Sukses

Kejar Pengurangan Emisi, Luhut Ajak Pelaku Industri Kembangkan CCS

LuhMenteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, pemerintah selalu menekankan upaya untuk mengurangi emisi karbon. Pasalnya, itu menjadi syarat untuk berinvestasi di masa depan.

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia akan menggelar International & Indonesia CCS (IICCS) Forum 2024 pada 31 Juli-1 Agustus 2024. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan menilai acara tahunan tersebut punya arti strategis bagi Indonesia.

Menurut dia, IICCS 2024 akan berperan sebagai forum guna menunjukkan pengakuan atas kepemilikan salah satu potensi penyimpanan dan penangkapan karbon atau Carbon Capture Storage (CCS) terbesar yang pernah ada.

"Forum ini memberikan bukti kuat atas kepedulian kami terhadap lingkungan dan praktik berkelanjutan," kata Luhut dalam tayangan video di sesi konferensi pers IICCS Forum 2024 di Pullman Jakarta Indonesia Thamrin CBD, Selasa (23/1/2024).

Luhut mengatakan, pemerintah selalu menekankan upaya untuk mengurangi emisi karbon. Pasalnya, itu menjadi syarat untuk berinvestasi di masa depan.

Seluruh stakeholder di industri CCS juga telah didorong untuk memanfaatkan potensi kapasitas penyimpanan karbon Indonesia yang besar. Kemudian, mengembangkan industri hilir untuk menghasilkan implementasi CCUS hub Indonesia yang rendah.

"Ini adalah upaya kolaboratif yang sangat penting dalam mencapai tujuan kita bersama, mengenai tanggung jawab berkelanjutan dan lingkungan di masa depan," imbuh Luhut.

Pemerintah pun dipastikan telah mendukung implementasi CCS hub Indonesia. Saat ini, pemerintah tengah mempersiapkan pengumuman Peraturan Presiden (Perpres) tentang penyimpanan karbon tersebut.

"Yang secara resmi juga turut disahkan oleh beberapa menteri indonesia, dan kami juga membantu soal investasi berkelanjutan," ujar Luhut.

"Kami menyatakan dukungan penuh kami terhadap sektor CCS Indonesia. Kami mendesak pusat untuk berinovasi, dan mereka dapat membina kolaborasi kami dengan para pemangku kepentingan, termasuk lembaga negara, BUMN, perusahaan swasta, dan lembaga internasional," tuturnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Menteri ESDM Minta Pengusaha Antisipasi Penerapan Pajak Karbon di 2026

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengantisipasi penerapan pajak karbon pada 2026 mendatang. Pasalnya, penerapan ini disinyalir berdampak terhadap produk-produk dalam negeri.

Arifin mengatakan sejumlah negara lain juga akan menerapkan pajak karbon. Kemudian, ada penerapan pajak karbon lintas batas atau cross border carbon mechanism. Setiap produk nantinya kemungkinan akan dibebani pajak karbon ini.

"Kami juga melihat bahwa perlunya juga kita memperhatikan kecepatan negara-negara luar dalam melakukan transisi energi kemudian juga penerapan cross broder carbon mechanism, nanti ada pajak karbon kalo kita ingin melakukan transaksi perdagangan produk-produk," paparnya dalam Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR RI, Jakarta, Senin (20/11/2023).

Dia khawatir, penerapan pajak karbon ini bisa mengerek harga jual produk-produk asli Indonesia. Maka, diperlukan antisipasi sebagai langkah persiapan menjelang diterapkannya pajak karbon tersebut.

"Jangan smapai nanti produk industri kita terbebani pajak karbon sehingga kita tidak kompetitif, jadi mahal, ini akan memberikan tekanan bagi industri," tegasnya. Arifin menjelaskan, pihaknya ingin mendorong potensi-potensi energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia. Dengan begitu, akan berpengaruh pada rantsi nilai dari produk-produk yanh dihasilkan.

"Perlu ada sinkronisasi antara kita sendiri, output-nya lain. Jadi kami ingin mengingatkan kembali bahwa mekanisme cross border karbon ini akan efektif mulai 2026. jadi ini bisa diantisipasi di mana nanti pajak karbon crossborder itu diberlakukan kalau kita tidak siap," tuturnya.

 

3 dari 3 halaman

Pengenaan Pajak Karbon Lintas Negara

Lebih lanjut, Arifin menyebut, crossborder carbon mechanism merupakan penerapan pajak karbon antarnegara. Nantinya, barang produksi Indonesia bisa dikenakan pajak karbon negara lain, begitupun sebaliknya.

"Ya kita bisa dikenakan pajak karbon barang-barang kita, dan kita juga bisa ngenain orang lain pajak karbon. Dan kita juga bisa dikenakan pajak karbon," ungkap dia.

Menurutnya, dengan meningkatkan bauran EBT, bisa turut berkontribusi pada tingkat emisi karbon pada produk-produk yang dihasilkan.

"Kita perlu ngurangin emisi karbon sevanyak banyaknya supaya bisa menolong industri kita," pungkasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini