Sukses

Mengenal Sindrom MRKH, Kelainan Sistem Reproduksi Langka Pada Perempuan

Sindrom MRKH hanya dimiliki oleh 1 dari 4.500 wanita, kenali ciri-cirinya, penyebab dan cara mengatasinya.

Liputan6.com, Jakarta - Sindrom Mayer-Rokitansky-Küster-Hauser (MRKH) adalah kelainan bawaan pada sistem reproduksi perempuan. Kondisi ini menyebabkan rahim dan vagina tidak berkembang sempurna atau bahkan tidak ada. Akan tetapi, tampilan kelamin luar tampak normal.

Menurut statistik, sindrom MRKH hanya terjadi pada 1 dari 4.500-5.000 wanita di dunia. Mengutip Mayo Clinic, gejala pada pengidap sindrom MRKH,  sering tidak diketahui sampai wanita mencapai usia remaja, tetapi tidak mengalami menstruasi (amenore). Kendati demikian, tanda-tanda pubertas lainnya biasanya mengikuti perkembangan khas wanita atau normal.

Sindrom MRKH memiliki ciri-ciri :

Pertama, alat kelaminnya terlihat seperti wanita pada umumnya. Vagina dapat memendek tanpa serviks (mulut rahim) di ujungnya, atau tidak ada dan hanya ditandai dengan sedikit lekukan di tempat biasanya lubang vagina berada.

Kedua, tidak memiliki rahim atau yang hanya berkembang sebagian. Jika ada jaringan yang melapisi rahim (endometrium), kram pada perut yang terjadi bulanan atau sakit perut kronis dapat terjadi.

Ketiga, ovarium (sel telur) biasanya berkembang penuh dan berfungsi, tetapi mereka mungkin berada di lokasi yang tidak biasa di perut.

Keempat, pada sebagian kasus, sepasang saluran yang dilalui telur dari ovarium ke rahim (saluran tuba) tidak ada atau tidak berkembang secara khas.

Sindrom MRKH juga dapat dikaitkan dengan masalah lain, seperti:

1. Masalah dengan perkembangan ginjal dan saluran kemih.

2. Perubahan perkembangan pada tulang tulang belakang, tulang rusuk dan pergelangan tangan.

3. Masalah pendengaran kondisi kongenital lain yang juga melibatkan jantung, saluran pencernaan, dan pertumbuhan anggota badan lainnya. 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Tipe

Mengutip dari Penn Medicine, kasus Sindrom Mayer-Rokitansky-Küster-Hauser umumnya dibagi menjadi dua jenis:

Pada sindrom MRKH tipe 1, rahim dan vagina bagian atas tidak normal, tetapi organ lain tidak terpengaruh (normal, seperti wanita pada umumnya).

Pada Sindrom MRKH Tipe 2, wanita juga mengalami kelainan pada organ lain (paling sering saluran tuba, dan umumnya ginjal dan tulang belakang).

Pada sebagian besar kasus MRKH, rahim yang kurang berkembang bahkan ada yang tidak memeiliki rahim, membuat pengidap tidak mungkin untuk memiliki bayi.

Kendati demikian, ovarium (sel telur) yang sehat memungkinkan untuk memiliki anak biologis melalui reproduksi yang dibantu (ibu pengganti), namun di Indonesia sendiri hal tersebut tidak dilegalkan.

Diagnosis

Ada dua tipe diagnosis Sindrom Mayer-Rokitansky-Küster-Hauser, yaitu:

Tipe 1 sering terjadi pada masa remaja akhir, ketika seorang wanita muda belum mulai menstruasi.

Tipe 2 dapat dipicu oleh tidak adanya periode atau berbagai gejala atau kelainan terkait organ lainnya, terkadang pada usia yang lebih dini.

 

3 dari 5 halaman

Belum Diketahui Penyebabnya

 

Karena kedalaman vagina yang lebih pendek sering dikaitkan dengan MRKH, pada tanda pertama MRKH, dokter mungkin menggunakan alat atau jari bersarung untuk mengukur kedalaman vagina sebelum memesan USG panggul atau MRI.

Ultrasonografi akan menunjukkan apakah ada rahim atau rahim, dan dapat mengkonfirmasi keberadaan saluran tuba dan ginjal.

Hingga kini, penyebab pasti sindrom MRKH atau agenesis Müllerian masih belum diketahui. Namun dipercaya, bahwa ada banyak gen dan faktor yang terlibat.

Saluran reproduksi wanita mencakup tuba falopi, rahim, serviks, dan vagina. Tuba falopi, rahim, serviks, dan bagian atas vagina berasal dari sepasang duktus Müllerian atau disebut juga duktus paramesonefrik (PMD). Sedangkan bagian bawah vagina berasal dari sinus urogenital. 

Pembentukan PMD dimulai pada usia kehamilan 5-6 minggu. Pada perkembangan yang normal, bagian bawah kedua PMD ini akan menyatu dan membentuk rahim, serviks, dan bagian atas vagina. Sedangkan bagian atas PMD akan menjadi tuba falopi.

Sindrom MRKH terjadi ketika sel-sel atau jaringan yang membentuk rahim dan bagian atas vagina tidak ada atau tidak berkembang (agenesis/aplasia). Alhasil, ini tampak sebagai vagina dan/atau rahim yang tidak berkembang sempurna atau tidak ada sama sekali.

 

4 dari 5 halaman

Cara Mengatasi

Pengobatan sindrom MRKH biasanya dimulai pada periode remaja akhir atau awal usia 20-an. Namun, wanita dapat menunggu hingga berusia lebih tua, matang secara psikologis dan betul-betul siap menjalani pengobatan.

Pengobatan pasien dengan sindrom ini mencakup konseling serta pengobatan untuk memperbaiki kelainan anatomi. Pilihannya mencakup dilatasi (melebarkan) dan memanjangkan (elongasi) vagina secara mandiri dan vaginoplasti (pembuatan vagina melalui pembedahan).

1. Dilatasi dan elongasi vagina secara mandiri

Metode ini dipilih sebagai lini pertama untuk sebagian besar pasien karena lebih aman, dapat dikontrol oleh pasien, dan lebih hemat biaya ketimbang pembedahan.

Cara ini memungkinkan wanita membuat vagina senormal mungkin tanpa operasi. Tujuan akhirnya adalah memanjangkan vagina ke ukuran yang nyaman untuk melakukan hubungan intim.

2. Vaginoplasti 

Bila dilatasi secara mandiri tidak berhasil, vaginoplasti untuk membuat vagina yang fungsional bisa menjadi pilihan. Tujuan utama pembedahan adalah pembuatan saluran vagina yang memungkinkan hubungan intim dengan penetrasi.

Waktu yang tepat untuk operasi tergantung pada pasien dan tipe prosedur yang direncanakan. Perlu diingat bahwa metode ini tidak dimaksudkan untuk menggantikan atau menghindari prosedur dilatasi vagina. 

Dilansir Orphanet Journal of Rare Diseases, Mayer-Rokitansky-Küster-Hauser (MRKH) syndrome: a comprehensive update.

5 dari 5 halaman

Masalah Psikologis Sindrom MRKH

Masalah psikologis dan psikoseksual pada sindrom MRKH :

Diagnosis sindrom MRKH mungkin memiliki dampak psikologis dan psikoseksual yang mendalam dan merupakan ciri dalam manajemen untuk menasihati pasien dan mendukung kesehatan mental pada saat diagnosis dan seterusnya dalam kehidupan.

Saat menerima diagnosis, banyak pasien mengalami masalah yang luar biasa mengenai identitas, seksualitas dan infertilitas, dan pentingnya perawatan dan konseling yang baik tidak boleh diremehkan.

Diagnosis yang sering dibuat selama masa remaja, periode perkembangan dan kerentanan fisik atau emosional yang sensitif, selanjutnya memaksakan kepedulian dan kesadaran penyedia terhadap emosi, reaksi, dan strategi pasien.

Selain itu, penting untuk menyadari aspek budaya potensial dan pengaruhnya terhadap reaksi terhadap diagnosis pada pasien dan keluarga serta teman sebayanya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.