Sukses

Konflik Global Masih Terus Terjadi, Begini Langkah Pemerintah Kelola Energi

Pengelolaan energi di Indonesia yang masih memberikan porsi energi fosil lebih besar mengakibatkan pemerintah tengah bekerja keras mengatur mekanisme pemanfaatan dan pasokan Bahan Bakar Minyak (BBM).

Liputan6.com, Jakarta Konflik yang sedang terjadi di Timur Tengah berdampak pada ketahanan energi global. Dengan adanya konflik, volatilitas, ketidakpastian, dan ambiguitas ekonomi sangat memengaruhi perkembangan supply, demand, serta harga minyak mentah global.

Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM, Agus Cahyono Adi mengungkapkan, situasi belakang ini dengan adanya konflik Timur Tengah memengaruhi harga. 

"Apalagi demand global juga mengalami kelemahan, ini harus yang kita memecahkan solusi terhadap VUCA," ungkapnya dalam FORUM BUMN 2024 di Jakarta, Selasa (30/4/2023).

Agus menjelaskan, pengelolaan energi di Indonesia yang masih memberikan porsi energi fosil lebih besar mengakibatkan pemerintah tengah bekerja keras mengatur mekanisme pemanfaatan dan pasokan Bahan Bakar Minyak (BBM).

"Saat ini kami menjaga agar pasokan BBM ada. Kita akui masih terpapar suplai minyak mentah kita banyak bergantung pada impor," jelasnya.

Sejalan dengan target Emisi Nol Bersih pada 2060 atau lebih cepat, pemerintah masih menempatkan energi fosil sebagai transisi untuk pemenuhan kebutuhan energi primer sebelum sepenuhnya beralih ke energi yang lebih bersih dan ramah lingkungan.

"Di masa transisi ini kita memang masih membutuhkan. Alhamdulillah kita masih memiliki cadangan dan produksi yang cukup," ujar Agus.

Berdasarkan data Kementerian ESDM, saat ini produksi minyak bumi Indonesia adalah 605.723 Barrel Oil Per Day (BOPD) dan gas bumi sebesar 6.630 Million Standard Cubic Feet per Day (MMSCFD).

Sementara jumlah cadangan minyak bumi sebesar 2.413,2 Million Barrels of Oil (MMBO) dan cadangan gas bumi adalah 35,30 Triliun Cubic Feet (TCF.) Untuk reserve to production ratio minyak bumi adalah 10,92% dan serve to production ratio gas bumi adalah 14,59%.

"Ini tantangan buat korporasi untuk melakukan eksplorasi dan Pertamina sendiri sudah mengelola sebagian besar blok-blok strategis migas untuk berkolaborasi dengan global oil company," ujar Agus.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Masa Depan EBT

Agus menyebut, pemerintah terus mengoptimalkan pemanfaatan energi baru dan terbarukan (EBT) sebagai modal ketahanan energi di masa mendatang. Ia mengatakan, salah satu fokus yang diambil adalah mengonversi sumber EBT menjadi dasar energi elektrifikasi.

"Ini memudahkan kita untuk mengatur energi primer. Kita tahu mengangkut, menyambung, mengirim listrik lebih mudah dibandingkan energi lainnya. Ini modal besar," sebutnya.

Agus mengatakan, selain elektrifikasi melalui penggunaan kompor induksi hingga kendaraan listrik, moratorium pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan pensiun dini juga dianggap penting untuk mempercepat transisi energi menuju NZE.

"Adapula implementasi teknologi ekuifier energi fosil, seperti Carbon Capture Storage (CCS), hidrogen dan amonia sampai penerapan efisiensi energi," katanya.

Agus mengungkapkan, selain tantangan supply dan demand, pemerintah akan memberikan perhatian penuh pengembangan EBT terkait keekonomian dan teknologi, infrastruktur, pendanaan, dinamika sosial, dan penggunaan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).

"Khusus TKDN bisa menjadi driver ekonomi, di-assmbling di sini dan bisa memberikan manfaat ekenomi yang lebih besar," ungkapnya.

"Kolaborasi antar perusahaan, badan usaha, dan pemerintah penting. Ini harus kita cari sinergitas mana yang harus membantu," imbuh Agus.

 

(*)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.