Sukses

Survei Prediksi 2023 Dipenuhi Awan Hitam dan Ketidakstabilan

Perang Rusia-Ukraina dan Tiongkok-Amerika, resesi ekonomi, aliansi, serta ancaman demokrasi mengancam kehidupan dunia di 2023.

Liputan6.com, Jakarta - Tinggal menghitung hari menuju 2023, tetapi nampaknya dunia tidak akan berjalan ke arah yang lebih baik dari sebelumnya. Dunia berada di tengah-tengah periode yang tidak menentu. 

Meningkatnya ketegangan geopolitik dan volatilitas ekonomi global, dunia dalam keadaan tidak stabil di masa yang akan datang. 

Hal ini terjadi karena ada pergeseran kekuasaan dalam sistem internasional yang semakin terfragmentasi ditambah adanya multilateralisme dengan segudang tekanannya.  

Dinamika strategis yang paling signifikan di tahun depan adalah arah hubungan antara kekuatan global. Dampak ekonomi yang mengganggu dari perang di Ukraina akan merusak prospek pemulihan ekonomi global dan memperparah biaya hidup yang dipicu oleh pandemi.

Mengutip Asia News, Rabu (14/12/2022), sebagian besar kajian tahunan tentang kondisi global di tahun mendatang oleh lembaga think tank internasional, perusahaan investasi, dan lainnya melihat ketidakpastian sebagai hal yang normal.

Laporan The Economist: The World Ahead 2023 secara ringkas menggambarkan dunia saat ini "jauh lebih tidak stabil, terguncang oleh gejolak persaingan kekuatan besar, dampak susulan dari pandemi, pergolakan ekonomi, cuaca ekstrem, dan perubahan sosial dan teknologi yang cepat."

Control Risks, sebuah perusahaan konsultan global, melihat hubungan AS-Tiongkok sebagai risiko geopolitik terbesar pada 2023.

Sementara itu, negara-negara Asia Tenggara khawatir akan terjadinya pertempuran yang tidak disengaja di kawasan Asia-Pasifik yang penuh dengan konflik - wilayah strategis dari kebuntuan AS-Tiongkok.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Risiko Geopolotik Akibat Tiongkok-Amerika

Risiko geopolitik utama yang akan mendominasi tahun yang akan datang adalah persaingan yang semakin ketat antara AS dan Tiongkok dan konsekuensinya bagi geopolitik dan ekonomi global. Pertemuan langsung pertama antara Presiden Jo Biden dan Xi Jinping pada bulan November memang menjanjikan de-eskalasi ketegangan.

Keduanya berjanji untuk memperbaiki hubungan mereka yang kini makin tegang. Tapi, hal tersebut juga meningkatkan kekhawatiran internasional akan munculnya Perang Dingin baru. 

Pertemuan mereka kemarin juga tidak mempersempit perbedaan keduanya dalam isu-isu kontroversial yang memecah belah mereka.  

De-coupling teknologi akan semakin cepat, persaingan militer akan semakin intensif, dan Taiwan akan tetap menjadi flashpoint berbahaya dalam hubungan.

3 dari 5 halaman

Risiko Geopolotik Akibat Rusia-Ukraina

Jalannya perang Ukraina adalah area penting lainnya yang harus diperhatikan di tahun mendatang. Invasi Rusia ke Ukraina menandai garis patahan geopolitik, yang menurut Survei Strategis tahunan oleh Institut Studi Strategis Internasional yang berbasis di London memiliki konsekuensi politik dan ekonomi yang membentuk kembali lanskap global.

Survei IISS berpendapat bahwa "perang ini meredefinisi keamanan Barat, dapat mengubah Rusia secara mendalam, dan memengaruhi persepsi dan perhitungan secara global". Meskipun konflik tersebut mengalihkan perhatian Barat dari prioritas strategisnya di Asia Pasifik, hal itu menegaskan bahwa keamanan Eropa tetap menjadi 'kepentingan inti' Barat.

Survei ini berpendapat bahwa antara dua wilayah - Euro-Atlantik dan Indo-Pasifik - saling bergantung karena "keretakan arena pertama akan membuat komitmen keamanan eksternal menjadi tidak kuat", sementara "keberhasilan pertahanannya akan memberikan kredibilitas bagi setiap wilayah Indo-Pasifik.

4 dari 5 halaman

Risiko Geo-ekonomi

Ketegangan geopolitik dari negara-negara yang menghadapi tantangan ekonomi juga diprediksi akan dapat kita saksikan di 2023. 

Beberapa survei menggambarkan hal ini sebagai hal yang paling mencolok di tahun yang akan datang. Dampak perang yang mengganggu telah membuat rantai pasokan global dan pasar komoditas dan energi menjadi kacau, dengan volatilitas yang berkontribusi pada tekanan resesi di negara-negara besar dan sekitarnya.

Konflik telah menimbulkan melonjaknya harga pangan dan mengintensifkan inflasi global. Hal ini membuat setiap negara yang mengalami krisis akan menghabiskan sebagian besar energinya di tahun mendatang, tetapi akan membuat ‘si miskin’ terbebani utang karenanya. 

Krisis pangan akan menjadi tantangan utama disertai dengan krisis energi yang menguji stabilitas keuangan global. 

Sebagai hasil dari pandemi, konflik Ukraina, dan perang perdagangan global, Fitch Rating Company menggambarkan fase ekonomi saat ini sebagai periode yang paling mengganggu ekonomi global sejak Perang Dunia II.

Oktober lalu, IMF memperingatkan bahwa yang terburuk belum datang untuk ekonomi global dan banyak negara akan mengalami resesi pada 2023.

5 dari 5 halaman

Aliansi Global, Kebijakan Luar Negeri dan Demokrasi

Persaingan AS-Tiongkok, perang Rusia-Ukraina, dan pergeseran kekuatan global menyebabkan keberpihakan dan menghidupkan kembali aliansi. Quad dan AUKUS, bagian dari strategi Indo-Pasifik Amerika untuk melawan kekuatan Tiongkok adalah salah satunya. 

Ada juga keberpihakan yang ditunjukkan hubungan Tiongkok-Arab yang terus berkembang sejalan dengan penggunaan strategi geo-ekonomi Tiongkok. 

Dalam lingkungan geopolitik, negara-negara biasanya melindungi diri dan kepentingan mereka agar terhindar dari persaingan kekuatan besar. Mereka bergabung dengan negara-negara, mencari keberpihakan melalui kesamaan isu-isu tertentu. 

Tatanan dunia seperti apa yang akan muncul dari semua hal tersebut masih belum bisa diprediksi karena sistem internasional yang terpecah-pecah.

Kepala firma risiko politik EuroAsia Group Ian Bremmer berargumen bahwa geopolitik masa depan tidak didasarkan pada tatanan global tunggal. 

“Geopolitik masa depan didasarkan oleh beberapa tatanan yang hidup berdampingan dengan berbagai aktor yang mengelola berbagai jenis masalah di depannya,” ujar Bremmer. 

Dalam sebuah pidato tentang bagaimana dunia pada 2023, Bremmer mengatakan bahwa tatanan keamanan global akan dipimpin AS, tatanan ekonomi global akan bergantung pada Tiongkok. Sementara, tatanan digital global akan didorong oleh perusahaan teknologi raksasa dan tatanan iklim global sudah multipolar dan multi-stakeholder. 

Selain itu, pada 2023, tantangan demokrasi akan terus berlanjut. Hal ini memiliki implikasi di dunia internasional. Polarisasi dan perpecahan membuat demokrasi tidak berfungsi terlebih di negara yang internalnya sudah lemah. 

Hal tersebut akan mempengaruhi perilaku kebijakan luar negeri mereka dan kemampuan untuk bertindak di ranah global. Khususnya, para pemimpin populis yang cenderung mengejar kebijakan-kebijakan yang mengganggu di luar negeri yang merusak multilateralisme. 

Kita akan menyaksikan ketegangan geopolitik, ketidakstabilan ekonomi, dan berbagai tantangan lainnya termasuk perubahan iklim yang menguji ketahanan negara.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.