Sukses

Inflasi Menggila, Negara Ini Kerek Suku Bunga hingga 133%

Bank sentral Argentina sedang berjuang untuk mempertahankan suku bunga acuan agar sejalan dengan ekspektasi inflasi, dengan jajak pendapat analis bank sentral yang memperkirakan inflasi pada akhir tahun akan menyentuh lebih dari 180 persen.

Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah negara di benua Amerika mengalami lonjakan inflasi. Sebagian besar negara-negara tersebut menggunakan kebijakan kenaikan suku bunga untuk meredam kondisi tersebut. Argentina menjadi salah satu negara yang mengerek suku bunga sangat tinggi.

Mengutip US News, Jumat (13/10/2023) Bank sentral Argentina menaikkan suku bunga acuannya hingga 133 persen dari 118 persen pada hari Kamis karena data inflasi lebih buruk dari perkiraan. Kenaikan ini terjadi 10 hari sebelum masyarakat Argentina mengikuti pemilihan presiden baru di tengah krisis ekonomi yang semakin parah.

Selain itu, kenaikan ini juga terjadi tak lama setelah angka inflasi bulan September dirilis, yang berada di atas ekspektasi sebesar 12,7 persen month-to-month dan 138 persen year-on-year, ketika lonjakan inflasi melemahkan penghasilan dan tabungan serta mendorong dua dari setiap lima orang di Argentina berada di bawah garis kemiskinan.

Bank sentral Argentina sedang berjuang untuk mempertahankan suku bunga acuan agar sejalan dengan ekspektasi inflasi, dengan jajak pendapat analis bank sentral yang memperkirakan inflasi pada akhir tahun akan menyentuh lebih dari 180 persen.

Beberapa komentator mempertanyakan apakah kenaikan terbaru ini sudah terlambat di tengah skenario ekonomi yang memburuk.

“Menaikkan suku bunga tidak lagi berguna, ekspektasi telah hilang dan menaikkannya saat ini tidak akan menahan perpindahan peso ke dolar,” kata seorang manajer perbankan swasta nasional yang enggan diungkap identitasnya.

Dampak inflasi Argentina diperburuk oleh devaluasi peso yang dilakukan pemerintah hampir 18 persen pada pertengahan Agustus 2023, yang bertepatan dengan kenaikan suku bunga bank sentral sebelumnya, dari 97 persen menjadi 118 persen.

Peso Argentina pun anjlok dengan cepat, dengan mata uang tersebut melampaui batasan 1.000 peso per dolar AS awal pekan ini ketika negara tersebut bersiap untuk memberikan suara dalam pemilihan umum yang dijadwalkan pada 22 Oktober mendatang.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Inflasi AS di September 2023 Tercatat 3,7%

Amerika Serikat (AS) mencatat Indeks Harga Konsumen atau inflasi sebesar 3,7 persen di September 2023. Ini menandai angka inflasi stabil namun sedikit di atas ekspektasi para ekonom yang memperkirakan kenaikan sebesar 3,6 persen.

Melansir CNN Business, Jumat (13/10/2023) secara bulanan, inflasi AS naik 0,4 persen. Angka ini berada di atas perkiraan Refinitiv dengan kenaikan 0,3 persen.

Meskipun tingkat inflasi umum tahunan tetap stabil, laporan IHK AS pada hari Kamis (13/10) juga menunjukkan kemajuan pada kebutuhan-kebutuhan rumah tangga Amerika dan Federal Reserve (The Fed).

Inflasi harga pangan AS juga berada pada tingkat terendah sejak Maret 2021, menyamai inflasi secara keseluruhan sebesar 3,7 persen.

Data CPI menunjukkan bahwa ini adalah pertama kalinya sejak awal tahun 2022 harga pangan di AS tidak melampaui inflasi secara keseluruhan.

Kenaikan harga bahan makanan di AS bahkan lebih rendah lagi, yaitu sebesar 2,4 persen per tahun.

Sementara itu, di luar bahan bakar dan makanan, IHK inti AS melemah selama enam bulan berturut-turut dan naik 4,1 persen year on year dari kenaikan bulanan sebesar 0,3 persen.

Seperti diketahui, The Fed menargetkan inflasi AS di angka 2 persen.

“The Fed ingin melihat inflasi yang lebih rendah setidaknya dalam enam bulan sebelum menyatakan kemenangannya,” kata Julia Pollak, kepala ekonom di pasar kerja online ZipRecruiter.

“Sementara itu, biaya pinjaman yang lebih tinggi membebani rumah tangga, terutama bagu mereka yang memiliki utang kartu kredit atau pinjaman mobil subprime; dan pada dunia usaha, terutama mereka yang memiliki tingkat utang yang tinggi dalam bentuk obligasi dengan suku bunga variabel. The Fed telah memberi isyarat, hal ini kemungkinan akan menurunkan belanja konsumen dan belanja bisnis – termasuk perekrutan tenaga kerja – dalam beberapa bulan mendatang,” paparnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini