Sukses

Kinerja Bank-bank Asia Tenggara Meredup

Persaingan mendapatkan pendanaan akan semakin ketat pasca The Fed benar-benar berhenti mengucurkan dana stimulusnya.

Kemilau Asia Tenggara sebagai kawasan dengan ketahanan sektor perbankan paling kuat menahan krisis finansial global mulai meredup. Valuasi sejumlah bank di kawasan ini mulai ambruk disertai memanasnya persaingan dalam mendapatkan pendanaan.

Seperti dikutip dari CNBC, Senin (20/1/2014), pergulatan untuk masalah pendanaan akan semakin ketat saat Bank Sentral Amerika Serikat, The Federal Reserves, benar-benar mengurangi pasokan dananya ke sejumlah pasar keuangan dunia. Seiring melambatnya perekonomian Asia, jumlah utang yang meningkat karena tingginya harga aset dan pelemahan mata uang di sejumlah negara Asia akan berimbas pada melambatnya pertumbuhan bank-bank di kawasan tersebut.

Menurut para analis, bank dengan jumlah aset terbesar di Malaysia, CIMB telah meluncurkan penjualan obligasi senilai US$ 1,1 miliar untuk bertahan melawan pengurangan laba dari Indonesia. Malaysia tercatat memiliki kehadiran yang besar di Indonesia atas kepemilikannya terhadap Bank Niaga. Sayangnya, saat ini nilai tukar rupiah masih menunjukkan tren melemah.

Sementara itu, bank-bank lain masih terus mencoba berbagai cara untuk memperoleh proses pendanaan yang lebih menjanjikan di masa depan.

OCBC, bank terbesar kedua di Singapura tengah membahas sejumlah solusi untuk menanamkan modal senilai US$ 5 miliar di Wing Hang Bank, Hong Kong. Bank tersebut memiliki deposito lokal dan akses pada pasar renminbi di luar negeri.

Kesepakatan tersebut dapat menggandakan jumlah cabang HSBC di China hingga sekitar 30 unit.

"Jika Anda mengambil langkah tersebut, maka orang lain akan terdorong untuk meningkatkan depositonya dan kondisi itu akan menjadi kendala besar tahun ini," ungkap salah seorang analis yang enggan menyebutkan namanya.

OCBC juga menempuh cara lain berupa suntikan modal sekitar US$ 550 juta untuk mengangkat nilai jual sahamnya di lembaga pemberi pinjaman, Bank of Ningbo dari hanya 15% menjadi 20%. Tindakan tersebut justru akan menambah besar jumlah utang China jika dijumlahkan dengan utang miliknya saat terjadi krisis finansial global 2008.

Akan tetapi meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara merupakan fokus strategis bagi OCBC.

Banyak analis telah mengingatkan bank-bank di negara berkembang Asia akan dipaksa memangkas bunga pinjamannya dalam neraca transaksinya dalam setahun ke depan. Alasannya, rasio kredit dan deposito tengah mendekati puncaknya.(Sis/Shd)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini