Sukses

Mendagri Sebut Pemda Bali Sepakat Turunkan Pajak Hiburan, DKI Jakarta?

Mendagri Tito mengatakan pemda DKI Jakarta juga sudah berencana untuk melakukan diskusi dengan pengusaha hiburan. Mengingat, kawasan ini juga dipenuhi oleh usaha hiburan.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menjelaskan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali sudah sepakat untuk menurunkan pajak hiburan di wilayah tersebut. Menyusul adanya insentif terkait Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) hiburan 40-75 persen.

Tito mengatakan pemda di Bali sudah menyepakati besaran pajak hiburan bersama dengan para pelaku usaha di sana. Insentif ini merujuk pada Pasal 101 Undang-Undang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).

"Yaa kalau yang di Bali mereka sudah melakukan itu, karena kan saya zoom meeting dengan gubernur baru dan bupati walkot se-Bali mereka sudah rapat mengundang para pengusaha, tempat hiburan itu dan kemudian mereka sudah akan menggunakan pasal 101 memberikan insentif," tutur Mendagri Tito saat ditemui di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (29/1/2024).

Kendati begitu, dia belum berbicara banyak mengenai besaran pajak hiburan yang berlaku di Bali. Hanya saja, dia bilang disepakati akan berada di bawah 40 persen.

"Berapa insentifnya yaa nanti yang jelas di bawah 40 persen," kata dia.

Meski rencana tersebut sudah dimulai di Pemda Bali, Mendagri Tito mengatakan pemda DKI Jakarta juga sudah berencana untuk melakukan diskusi dengan pengusaha hiburan. Mengingat, kawasan ini juga dipenuhi oleh usaha hiburan.

"DKI mereka akan mengumpulkan para penguaha untuk kira-kira berapa yang idealnya jadi kira-kira win-win lah, kira-kira begitu. Tapi itukan harganya kan nilainya kan sesuai undang-undang tetap ya, tapi akan bisa ditutunkan dengan kebijakan dari pemerintah daerah," jelasnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Kebijakan Pemda

Lebih lanjut, Tito menerangkan keputusan besarannpajak hiburan ada di tangan pemda. Itu merujuk pada inisiatif pemda atas pertimbangan khusus, atau permintaan dari pengusaha.

Sebelumnya, Tito juga sudah menyebar Surat Edaran terkait adanya pasal 101 dalam UU HKPD. Tujuannya, agar pemda bisa melihat dasar hukum pemberian insentif keringanan besaran pajak hiburan.

"Artinya bisa langsung juga dari pemerintah daerah untuk memberikan, itu kata-katanya 'atau' dalam undang-undang itu ya, ada poin yang boleh diajukan oleh pengusaha boleh juga, ada 3 poin pemerintah daerah dalam rangka untuk mendorong percepatan pembangunan daerah," tuturnya.

 

3 dari 4 halaman

Menko Luhut Bela Pengusaha

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan penerapan pajak hiburan 40-75 persen bisa mengganggu ekosistem industri hiburan. Bahkan, dia mencatat 20 juta orang yang terlibat di industri hiburan terancam.

Ini menyusul protes yang dilayangkan sejumlah pengusaha hiburan terkait Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) hiburan 40-75 persen. Aturan ini tertuang dalam Undang-Undang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD).

Menko Luhut mengatakan, aturan besaran pajak hiburan yang diatur oleh pemerintah daerah (pemda) ini bisa melihat juga kemampuan dunia usaha. Salah satunya mengenai aturan insentif fiskal yang bisa diberikan pemda kepada usaha hiburan.

"Kembali ke yang lama itu, kan kasihan bisa tutup semua itu lapangan kerja kepada berapa juta orang itu, 20 juta," ujar Menko Luhut kepada wartawan di Kantor Kemenko Marves, Jakarta, Jumat (26/1/2024).

4 dari 4 halaman

Hormati Proses Judicial Review

Insentif yang dimaksud Menko Luhut merujuk pada Pasal 101 ayat 3 UU HKPD. Dimana ada kewenangan Pemda untuk bisa mengatur pajak hiburan lebih rendah dari 40 persen. Ini juga diperkuat oleh Surat Edaran Mendagri tentang ketentuan yang sama.

Menko Luhut mengatakan, langkah sejumlah pengusaha yang melakukan upaya hukum ke Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi langkah yang tidak melanggar hukum. Menurutnya, peninjauan kembali atau judicial review (JR) yang diupayakan bukan jadi suatu masalah.

"Lah iya itu mereka maju ke MK itu, yaa biarin lah. Kan semua punya hak mau ke MK, kalau masalah judicial review, jadi jangan dibilang melanggar konstitusi atau melanggar undang-undang, ndak melanggar, itu prosedur yang dibuat untuk men-challenge undang-undang yang ada," tuturnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini