Sukses

AS Membandel Soal Larangan Rokok Kretek, RI Siap Mengadu ke WTO

Indonesia berencana meminta kompensasi atau menetapkan langka retaliasi atas ketidakpatuhan AS terhadap keputusan WTO soal rokok kretek.

Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Bayu Krisnamurthi mengatakan Indonesia berencana meminta kompensasi atau menetapkan langka retaliasi atas ketidakpatuhan Amerika Serikat terhadap keputusan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) terkait larangan peredaran produk tembakau dengan campuran atau perasa.

"Kita merasa Amerika Serikat tidak berhasil mengikuti perintah itu. Kita akan lakukan proses WTO lagi, minta kompensasi atau menetapkan retaliasi, dua itu langkah kemungkinan yang akan kita ambil," ujar Bayu seperti ditulis Selasa (30/7/2013).

Menurut Bayu, Amerika Serikat (AS) sebagai negara maju seharusnya bisa mengikuti apa yang telah diputuskan dan menaati aturan untuk tidak mempersulit ekspor tembakau Indonesia yang masuk ke negara tersebut sesuai dengan keputusan panel sengketa di WTO pada 2012 lalu.

"Kita merasa bahwa Amerika tidak mengikuti kesepakatan yang dibuat di WTO. Indonesia telah memenangkan kasusnya di WTO dan WTO juga telah memerintahkan Amerika untuk menyesuaikan kebijakannya sampai dengan batas akhir tanggal 24 kemarin, (tetapi) mereka tidak ikuti," lanjut dia.

Bayu sendiri menilai, apa yang dilakukan Amerika Serikat dengan masih melarang peredaran rokok kretek Indonesia bukan perkara besar atau kecilnya, melainkan harus dilihat dari sisi diskriminatif yang ditunjukan negeri Paman Sam tersebut.

"Ini bukan masalah besar kecilnya yang kita lihat diskriminasinya karena mereka menerapkan larangan untuk kretek tetap tidak pada (rokok) menthol," tegas dia.

Indonesia sendiri masih akan menempuh jalur negosiasi untuk mengatasi hal tersebut, namun bisa saja ada tindakan balasan terhadap Amerika Serikat terkait masalah ini.

"Itu kerugian yang akan ditempuh kalau kompensasi yang diambil. Tapi sekarang proses nego lain, kita ikuti saja. Kita terapkan regulasi yang sama kayak yang dilakukan Amerika, nanti kita lihat," tandasnya. (Dny/Nur)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini