Sukses

Cek Fakta: Klarifikasi Kemenkes dari Larangan WHO Vaksinasi Covid-19 Paksa Hingga Vaksin Merah Putih

Beredar di aplikasi percakapan Whatsapp pesan berantai berisi berita terkait vaksin covid-19.

Liputan6.com, Jakarta - Beredar di aplikasi percakapan Whatsapp pesan berantai berisi berita terkait vaksin covid-19. Pesan berantai ini ramai dibagikan sejak akhir pekan kemarin.

Dalam pesan berantai tersebut membahas beberapa hal terkait vaksin covid-19 seperti kewajiban dari WHO, tanggung jawab pemerintah, hingga vaksin merah putih. Berikut isi pesan berantai itu selengkapnya:

"Dr. Tifa: WHO Melarang Vaksinasi Paksa Apalagi Dengan Ancaman Hukuman Pada Rakyat

WHO MELARANG VAKSINASI PAKSA APALAGI DENGAN ANCAMAN RAKYAT Tidak bisa memperpanjang SIM, STNK juga HUKUMAN jika tidak mau menerima vaksin Tiada 1pun negara di bumi ini, boleh melakukan program penyuntikan Vaksinasi, dalam situasi emergency sekalipun, dengan paksaan. ancaman hukuman dll pada rakyatnya. Sejak WHO berdiri tahun 1958, Vaksinasi itu Program Sukarela, bukan program Mandatory. Tugas Pemerintah, untuk MENYEDIAKAN VAKSIN TERBAIK, berikan edukasi terbaik, memberikan pemahaman terbaik. Bukan memberikan ANCAMAN apalagi HUKUMAN PADA RAKYATNYA. Kalau ada satu Rakyat, yang cedera karena Vaksin, membuat cacat dan meninggal karena Vaksin... Saya mau tanya pada Presiden, pada Menteri Kesehatan, Kapolri dll Tanggungjawab apa yang bisa Anda berikan kepada Penerima Vaksin? Dari 3 pertanyaan di atas, seharusnya Pemerintah, Presiden, Menkes dll, punya kepekaan hati rasa yang tinggi. Semua Nakes, seluruh Rakyat Indonesia, sadar, bahwa Vaksinasi Corona, demi agar Pandemi ini bisa segera selesai, adalah pilihan yang harus dipertimbangkan. Dan apabila Pemerintah, punya kehendak baik, untuk menyediakan yang terbaik bagi rakyatnya, dan tidak memberikan vaksin sembarangan dengan risiko yang harus ditanggung oleh Rakyat sendiri, Mensupport, mendukung, dan mendorong secara penuh, agar Vaksin Merah Putih segera jadi dan bisa digunakan secepat mungkin. Kita punta Laboratorium, Pabrik Vaksin, Ilmuwan hebat-hebat yang sudah puluhan tahun memproduksi Vaksin, bahkan mengekspor ke negara-negara lain. Dan Para Ilmuwan itu, sudah menyatakan SANGGUP untuk membuat Vaksin MERAH PUTIH, dan asalkan Pemerintah mensupport, Vaksin bisa jadi tahun 2021, dan bisa digunakan secara luas. Pertanyaan saya: Kenapa Vaksin Merah Putih tidak disupport, didukung, disegerakan untuk jadi? Sekali lagi saya tegaskan di sini. Saya tidak Anti Vaksin. Tetapi saya tidak mau disuntik Vaksin selain Vaksin dari Virus Asli Indonesia, Vaksin yang dibuat oleh Bangsa Indonesia sendiri. TITIK! TANPA SYARAT !! (Dr. Tifauzia Tyassuma)"

Lalu benarkah sejumlah klaim dalam pesan berantai terkait vaksin covid-19?

Simak Video Pilihan Berikut Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Penelusuran Fakta

Cek Fakta Liputan6.com meminta penjelasan dari Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Siti Nadia Tarmizi. Dia menjelaskan beberapa hal terkait pesan berantai tersebut.

"Terkait WHO dan kewajiban vaksin covid-19 sifatnya memang imbauan. Semua hal terkait vaksin covid-19 diserahkan keputusannya oleh negara masing-masing," ujar dr. Nadia saat dihubungi Senin (5/7/2021).

"Untuk saat ini pemberian sanksi masih merupakan langkah terakhir pemerintah bagi orang yang tak mau divaksin. Kita masih mengedepankan edukasi dan persuasi," ujarnya menambahkan.

Ia berharap masyarakat yang menjadi sasaran tidak menolak untuk diberikan vaksin covid-19.

"Tujuan vaksinasi covid-19 adalah untuk kepentingan bersama dan untuk keluar dari situasi seperti sekarang. Kalau seseorang tidak mau divaksin maka dia sumber penularan penyakit dan bisa menjadikan KLB dan ini membahayakan masyarakat ya," ucapnya.

dr. Nadia juga menjelaskan bahwa hingga saat ini Kementerian Kesehatan belum akan mewajibkan bukti vaksinasi covid-19 sebagai persyaratan administrasi.

"Untuk saat ini Pemerintah belum berencana mensyaratkan wajib memperlihatkan bukti vaksinasi covid-19 untuk administrasi," ujarnya.

Terkait Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) Pemerintah juga telah menjaminnya.

"Biaya perawatan terkait KIPI ditanggung Pemerintah. Untuk detailnya bisa dilihat di Permenkes Nomor 18 Tahun 2021."

Dalam Permenkes Nomor 18 Tahun 2021 disebutkan:

"Dalam PMK yang baru ini juga mengatur mengenai penanganan Kejadian Ikutan Pasca Vaksinasi COVID-19 yang membutuhkan pengobatan dan perawatan di faskes sesuai dengan indikasi medis dan protokol pengobatan.

Adapun aspek pembiayaan, bagi peserta aktif Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) maka akan ditanggung melalui mekanisme JKN dan dapat dilakukan di seluruh fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes).

Untuk peserta nonaktif dan bukan peserta JKN akan didanai melalui mekanisme penadaan lain yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara sesuai ketentuan peraturan Perundang-undangan.

Adapun pelayanan kesehatan yang akan diberikan setara dengan kelas III program Jaminan Kesehatan Nasional atau diatas kelas III atas keinginan sendiri dengan selisih biaya ditanggung oleh yang bersangkutan."

Untuk Vaksin Merah Putih sendiri dr. Nadia menjelaskan prosesnya yang lama karena mengikuti kaidah pembuatan vaksin yang benar.

WHO sendiri merilis pernyataan terkait kewajiban vaksin covid-19 pada 13 April 2021. Pernyataan itu bisa dilihat di link ini...

Liputan6.com pernah menulis terkait pengembangan Vaksin Merah putih dalam artikel berjudul "Harap Sabar, Vaksin Merah Putih Baru Bisa Digunakan Awal 2022" yang tayang 21 Mei 2021.

Dalam artikel tersebut terdapat penjelasan dari Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Amin Soebandrio.

Amin menjelaskan, Indonesia membutuhkan waktu cukup lama menghasilkan vaksin. Sebab, sebelumnya Indonesia belum memiliki pengalaman memproduksi vaksin mandiri.

"Ini kita sadar kita belum punya pengalaman vaksin sendiri jadi kita butuh waktu yang lama. WHO saja memperkirakan Vaksin Merah Putih minimum 18 bulan, makanya kita perkirakan sekitar 2 tahunan," katanya.

Kondisi ini, kata Amin, membuat Indonesia harus mengandalkan impor vaksin untuk sementara waktu. "Sambil menunggu, kita pakai darimana pun selama memenuhi persyaratan BPOM dan Kemenkes. Ini untuk jangka pendek dan sementara," katanya.

Dalam memproduksi vaksin ideal, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh Eijkman. Pertama, aman atau tidak ada efek samping. Kedua, efektif atau kekebalan seumur hidup dengan satu pemberian. Ketiga, mencegah status carrier.

"Keempat, tidak mempersulit tes diagnostik. Selanjutnya, stabil, harganya harus murah, mudah diproduksi, diterima oleh pemerintah. Dan diterima oleh Masyarakat dalam hal ini, halal," ujar Amin.

Sumber:

https://www.liputan6.com/news/read/4483321/headline-warga-tolak-vaksinasi-covid-19-terancam-pidana-bagaimana-penerapannya

https://www.liputan6.com/bisnis/read/4563324/harap-sabar-vaksin-merah-putih-baru-bisa-digunakan-awal-2022

https://www.liputan6.com/cek-fakta/read/4590004/cek-fakta-tidak-benar-bukti-vaksinasi-covid-19-sebagai-persyaratan-administrasi?source=search

https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/berita-utama/20210613/0337893/pemerintah-perbarui-aturan-pelaksanaan-vaksinasi-covid-19/

https://www.who.int/publications-detail-redirect/WHO-2019-nCoV-Policy-brief-Mandatory-vaccination-2021.1

3 dari 4 halaman

Kesimpulan

Kementerian Kesehatan telah memberikan klarifikasinya untuk sejumlah klaim tentang vaksin, dari larangan WHO soal vaksinasi paksa sampai vaksin merah putih.

Larangan WHO sial vaksinasi paksa bersifat imbauan, hal tersebut diserahkan keputusannya oleh negara masing-masing.

4 dari 4 halaman

Tentang Cek Fakta Liputan6.com

Melawan hoaks sama saja melawan pembodohan. Itu yang mendasari kami membuat Kanal Cek Fakta Liputan6.com pada 2018 dan hingga kini aktif memberikan literasi media pada masyarakat luas.

Sejak 2 Juli 2018, Cek Fakta Liputan6.com bergabung dalam International Fact Checking Network (IFCN) dan menjadi partner Facebook. Kami juga bagian dari inisiatif cekfakta.com. Kerja sama dengan pihak manapun, tak akan mempengaruhi independensi kami.

Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan di email cekfakta.liputan6@kly.id.

Ingin lebih cepat mendapat jawaban? Hubungi Chatbot WhatsApp Liputan6 Cek Fakta di 0811-9787-670 atau klik tautan berikut ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.