Sukses

1 Hektare Tambak Harusnya Bisa Panen 40 Ton Udang, Indonesia Capai 1 Ton Saja Sulit

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Republik Indonesia menjalin kerja sama dengan perusahaan asal China, Guangdong Evergreen Group guna membangun budi daya udang terintegrasi.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Sakti Wahyu Trenggono, mengatakan produktivitas budidaya udang dalam satu hektar idealnya mencapai 40 ton per hektare. Namun, budidaya udang di Indonesia masih sangat rendah. Bahkan target 1 ton pun sulit tercapai. Hal itu dikarenakan pengelolaan budidaya udang domestik masih menggunakan cara yang tradisional.

"Cara budidaya kita masih sangat tradisional. Budidaya udang terbaik dalam satu hektar itu productivity-nya bisa mencapai 40 ton per hektare. Di Indonesia dengan luasan 247 hektare cuma 0,6 ton perhektare, artinya 1 ton hektare pun tidak tercapai. Karena caranya terlalu tradisional," kata Sakti Wahyu Trenggono dalam Pertemuan Nasional Pembangunan Perikanan Budidaya Berbasis Ekonomi Biru, di Jakarta, Senin (18/12/2023).

Menteri KKP menilai, masih rendahnya produktivitas dari budidaya udang lantaran dalam pengelolaannya masih belum modern dan cukup higienis. Sebagai contoh, ia menyebut terdapat beberapa tambak udang yang menggunakan air laut dalam budidayanya.

Namun, setelah air laut kotor lalu dibuang kembali ke laut. Hal itulah yang membuat kualitas udang Indonesia menurun. Sehingga pasar udang Indonesia terbatas ke Amerika dan China saja.

"Jadi, dia bikin tambak udang ngambil air dari laut, dikasih makan, terus dibersihkan kotorannya dibuang ke laut sana, ambil air laut lagi, artinya yang tadi kotoran itu mengandung bakteri dibuang kelaut itu masuk lagi ke dalam. Mungkin produksi baiknya sampai 1 sampai 5 kali panen oke, tapi setelahnya kualitas udang tidak baik," jelasnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Budidaya Dibenahi

Menurutnya, jika ingin meningkatkan dan memperluas pasar ekspor udang, maka budidaya udang dalam negerinya harus dibenahi dahulu.

Sebab, cara budidaya udang tersebut menjadi perhatian penting bagi negara-negara maju sebelum menentukan akan impor udang dari negara lain. Mereka menerapkan standar yang tinggi, alhasil pasar udang Indonesia belum bisa tembus ke pasar Eropa.

"Nah, di negara maju sana soal ini sangat ketat, standar budidaya benar itu seperti apa. Udang sekarang taunya (ekspor) ke Amerik- dan China. Karena kualitasnya tidak standard. Eropa hampir sama sekali tidak ada," katanya.

Oleh karena itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Republik Indonesia menjalin kerja sama dengan perusahaan asal China, Guangdong Evergreen Group guna membangun budi daya udang terintegrasi.

Diketahui, perusahaan tersebut berdiri tahun 1991 dan mereka sudah melakukan kerjasama riset dengan institusi perguruan tinggi, sehingga mereka sudah berhasil mengembangkan indukan udang vaname dengan beribu-ribu variasinya. Sementara, Indonesia belum memiliki kemampuan seperti itu, karena teknik budidayanya masih tradisional.

"Sementara, kita belum punya kemampuan seperti mereka, dan cara budidaya kita masih sangat tradisional," ujarnya.

Ia pun berharap melalui kerjasama bisa meningkatkan produksi nasional sekaligus memperluas jangkauan pasar udang asal Indonesia.

 

3 dari 4 halaman

10 Tahun Lagi Lobster hingga Rumput Laut Indonesia Bisa Rajai Pasar Ekspor

Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, menargetkan komoditas perikanan budidaya dalam negeri bisa merajai pasar ekspor dalam kurun waktu 10-20 tahun mendatang.

"Ada lima komoditi yang harapan saya sebetulnya, ini nanti ke depan dalam 10-20 tahun ke depan kita menjadi juara di lima komoditi utama yaitu udang, lobster, kepiting, tilapia kemudian rumput laut," kata Sakti Wahyu Trenggono dalam Panen raya parsial di Tambak Budidaya Udang Berbasis Kawasan (BUBK) di Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa Tengah, Selasa (6/6/2023).

Dia menyebut, di Norwegia memiliki komoditas perikanan budidaya andalan di bidang Salmon. Kemudian di Australia dan Turki memiliki komoditas andalan budidaya ikan Tuna, maka Indonesia pun bisa mencontoh negara-negara tersebut agar memiliki komoditas perikanan budidaya untuk komoditas udang, lobster, kepiting, tilapia, hingga rumput laut.

"Jadi, kalau noerway itu punya andalan di bidang salmon, lalu di beberapa negara seperti di Australia, di Turki dia punya tuna farming gitu, kita juga akan kembangkan juga tuna farming," ujarnya.

Menurutnya, satu komoditas perikanan budidaya valuasi marketnya begitu besar. Misalnya, untuk udang sendiri valuasi market-nya bisa mencapai hingga USD 25 miliar. 

"Satu komoditi yang valuasinya marketnya tuh begitu besar. Udang sendiri atau tidak kurang dari USD 25 miliar dolar. Jadi, kalau kita bisa ngambil 10 persen saja itu sudah USD 2,5 miliar," katanya.

4 dari 4 halaman

Tambak Budidaya

Oleh karena itu, untuk mendorong pencapaian tersebut. Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan mengembangkan Tambak Budidaya Udang Berbasis Kawasan (BUBK) modern yang berlokasi di Desa Plesung, Karangrejo, Kecamatan Petanahan, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah.

"Jadi, gimana caranya supaya sustain dan kita pernah punya pengalaman juga untuk pengembangan udang windu," ujarnya.

Disamping itu, untuk mengembangkan BUBK dan budidaya perikanan lainnya dibutuhkan keseriusan, dan harus bisa memenuhi prosedur agar produktivitas yang dihasilkan bisa terjaga.

"Penanganan budidaya udang utamanya udang, tidak hanya udang termasuk ikan yang lain, dibutuhkan level atau keseriusan yang yang tidak boleh main-main, artinya harus sesuai dengan best practises. Ada berbagai macam persyaratan yang selalu harus sekarang  diikuti dan prosedur itu tidak boleh ada yang dilanggar dengan demikian produktivitas dijaga," pungkasnya. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.