Sukses

Harga Minyak Mentah Dunia Catat Kenaikan Bulanan Pertama

Harga minyak membukukan kenaikan bulanan pertama sejak September karena AS dan Iran berada di ambang konfrontasi langsung di Timur Tengah.

Liputan6.com, Jakarta Harga minyak membukukan kenaikan bulanan pertama sejak September karena AS dan Iran berada di ambang konfrontasi langsung di Timur Tengah.

Dikutip dari CNBC, Kamis (1/2/2024), harga minyak mentah AS dan patokan global Brent naik 5,86% dan 6,06% pada bulan Januari, meskipun harga turun pada hari Rabu setelah aktivitas pabrik di Tiongkok mengalami kontraksi selama empat bulan berturut-turut.

Kontrak untuk bulan Maret turun USD 1,97, atau 2,53%, menjadi USD 75,85 per barel. Brent kontrak untuk bulan Maret ditetapkan pada USD 81,71 per barel, turun USD 1,16 atau 1,40%.

“Data pabrik menegaskan pandangan kami bahwa Tiongkok, setidaknya untuk saat ini, merupakan penghambat pertumbuhan permintaan minyak global,” Tamas Varga, analis pialang minyak mentah PVM, menulis dalam catatannya pada hari Rabu.

Meskipun aktivitas pabrik Tiongkok membebani pasar, harga naik pada bulan ini karena pertumbuhan AS yang lebih kuat dari perkiraan, gangguan terhadap pasokan minyak mentah di AS karena badai musim dingin, dan upaya Beijing untuk melakukan simulasi perekonomiannya.

Pasokan Minyak Mentah AS

Pasokan minyak mentah AS bangkit kembali minggu lalu setelah badai musim dingin, dengan persediaan meningkat 1,2 juta barel dan perkiraan produksi mencapai 13 juta barel per hari, menurut Badan Informasi Energi.

Dan Federal Reserve mempertahankan suku bunga acuan tetap stabil pada hari Rabu namun mengindikasikan pihaknya belum siap untuk mulai menurunkan suku bunga.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Konflik Timur Tengah

Ketegangan geopolitik juga meningkat di Timur Tengah dengan Amerika Serikat dan Iran berada di ambang konfrontasi langsung, sehingga menyoroti potensi risiko terhadap pasokan minyak mentah di wilayah tersebut.

“Menyebarnya konflik di Timur Tengah tetap menjadi risiko yang paling nyata dan terus berkembang bagi pasar energi,” Natasha Kaneva, kepala penelitian komoditas global di JPMorgan, mengatakan kepada kliennya dalam sebuah catatan penelitian pada hari Selasa.

“Meskipun eskalasi tidak dapat diabaikan, menurut pandangan kami hal ini tidak mungkin terjadi, karena pihak-pihak utama dalam konflik memiliki insentif yang kuat untuk menghindari konfrontasi langsung, dan sejauh ini mereka telah mengambil tindakan yang sesuai,” tulis Kaneva.

Militan sekutu Iran telah membunuh tiga tentara AS dalam serangan pesawat tak berawak di Yordania dan menyerang sebuah kapal tanker minyak dengan rudal di Teluk Aden dalam serangkaian eskalasi besar sejak Jumat.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini