninggalkan pasangannya dan memulai cerita baru.

Namun sayangnya, saat Anda mengatakan hal tersebut, mereka tidak bisa meninggalkan pasangannya begitu saja. Sebab, kenyataannya tidak sesederhana yang dipikir. Bukan hanya karena Anda tidak berada di posisinya dan belum pernah merasakan hal tersebut, tapi kenyataannya hubungan ini memang terasa sulit bagi mereka.

Meninggalkan hubungan yang penuh kekerasan adalah proses yang menakutkan, rumit, dan membebani. Mereka mungkin saja sebenarnya sudah mencoba meninggalkan hubungan abusive beberapa kali sebelum akhirnya mampu mengakhiri hubungan dan melarikan diri. Namun, nyatanya belum benar-benar bisa melepaskan hubungan ini.

Nah, ada beberapa alasan menapa seseorang sulit untuk meninggalkan hubungan yang penuh kekerasan, seperti melansir dari Very Well Mind, Rabu (30/8/2023).

1. Berharap Segalanya Akan Menjadi Lebih Baik

Orang tersebut mungkin masih peduli dengan pasangannya atau berharap segalanya akan menjadi lebih baik. Seperti misalnya, pasangannya mungkin telah berjanji bahwa mereka akan berubah dan meminta kesempatan lagi.

Namun, hal ini termasuk pada salah satu bentuk pelecehan. Pelecehan seringkali bersifat siklus dan fase pelecehan dapat diikuti dengan fase bulan madu atau honeymoon phase di mana segala sesuatunya tampak luar biasa. Akan tetapi, fase bulan madu bisa menipu dan dapat menyebabkan kejadian pelecehan lainnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

2. Sedang Dimanipulasi atau Mengalami Gaslighting

Orang tersebut mungkin merasa bingung, mempertanyakan kenyataan yang mereka alami. Lalu, bertanya-tanya apakah mereka bertanggung jawab atas pelecehan yang mereka alami, dan merasa tidak mampu melakukannya sendiri setelah pelaku kekerasan mungkin membuat mereka merasa tidak berdaya, tidak berharga, dan tidak berdaya.

Hal ini membuat mereka sulit mengumpulkan kepercayaan diri untuk melepaskan hubungan ini.

3. Mempunyai Trauma Masa Lalu

Orang yang telah mengalami trauma atau pelecehan seumur hidup mungkin mengalami respons yang membekukan atau disosiatif. Di mana mereka mati rasa dan tidak mampu memproses apa yang terjadi. Hal ini dapat membuatnya lebih sulit bersikap responsif ketika pelecehan terjadi.

4. Mendapatkan Ancaman

Orang yang melakukan kekerasan mungkin mengancam akan menyakitinya jika dia mencoba untuk pergi. Ancaman tersebut bahkan dapat meluas ke anggota keluarga, teman, atau hewan peliharaannya.

3 dari 4 halaman

5. Ketergantungan secara Finansial

Orang tersebut mungkin tidak memiliki penghasilan atau tabungan. Bisa juga karena pasangannya mungkin memiliki kendali atas keuangannya. Mereka mungkin tidak memiliki akses terhadap uang tunai, kartu, atau rekening bank.

6. Tidak Mau Mengaku Telah Dianiaya

Seseorang yang pernah mengalami pelecehan mungkin merasa takut atau malu untuk mengakuinya kepada orang lain. Fakta bahwa para korban seringkali disalahkan karena mengalami pelecehan tidaklah membantu.

Akan lebih sulit lagi bagi orang tersebut untuk menyebutkan nama pelaku kekerasan jika pelaku kekerasan adalah orang yang berkuasa atau orang yang disukai di masyarakat.

7. Mengalami Kesulitan Hukum

Orang tersebut mungkin telah mencoba untuk meminta bantuan, namun pihak berwenang mungkin menganggapnya sebagai perselisihan biasa. Atau, orang tersebut mungkin mengalami kompromi hukum dalam beberapa hal, sehingga menyulitkan mereka untuk meminta bantuan kepada pihak berwenang.

4 dari 4 halaman

Jika Anda Korban Abusive Relationship

Jika Anda berada dalam hubungan yang penuh kekerasan dan berpikir untuk pergi, berikut beberapa faktor yang perlu diingat:

  • Itu bukan salah Anda

Pasangan Anda mungkin telah meyakinkan Anda bahwa Anda bertanggung jawab atas situasi tersebut atau bahwa Anda pantas mendapatkannya. Anda mungkin berpikir bahwa terserah pada Anda untuk memperbaiki keadaan atau semuanya akan baik-baik saja jika Anda bisa menjadi pasangan yang lebih baik. Ingatlah bahwa ini bukan kesalahan Anda dan Anda tidak bertanggung jawab atas tindakan pelaku kekerasan.

  • Pelecehan bukanlah cinta

Pasangan Anda mungkin meyakinkan Anda bahwa pelecehan, kecemburuan, atau upaya untuk mengontrol Anda adalah caranya menunjukkan cinta atau hasratnya. Namun, hubungan yang penuh kekerasan bukanlah hal yang sehat dan normal. Cinta membutuhkan saling peduli dan menghormati.

  • Pelecehan seringkali meningkat

Kekerasan yang dilakukan oleh pasangan intim seringkali meningkat dan menjadi lebih buruk. Meskipun awalnya berupa pelecehan emosional, hal ini dapat berkembang menjadi kekerasan fisik yang semakin buruk di setiap episodenya. Anda harus meninggalkan situasi tersebut segera setelah Anda dapat melakukannya dengan aman.

  • Anda tidak bertanggung jawab atas pelaku kekerasan

Jika Anda peduli dengan pelaku kekerasan, Anda mungkin mencoba meyakinkan mereka untuk mendapatkan bantuan atau berpikir bahwa Anda harus tetap bersama mereka jika mereka berusaha menjadi lebih baik.

Pelaku kekerasan terkadang memanipulasi pasangannya agar tetap tinggal dengan mengancam akan menyakiti diri sendiri atau membuat pasangannya merasa tidak mampu melakukannya sendiri.

Namun, Anda tidak berutang apa pun kepada mereka, dan Anda harus memprioritaskan keselamatan dan kesejahteraan Anda di atas keselamatan dan kesejahteraan mereka.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.