Sukses

Cegah TPPO, Edukasi Literasi Digital Perlu Dilakukan Sejak Dini

Modus sindikat TPPO yang memanfaatkan media sosial membuat edukasi literasi digital perlu dilakukan kepada calon pekerja migran.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menegaskan pentingnya membekali calon pekerja migran dengan literasi digital demi mencegah Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

Terlebih, modus sindikat TPPO menggunakan media sosial sebagai sarana dalam menawarkan iklan lowongan pekerjaan yang direkrut melalui penipuan daring (scamming).

Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro, menyebut upaya edukasi dan peningkatan kesadaran publik juga harus dilakukan oleh pemerintah daerah.

"Pendidikan kepada publik, peningkatan kesadaran tak hanya oleh kami, tapi juga pemerintah daerah," ujarnya dikutip dari Antara, Kamis (09/11/2023) di sela Konferensi Regional ASEAN terkait TPPO di Kuta, Bali.

Ia menambahkan, edukasi perlu dilakukan sejak dini. Misalnya, saat di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA) diberikan edukasi mengenai hak pekerja, terutama bagi mereka yang berminat untuk meniti karier di luar negeri.

Sindikat perdagangan orang memberikan iming-iming upah yang tinggi kepada korban yang terdesak masalah ekonomi atau utang, sehingga korban tidak lagi menyaring tawaran tersebut.

Sejak 2020, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI mencatat banyak WNI yang terjebak di perusahaan online scamming dan mengalami eksploitasi ketenagakerjaan. Selama 2020-2022, terdapat 1.200 pekerja migran Indonesia menjadi korban TPPO di kawasan ASEAN. Jumlahnya mencapai angka yang signifikan pada tahun 2022 dengan 752 kasus.

Para pelaku merekrut korban untuk dipekerjakan secara paksa di negara Asia Tenggara dan beberapa di Timur Tengah untuk menipu secara daring atau bekerja di judi online.

Para korban TPPO mengalami penahanan paspor, kontrak kerja yang tidak jelas, jam kerja yang berlebihan, hingga kekerasan fisik dan verbal.

Berdasarkan data dari Badan Penempatan dan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) tercatat total 5.848 pekerja migran telah diselamatkan dari potensi TPPO.

Pelaku TPPO tidak memandang gender dalam menyasar korbannya. Perempuan dan anak-anak menjadi kalangan yang rentan menjadi korban TPPO.

Komnas HAM mencatat kawasan ASEAN memiliki aliran pekerja migran yang tinggi. Estimasi per tahunnya mencapai 10 juta pekerja dengan 50 persen di antaranya adalah perempuan.

Sementara itu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mencatat peningkatan korban TPPO, dari 297 orang pada tahun 2018, hingga 752 orang pada tahun 2022.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Tentang Cek Fakta Liputan6.com

Melawan hoaks sama saja melawan pembodohan. Itu yang mendasari kami membuat Kanal Cek Fakta Liputan6.com pada 2018 dan hingga kini aktif memberikan literasi media pada masyarakat luas.

Sejak 2 Juli 2018, Cek Fakta Liputan6.com bergabung dalam International Fact Checking Network (IFCN) dan menjadi partner Facebook. Kami juga bagian dari inisiatif cekfakta.com. Kerja sama dengan pihak manapun, tak akan mempengaruhi independensi kami.

Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan di email cekfakta.liputan6@kly.id.

Ingin lebih cepat mendapat jawaban? Hubungi Chatbot WhatsApp Liputan6 Cek Fakta di 0811-9787-670 atau klik tautan berikut ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.