Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia Kuartal I 2025 hanya di angka 4,87 persen secara year-on-year. Dari realisasi ini, Ekonom sekaligus Direktur Ekonomi CELIOS (Center of Economic and Law Studies), Nailul Huda, melihat bahwa jika ini terus berlanjut maka pemerintah akan mengalami kesulitan untuk mencapai target Indonesia emas 2045.
Nailul Huda mengatakan, realisasi pertumbuhan ekonomi kuartal I 2025 ini lebih rendah dibandingkan kuartal I 2024 yang masih tumbuh sebesar 5,11 persen. Pertumbuhan ekonomi kuartal I 2025 ini merupakan yang terendah sejak kuartal III 2021 yang saat itu hanya tumbuh 3,53 persen, saat ini Indonesia dengan dunia tengah menghadapi pandemi Covid-19.
Baca Juga
“Situasi ekonomi saat ini bukan sedang tertekan akibat pandemi, namun laju pertumbuhan hampir sama dengan masa pandemi,” kata Nailul Huda kepada Liputan6.com, Jumat (9/5/2025).
Advertisement
Menurutnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat signifikan dikarenakan permasalahan daya beli yang masih terjadi. Indikator daya beli masyarakat menunjukkan pelemahan. Indeks keyakinan konsumen melemah dari bulan Januari hingga Maret 2025.
Perlambatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga dari 4,91 persen (Q1 2024) menjadi 4,89 persen (Q1 2025) merupakan sebuah peringatan dini. Padahal di Q1 2025 terjadi perayaan hari besar keagamaan Hari Raya Idul Fitri.
Di sisi lain, kata Nailul, momen musiman Ramadhan-Lebaran ternyata tidak mampu mendongkrak perekonomian. Sebagai perbandingan, pada tahun 2023, pertumbuhan konsumsi rumah tangga mencapai 5,22 persen bertepatan dengan Mudik Lebaran.
“Sebelumnya Celios menghitung bahwa perputaran uang di Hari Raya Idul Fitri tahun 2025 juga menurun signifikan,” ujarnya.
Pengangguran Meningkat
Dampaknya adalah angka pengangguran yang meningkat dimana sudah tercermin dari awal tahun dengan data pengangguran dari Kemenaker yang menunjukkan PHK di awal tahun 2025 sudah meningkat dibandingkan awal tahun 2024. Terutama untuk sektor industri manufaktur yang banyak melakukan PHK akibat permintaan dalam negeri menurun.
“Maka dari itu, tenaga kerja di sektor industri manufaktur menurun hingga 410 ribu tenaga kerja pada periode Agustus 2024-Februari 2025,” ujarnya.
Padahal, menurut Nailul, sektor industri manufaktur ini menjadi sektor penting dalam penyerapan tenaga kerja. Penurunan juga terjadi di sektor informal lainnya seperti sektor jasa keuangan. Mereka banyak yang pindah ke sektor informal seperti pertanian dan perdagangan.
“Yang kita khawatirkan adalah pekerjaan sektor informal tidak memberikan perlindungan sosial dan pendapatan yang layak bagi pekerjanya. Pekerja sektor informal banyak yang tidak digaji sesuai UMR,” ujarnya.
Bahkan di beberapa daerah pedesaan, banyak masyarakat yang dibawah di bawah Rp 1 juta per bulannya.
Advertisement
Kemiskinan Masih Tinggi
Di satu sisi, kita butuh masyarakat yang secara pendapatan bagus, perlindungan sosial punya, dengan harapan mampu menjadi tenaga kerja berkualitas ataupun mempunyai anak dengan tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi.
“Jika melihat kondisi sekarang, anak dari kalangan masyarakat miskin, lebih susah mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi. Indonesia Emas menjadi Indonesia Cemas 2045. Perekonomian Indonesia akan semakin melemah,” ujarnya.
Oleh karena itu, pemerintah perlu mendorong investasi untuk masuk dan juga mendorong industri hijau untuk bisa berkembang di dalam negeri. Industri hijau ini akan memberikan pekerjaan yang lebih sustain secara lingkungan. Sektor ekonomi hijau perlu didorong untuk lebih optimal.