Sukses

Studi Baru: Orang dengan Kecerdasan Emosional Tinggi Lebih Cepat Mengenali Misinformasi

Berita-berita yang salah atau misinformasi banyak membuat masyarakat atau sebagian orang enggan untuk percaya terhadap instansi tertentu.

Liputan6.com, Jakarta - Penyebaran informasi yang salah, biasanya dalam bentuk yang tidak berdasar, sangat yang banyak ditemukan saat ini. Dengan perkembangan media sosial secara global, informasi yang salah dapat diakses lebih banyak atau lebih sering dibanding sebelumnya, begitu juga dengan misinformasi.

Berita-berita yang salah atau misinformasi banyak membuat masyarakat atau sebagian orang enggan untuk percaya terhadap instansi tertentu. Termasuk pemerintah, tak terkecuali tentang pandemic COVID-19.

Mengutip dari theconversation.com, studi baru yang dilakukan oleh penulis Tony Anderson dan David James Robertson menunjukan berita yang salah tidak dengan mudah memengaruhi semua orang. Beberapa orang dengan kecerdasan emosional yang lebih tinggi dapat mengidentifikasi atau mengetahuinya.

Berita yang Tak Bisa Diandalkan

Secara umum, para pembuat berita palsu mencoba untuk melegitimasi pandangan yang tidak biasa, politik tertentu, atau sebaliknya. Akan tetapi jawaban yang mendasar adalah untuk uang. Pembuat berita palsu biasanya menarik perhatian pembaca dengan judul atau klaim yang tidak biasa dengan harapan calon pembacanya akan membuka situs atau sumber konten tersebut.

Pembuat atau penyedia konten tersebut mendapat keuntungan dari iklan-iklan yang terpampang di situs web nya. Semakin menarik judul atau klaim yang dihadirkan, semakin banyak yang membuka dan tak segan untuk membagikannya. Oleh karena itu akan banyak pendapatan iklan yang didapatkan.

Penelitian yang dilakukan dalam ilmu psikologi dan ilmu sosial beberapa tahun belakangan menemukan siapa saja yang menyukai berita-berita palsu dan bagaimana membantu orang untuk mendeteksinya.

Tahun 2019, Gordon Pennycook, peneliti psikologi University of Regina di Kanada dan beberapa rekannya menemukan beberapa faktor yang dapat memengaruhi individu mana yang lebih rentan dan kurang rentan terhadap paparan berita palsu.

Penelitian ini menggunakan berita yang terkait dengan iklim politik di Amerika Serikat. Hasilnya, ditemukan kemampuan untuk berpikir analitis merupakan salah satu pendorong utama dalam mendeteksi berita palsu.

 

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Deteksi Berita Palsu

Penelitian baru yang dilakukan oleh ahli pemerintahan dan kebijakan publik Mark Shephard, Narisong Huhe, dan Stephanie Preston meneliti lebih lanjut dari hasil penelitian sebelumnya milik Pennycook. Penelitian ini dimulai dengan mendeteksi berita palsu pada sampel peserta Inggris dengan berbagai topik berita, termasuk Kesehatan, kejahatan, imigrasi, Pendidikan, dan iklim.

Hasilnya, meskipun membedakan berita asli dan berita palsu cukup sulit, peserta cenderung memilih yang tepat.

Dapat dinilai bahwa hubungan antara orang yang memiliki kecerdasan emosional lebih tinggi memiliki kesadaran untuk mengatur emosi dan memahami emosi orang lain. Orang-orang ini diyakini dapat mendeteksi berita palsu. Orang-orang yang memiliki kecerdasan emosional lebih baik ini membuang konten yang terlalu emosional dan hiperbolik yang menjadi bagian dari berita palsu. Oleh karena itu, orang-orang ini memiliki fokus yang lebih besar terhadap kebenaran dari konten tersebut.

Hasil dari penelitian ini juga menunjukan bahwa kecerdasan emosional merupakan sesuatu yang dapat ditingkatkan pada manusia. Saat ini sedang dikembangkan cara untuk melatih orang-orang dengan kecerdasan emosional tersebut agar dapat meningkatkan kemampuan mereka dalam mendeteksi berita palsu. Dengan penelitian ini, diharapkan akan membantu individu untuk membedakan tingkat akurasi berita mana yang aman dan dapat dibagikan lebih luas, dan mana informasi yang tidak benar.

(MG/Jihan Fairuz)

3 dari 3 halaman

Tentang Cek Fakta Liputan6.com

Liputan6.com merupakan media terverifikasi Jaringan Periksa Fakta Internasional atau International Fact Checking Network (IFCN) bersama puluhan media massa lainnya di seluruh dunia. 

Cek Fakta Liputan6.com juga adalah mitra Facebook untuk memberantas hoaks, fake news, atau disinformasi yang beredar di platform media sosial itu. 

Kami juga bekerjasama dengan 21 media nasional dan lokal dalam cekfakta.com untuk memverifikasi berbagai informasi yang tersebar di masyarakat.

Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silakan menyampaikan kepada tim CEK FAKTA Liputan6.com di email cekfakta.liputan6@kly.id.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.