Sukses

Petugas KPPS Meninggal Dunia Dapat Santunan hingga Rp 36 Juta, Ini Aturannya

Petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara atau petugas KPPS pada Pemilu 2024 yang meninggal dunia dipastikan mendapatkan santunan. Besaran santunan tersebut mencapai Rp 36 juta.

Liputan6.com, Jakarta Petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara atau petugas KPPS pada Pemilu 2024 yang meninggal dunia dipastikan mendapatkan santunan. Besaran santunan tersebut mencapai Rp 36 juta.

Hal ini dipastikan oleh Ketua Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) Hasyim Asy'ari.

"Untuk besaran santunan sebesar Rp36.000.000 dan untuk bantuan biaya pemakaman sebesar Rp10.000.000," kata Hasyim dikutip Jumat (23/2/2024).

Adapun besaran santunan telah diatur berdasarkan Surat Menteri Keuangan S-647/MK.02/2022 melalui Satuan Biaya Masukan Lainnya (SBML) Tahapan Pemilihan Umum dan Tahapan Pemilihan.

Selain itu, santunan bagi petugas KPPS yang meninggal ini tertuang dalam Peraturan KPU Nomor 8 Tahun 2022 dan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 59 Tahun 2023

"Santunan kecelakaan kerja yang meninggal dunia bagi penyelenggara ad hoc pemilu diatur berdasarkan Peraturan KPU Nomor 8 Tahun 2022 dan secara teknis diatur dalam Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 59 Tahun 2023," lanjut dia.

13.675 Petugas Pemilu 2024 Sakit

Sebelumnya, berdasarkan data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) per 10-20 Februari 2024 pukul 18.00 WIB, sebanyak 13.675 petugas Pemilu 2024 dilaporkan sakit.

Kemenkes juga menyatakan dari 13.675 petugas pemilu yang sakit, kelompok yang paling banyak yaitu KPPS sebanyak 6.963 orang, disusul petugas sebanyak 1.676 orang, dan PPS sebanyak 1.583 orang

Pasien terbanyak berasal dari kelompok usia 21-30 tahun yaitu 3.871 orang, 41-50 tahun yaitu 3.409 orang, 31-40 tahun yaitu 3.170 orang, 51-60 tahun yaitu 1.980 orang, 17-20 tahun sebanyak 835 orang, dan di atas 60 tahun sebanyak 410 orang.

Fasilitas kesehatan (faskes) pelapor paling banyak dari Puskesmas yaitu sebanyak 91,8%, Rumah Sakit sebanyak 6,7%, dan Klinik sebanyak 1,5%.

Para pasien dirawat di faskes karena mengidap berbagai penyakit, antara lain penyakit pada kerongkongan, lambung, dan usus 12 jari, hipertensi, infeksi saluran pernafasan bagian atas akut, gangguan jaringan lunak, radang paru-paru, infeksi usus, dan penyakit telinga bagian dalam.

Dari jumlah keseluruhan pasien, terbanyak sakit karena mengidap penyakit kerongkongan, lambung, dan usus dua belas jari (3.792 pasien)

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Jumlah yang Meninggal 94

Masih berdasarkan data yang sama, sebanyak 94 petugas Pemilu 2024 dilaporkan meninggal dunia. Berdasarkan data tersebut, penyakit jantung menjadi penyebab kematian paling banyak pada petugas Pemilu 2024, yakni sebanyak 24 kasus.

Lalu, disusul dengan kecelakaan (9), hipertensi (9), dan gangguan pernapasan akut (7).

Selain itu, penyakit serebrovaskular (6), syok septik (5), diabetes melitus (4), kematian jantung mendadak (2), kegagalan multiorgan (2). Yang lainnya yaitu sesak nafas, TB paru, penyakit ginjal kronis, dehidrasi, dan asma, masing-masing sebanyak satu kejadian.

Penyebab kematian 21 orang lainnya masih dalam proses konfirmasi.

Petugas Pemilu 2024 yang meninggal tersebar di berbagai provinsi. Jawa Barat (24), Jawa Timur (19), dan Jawa Tengah (15) menjadi provinsi yang paling banyak mencatat kasus kematian petugas Pemilu 2024.

 

3 dari 4 halaman

Kemenkes Pikirkan Cara Cegah Kematian Petugas Pemilu Selanjutnya

Melihat masih ada petugas Pemilu 2024 meninggal dan belasan ribu yang sakit, Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin tengah mengkaji soal penyempurnaan skrining.

“Saya sedang mengkaji kita mau menyempurnakan skrining ini, saya mau ngomong sama Pak Mendagri (Tito Karnavian), Pak Kepala KPU kalau bisa sekarang aja ditandatanganinya aturan barunya. Kalau bisa skriningnya sebelum daftar," kata Budi, Senin, 19 Februari 2024 di Kantor Kemenkes. 

Dengan kata lain, Budi ingin ke depannya skrining dilakukan sebelum para petugas mendaftar jadi penyelenggara Pemilu.

“Petugas Pemilu ini ada yang kerja lebih dari 12 jam, ini kan kayak tentara kopasus, kerja ini kerja khusus dan berat. Kami sebenarnya ingin mengusulkan ingin duduk dengan Pak Tito dan Pak KPU mungkin kalau bisa menjadi syarat (daftar).”

“Skrining kesehatan itu jadi syarat untuk bisa jadi petugas. Itu langkah pertama yang kami ingin lakukan agar mereka pas benar-benar jadi petugas kondisinya sehat. Sehingga kalau bisa kita mengenolkan (korban jiwa)."

4 dari 4 halaman

Pengecekan Kesehatan Berkala

Hal kedua yang ingin dilakukan Budi adalah mengupayakan pengecekan kesehatan berkala paling tidak setiap enam jam, khusus bagi tempat pemungutan suara (TPS) yang berisiko.

“Yang kedua, itu kan mereka kerja overtime, nah kami lagi ngitung nih bisa enggak kita lakukan uji kesehatan kelilingnya itu setiap 6 jam. Nah itu kita lagi berpikir, TPS kan ada 823 ribu, kalau faskes yang dimiliki Kemenkes kan ada 10 ribu di level kecamatan. Bisa nggak satu Puskesmas di kecamatan meng-cover TPS di kecamatan itu untuk yang risiko tinggi aja dulu, enggak usah semuanya.”

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini