Sukses

Akulaku Diberi Tambahan Waktu hingga Juni 2024 untuk Perbaiki Bisnis Paylater, Ini Pertimbangan OJK

OJK meminta agar Akulaku memperbaiki proses bisnisnya yang sesuai dengan prinsip manajemen risiko dan tata kelola perusahaan yang baik. Begini perkembangannya.

Liputan6.com, Jakarta - PT Akulaku Finance Indonesia (Akulaku), perusahaan fintech peer-to-peer lending (P2P Lending) diberikan tambahan waktu hingga akhir Juni 2024 untuk memperbaiki bisnis pembiayaan dengan skema buy now pay later (BNPL).

Demikian disampaikan Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK, Agusman, seperti dikutip dari Antara, ditulis Senin (15/1/2024).

“Akulaku telah diberikan tambahan waktu sampai dengan akhir Juni 2024 untuk menyelesaikan beberapa poin yang sedang on progress untuk diselesaikan,” kata Agusman.

Secara umum, Akulaku telah melakukan berbagai langkah tindakan perbaikan (corrective action) yang signifikan hingga kini sebagai tindak lanjut atas rekomendasi pemeriksaan.

Hingga akhir Desember 2023, Akulaku telah menyelesaikan corrective action sekitar 95,13 persen dari seluruh target dalam rencana aksi. Atas pertimbangan itu, Agusman menuturkan, OJK memberikan waktu tambahan.

Hingga 5 Oktober 2023, OJK menetapkan pembatasan kegiatan usaha (PKU) kepada Akulaku karena dinilai tidak melakukan pengawasan pada skema buy now paylater.

OJK meminta agar Akulaku memperbaiki proses bisnisnya yang sesuai dengan prinsip manajemen risiko dan tata kelola perusahaan yang baik.

Selain itu, OJK mencatat piutang industri pembiayaan tumbuh 14,14 persen secara tahunan (year-on-year/YOY) pada November 2023 menjadi Rp 467,33 triliun. Piutang pembiayaan ini lebih rendah dibandingkan pada Oktober 2023 yang tercatat sebesar 15,02 persen.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

OJK Larang Akulaku Salurkan Pembiayaan Paylater, Ini Penyebabnya

Sebelumnya diberitakan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan pembatasan kegiatan penyaluran pembiayaan dengan skema buy now pay later (BNPL) atau biasa disebut paylater dari PT Akulaku Finance Indonesia. Pembatasan ini dilakukan karena Perusahaan Pembiayaan Akulaku tidak melaksanakan tindakan pengawasan yang diminta oleh OJK.

Deputi Komisioner Pengawas Lembaga Pembiayaan, PMV, LKM dan LJK Lainnya Otoritas Jasa Keuangan Bambang W. Budiawan menjelaskan, dengan dikenakannya pembatasan kegiatan usaha tertentu, maka Akulaku dilarang melakukan kegiatan usaha penyaluran pembiayaan baik kepada debitur eksisting maupun debitur baru.

"Dilarang melakukan pembiayaan dengan skema BNPL atau pembiayaan serupa termasuk yang penyaluran pembiayaannya dilakukan melalui skema channeling maupun joint financing,"kata Bambang dikutip dari keterangan tertulis, Kamis (26/10/2023).

Selanjutnya, PT Akulaku Finance Indonesia diminta agar melaksanakan tindakan perbaikan sebagaimana dimaksud dalam rencana tindak perbaikan PT Akulaku Finance Indonesia yang telah ditanggapi oleh OJK dalam Surat Otoritas Jasa Keuangan Nomor S-78/PL.11/2023 tanggal 05 Oktober 2023 hal Tanggapan atas Rencana Tindak terhadap Status Pengawasan Khusus.

 

3 dari 4 halaman

Siapa Sosok di Balik Akulaku?

Mengutip laman tech buzz China, William Li sebagai CEO Akulaku. Ia menjadi CEO Akulaku sejak Agustus 2012. Ia memperoleh gelar Master of Laws di bidang hukum dari Washington and Lee University. Sebelumnya ia memperoleh gelar Sarjana Hukum dari Tsinghua University.

William pernah bekerja di industri hukum dan pembiayaan selama lebih dari 10 tahun.Ia pernah bekerja di Ping’an Insurance, salah satu lembaga keuangan terbesar di China selama tiga tahun. Sebelumnya ia juga pernah bekerja di firma hukuk di Beijing di King& Wood Mallesons.

Ia mendirikan Akulaku bersama salah satu pendirinya Gordon, seorang pengembang senior pada akhir 2014.

Sebelum mendirikan Akulaku, William bersama Gordon memulai bisnis dari aplikasi bitcoin. Mereka ke Hong Kong dan melihat pekerja Filipina untuk transfer uang ke negaranya. Lalu mereka memutuskan untuk memakai pertukaran bitcoin untuk pekerja itu.

William mengaku saat memulai ide itu menemukan biaya lebih tinggi ketimbang remintansi internasional yang normal. Setelah 1,5 tahun beoperasi, bisnisnya mencapai volume transaksi USD 10 juta per bulan dan sekitar 35 ribu pekerja asing memakai aplikasi mereka.

“Namun, bank tidak menyukai bisnis kami. Jadi kami harus memutar bisnis kami. Kami telah banyak diskusi dengan bank-bank di Indonesia dan memahami ada banyak orang yang coba meminjam uang, tetapi lembaga keuangan tidak mau melayani mereka karena besarnya risiko dan risiko tunggakan sangat besar, tinggi sekali,” ujar dia.

Ia menambahkan, individu tersebut kemudian pergi ke Pegadaian di Filipina atau di Indonesia meminjam uang dalam jumlah kecil dan semacamnya.

 

4 dari 4 halaman

Perkembangan Bisnis Akulaku

William bersama Gordon membangun Akulaku sejak 2014. Mereka menerima modal dari IDG pada saat itu. Kemudian William dan Gordon memakai teknologi machine learning dan algoritma dan masuk ke penyaluran pembiayaan di Asia Tenggara. Pada semester II 2016, William dan Gordon meluncurkan aplikasi di Indonesia dan Malaysia. Lalu menyusul Filipina lantaran infrastruktur masing-masing negara berbeda.

“Jadi kami memutuskan untuk memakai algoritma dan teknologi machine learning. Pada saat itu sangat lazim di China,” kata dia.

Layanan Akulaku makin berkembang. Layanan dikembangkan mulai dari remitansi,dan beralih ke bisnis pinjaman konsumen di bawah Akulaku pada 2016. Pada 2017 meluncurkan lauyanan Akulaku PayLater atau Akulaku Pay. Kemudian meluncurkan Asetku, penambahan penawaran produk investasi dan manajemen kekayaan.

Pada 2018, Akulaku mencatat 10 juta pendaftar dan mendapatkan investasi strategis dari Ant Financial yang merupakan bagian dari Alibaba milik Jack Ma. Pada 2019, Akulaku menembus 20 juta pendaftar dan akuisisi bank nasional di Indonesia dan perusahaan asuransi umum di Filipina.

Selanjutnya pada 2021, Akulaku himpun dana USD 400 juta dari berbagai investor seperti The Silverhorn Group,termasuk investasi strategis senilai USD 100 juta dengan Siam Commercial Bank (SCB) Thailand.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.