Sukses

Jokowi Resmikan Pabrik Amonium Nitrat, Erick Thohir Kasih Misi Khusus ke Pupuk Kaltim

Menteri BUMN Erick Thohir turut mendampingi Presiden Joko Widodo dalam meresmikan pabrik amonium nitrat, PT Kaltim Amonium Nitrat (KAN). Erick ternyata menyimpan misi besar bagi PT Pupuk Kalimantan Timur dan PT Dahana, sebagai induk KAN.

Liputan6.com, Jakarta Menteri BUMN Erick Thohir turut mendampingi Presiden Joko Widodo atau Jokowi dalam meresmikan pabrik amonium nitrat, PT Kaltim Amonium Nitrat (KAN). Erick ternyata menyimpan misi besar bagi PT Pupuk Kalimantan Timur dan PT Dahana, sebagai induk KAN.

Dia menginginkan, kerja sama antara keduanya tak sebatas pada peresmian pabrik amonium nitrat. Produk dari pabrik ini nantinya dibidik menjadi bahan baku bagi industri pertahanan dan pupuk nasional. Erick menginginkan Pupuk Kaltim dan Dahana, termasuk PT KAN bisa membangun industri petrokimia yang terintegrasi.

 

“Ke depan memang Perusahaan ini harus menjadi Perusahaan terintegrasi petrokimia. Agar nantinya downstream petrokimia ini bisa dirasakan secara menyeluruh oleh bangsa dan negara,” ujar Erick, mengutip keterangan resmi, Kamis (29/2/2024).

Melihat potensi dari pabrik baru ini, Erick memandang ada kontribusi dalam upaya mengurangi bahan baku impor. Dia bilang saat ini, Indonesia masih harus mengimpor Amonium Nitrat sebanyak 21 persen dari kebutuhan nasional atau sekitar 120.000 ton.

“Dan 79 persen (sekitar 460.000 ton) sudah produksi dalam negeri. Dari total (kebutuhan dalam negeri) sebesar 580.000 ton. Dengan kapasitas produksi pabrik ini sebesar 75.000 ton, tentunya akan mengurangi yang 21 persen (kebutuhan impor) itu,” urai Erick.

Perkuat Industri Pertahanan dan Industri Pupuk

Menurutnya, produk yang dihasilkan dari pabrik ini akan digunakan untuk memperkuat industri Pertahanan dan industri pupuk. Maka dia membidik peluang lainnya untuk menjalin kerja sama dengan Australia.

Salah satunya, adalah mengakuisisi fasilitas penghasil bahan baku amonium nitrat. Dia pun mengusulkan kepada Jokowi untuk membuka pembahasan soal itu pada kunjungan kerja Kepala Negara ke Australia dalam waktu dekat.

Menurutnya, hal itu dibutuhkan untuk menopang kebutuhan produksi pupuk bersubsidi nasional. Apalagi sudah ditetapkan adanya kenaikan dari 4,7 juta ton menjadi 9,5 juta ton.

“Dan ke depan kami memperbaiki supply chain kami semoga nanti dalam perjalanan Bapak ke Australia, Bapak Presiden dapat mendorong akuisisi kita di beberapa negara untuk Phospat, yang ada di Australia dan Kanada, kami perlu percepat. Karena memang dengan kita meningkatkan volume pupuk bersubsidi naik dari 4,7 juta ton menjadi 9,5 juta ton, pasti dibutuhkan bahan baku yang lebih pasti ke depan,” pungkas Erick Thohir.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Jokowi Resmikan Pabrik Amonium Nitrat

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meresmikan pabrik amonium nitrat di Kawasan Industrial Estate (KIE) Bontang, Kalimantan Timur, Kamis (29/2/2024).

Adapun pabrik yang dikelola secara joint venture oleh PT Pupuk Kaltim, PT Dahana dan PT Kaltim Amonium Nitrat (KAN) ini memiliki nilai investasi Rp 1,2 triliun dengan kapasitas produksi 75 ribu ton per tahun.

Peresmian ini membuat Jokowi bahagia, lantaran bisa mengurangi impor amonium nitrat sebagai komponen bahan baku pupuk.

"Saya senang pabrik ini selesai nanti akan menambah bahan baku pembuatan pupuk Tanah Air, utamanya NPK. Diharapkan dengan selesainya pembangunan industri ini kemandirian dan produktivitas kita lebih mandiri, berdikari, dan investasi Rp 1,2 triliun tidak sia-sia," kata Jokowi.

 

3 dari 3 halaman

Masih Impor

Jokowi buka-bukaan bahwa beberapa komponen dan bahan baku pupuk Indonesia masih impor 21 persen. Sehingga, Indonesia dinilainya belum bisa memiliki kemandirian terkait itu.

"Oleh sebab itu, saya apresiasi dan hargai upaya keras pembangunan industri amonium nitrat ini. Ini penting karena 21 persen amonium nitrat kita masih impor. Dengan dibangunnya pabrik amonium nitrat ini akan kurangi 21 persen impor kita, dikurangi 8 persen. Artinya masih 13 persen kita impor," terangnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini