Sukses

96 Negara Jadi Pasien IMF, Begini Ramalan Ekonomi Indonesia di 2024 Versi Jokowi

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, menakhodai kapal besar Indonesia dalam gelombang ketidakpastian ekonomi global sangatlah tidak mudah.

Liputan6.com, Jakarta Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, menakhodai kapal besar Indonesia dalam gelombang ketidakpastian ekonomi global sangatlah tidak mudah.

Hal itu disampaikan dalam Seminar Nasional Outlook Perekonomian Indonesia "Optimisme Penguatan Ekonomi Nasional Di Tengah Dinamika Global" di Hotel St. Regis, Jakarta, Jumat (22/12/2023).

Jokowi menginginkan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang lebih baik, dan dalam posisi yang penuh dengan kehati-hatian dalam menghadapi ketidakpastian global.

 

"Kita pengennya pertumbuhan ekonomi kita tumbuh lebih baik, tetapi tetap harus dalam posisi kehati-hatian. Ekspansif boleh, tetapi juga dalam kalkulasi yang super hati-hati," kata Jokowi.

Dalam kesempatan tersebut, Jokowi menyampaikan terkait pertemuannya dengan Managing Director International Monetary Fund (IMF) Kristalina Georgieva beberapa waktu lalu. Di mana hingga saat ini masih tercatat 96 negara yang masuk menjadi pasien IMF.

Selanjutnya, untuk anggota ADB yang berjumlah 57 negara, 32 di antaranya memiliki kondisi ekonomi, keuangan, dan fiskal sangat berat.

Pemerintah Tetap Optimistis

Kendati demikian, memasuki tahun 2024, Pemerintah Indonesia tetap optimistis bahwa tahun depan pertumbuhan ekonomi RI masih positif.

"Memasuki tahun 2024 ini kita tidak punya alasan untuk tidak optimis. Tahun 2024 saya namai tahun yang harus penuh dengan optimisme. Mengapa? Kita memiliki modal untuk optimisme itu baik modal ekonomi maupun modal politik," pungkasnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

BI Ungkap 5 Jurus Jaga Stabilitas Pertumbuhan Ekonomi RI

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) mengatakan bahwa pihaknya terus menempuh kebijakan makroprudensial longgar untuk mendorong kredit/pembiayaan perbankan kepada dunia usaha dan rumah tangga. Harapannya bisa menjadi dasar pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengungkapkan, akselerasi digitalisasi sistem pembayaran juga terus didorong untuk meningkatkan volume transaksi dan memperluas inklusi ekonomi-keuangan digital, termasuk digitalisasi transaksi keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah.

Perry Warjiyo menjelaskan, penguatan bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran untuk menjaga stabilitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan mencakup 5 langkah.

“(Pertama) stabilisasi nilai tukar Rupiah melalui intervensi di pasar valas pada transaksi spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), dan Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder,” jelas Perry Warjiyo dalam konferensi pers Hasil RDG Edisi Desember 2023, dikutip Kamis (21/12/2023).

Operasi Moneter

Langkah kedua, adalah penguatan strategi operasi moneter yang pro-market untuk efektivitas kebijakan moneter, termasuk optimalisasi Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI), dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI).

Selanjutnya, adalah penguatan kebijakan transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) dengan fokus pada suku bunga kredit per sektor ekonomi.

 

3 dari 3 halaman

Digitalisasi Sistem Pembayaran

Kemudian di langkah keempat, yaitu akselerasi digitalisasi sistem pembayaran dan perluasa​n kerja sama antarnegara guna meningkatkan volume transaksi dan mendorong inklusi Ekonomi Keuangan Digital (EKD).

Langkah tersebut diwujudkan melalui perluasan implementasi QRIS dengan; menetapkan target penggunaan QRIS sebesar 55 juta pengguna di tahun 2024; menetapkan target volume transaksi QRIS sebanyak 2,5 miliar transaksi pada tahun 2024; dan memperkuat strategi implementasi QRIS Antarnegara untuk percepatan akseptasi transaksi;

Adapun penguatan implementasi Kartu Kredit Indonesia (KKI) Segmen Pemerintah dengan mengembangkan KKI fitur Online Payment, serta perluasan sosialisasi, koordinasi, dan monitoring yang lebih intensif;

“(Kelima) adalah perluasan kerja sama internasional dengan bank sentral dan otoritas negara mitra, khususnya melalui QRIS antarnegara dan Local Currency Transactions (LCT), serta fasilitasi promosi investasi, perdagangan, dan pariwisata di sektor prioritas bekerja sama dengan instansi terkait,” jelas Gubernur BI.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini