Sukses

Hebat, Starbucks Kembangkan Tanaman Kopi Arabika Tahan Perubahan Iklim

Perubahan iklim menjadi ancaman besar bagi bisnis kopi dan para petani. Kopi arabika, satu-satunya varietas yang digunakan oleh Starbucks, sangat berisiko akan adanya perubahan iklim.

Liputan6.com, Jakarta - Kopi adalah tanaman yang cukup rewel, khususnya kopi arabika yang merupakan varietas paling populer. Perubahan iklim menjadi ancaman besar bagi bisnis kopi dan para petani.

"Untuk tumbuh dengan baik, tanaman kopi membutuhkan suhu, cahaya, dan tingkat kelembapan yang spesifik," menurut Inter-American Development Bank, sebuah lembaga keuangan yang melayani Amerika Latin dan Karibia.

Saat ini, kondisi-kondisi tersebut sebagian besar terpenuhi di beberapa bagian Amerika Latin, di wilayah yang disebut sebagai sabuk kopi, demikian laporan IADB baru-baru ini melansir CNN pada Kamis (5/10/2023).

Namun pada tahun 2050, bank tersebut memperingatkan bahwa peningkatan suhu akan mengurangi area yang cocok untuk menanam kopi hingga 50%. Perubahan iklim dapat berarti bahwa beberapa negara baru dapat mengakomodasi kopi, kata IADB.

Jadi Starbucks, yang mengaku membeli sekitar 3% dari seluruh kopi dunia, mengembangkan varietas arabika baru yang secara khusus dibudidayakan agar dapat bertahan lebih baik di bumi yang memanas ini.

Selama lebih dari 10 tahun, para ahli agronomi di Starbucks telah mengembangbiakkan berbagai jenis pohon kopi, mencoba menemukan pohon kopi yang akan menghasilkan buah dalam jumlah banyak dalam waktu yang relatif singkat. Dan dii antaranya, tahan terhadap penyakit karat daun kopi, penyakit yang menyerang pohon kopi dan diperparah oleh perubahan iklim.

Setelah memasangkan ratusan varietas, perusahaan telah mendapatkan enam varietas yang sesuai dan memenuhi standar rasa dan cita rasa perusahaan.

Sebuah katalog menjelaskan enam varietas baru Starbucks tersedia bagi para petani di perkebunan kopi Hacienda Alsacia milik perusahaan, sebuah pusat pendidikan dan penelitian di Kosta Rika.

Katalog tersebut mencantumkan profil rasa untuk setiap tanaman. Ada yang membuat kopi dengan aroma melon, madu, dan tebu, sementara yang lain menawarkan rasa jeruk, herbal, dan bunga.

Katalog ini juga menguraikan karakteristik pertumbuhan tanaman, seperti ketinggian tempat tanaman akan bertahan, ukuran dan struktur tanaman, dan berapa tahun waktu yang dibutuhkan sampai produksi pertama.

"Beberapa varietas yang sedang kami teliti dan uji coba akan dipanen dalam siklus dua tahun," kata Michelle Burns, wakil presiden eksekutif kopi global, dampak sosial, dan keberlanjutan Starbucks. Jika semua berjalan lancar, itu berarti lebih banyak kopi lebih cepat, sebuah kemenangan bagi Starbucks dan para pemasoknya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Iklim Berpengaruh Pada Kopi

Starbucks, dengan hampir 36.000 cabang di seluruh dunia sangat bergantung pada petani kopi.

Starbucks membeli kopi dari sekitar 400.000 petani di 30 negara. Mereka bersama dengan petani kopi lainnya di seluruh dunia sedang berjuang untuk beradaptasi dengan pemanasan global.

Perubahan iklim berdampak besar bagi Suzanne Shriner, presiden Lions Gate Farms di Hawaii.

"Curah hujan kami menjadi lebih jarang, dan ketika hujan turun, curahnya lebih parah, yang berdampak buruk pada tanaman," katanya.

Di Hawaii, kata Shriner, para petani bekerja sama dengan World Coffee Research, sebuah lembaga nirlaba yang bermitra dengan industri, termasuk Starbucks, untuk menemukan solusi bagi karat daun kopi, yang telah menjadi masalah serius di wilayah tersebut.

"Kami sedang mencari inovasi pemuliaan yang serupa," katanya, "kami mengamati program Starbucks dengan seksama."

Tentu saja, kopi bukanlah satu-satunya tanaman yang terancam oleh perubahan iklim. Kekeringan atau hujan lebat dapat menghancurkan hasil panen di seluruh produk-profuk pertanian. Cuaca ekstrem juga tidak dapat diprediksi, sehingga menyulitkan petani untuk merencanakan perubahan ini secara efektif.

Namun kopi arabika, satu-satunya varietas yang digunakan oleh Starbucks, sangat berisiko.

3 dari 4 halaman

Memerangi Karat Kaun

Pada kopi arabika, ada kebutuhan mendesak untuk mengembangkan varietas yang lebih tahan terhadap iklim, kata Miguel Gomez, seorang profesor pemasaran makanan di Cornell's Dyson School of Applied Economics and Management.

Tanaman arabika yang ada saat ini tidak tahan terhadap tekanan air. "Mereka cenderung lebih rentan terhadap penyakit seperti karat daun yang muncul setiap kali mengalami suhu yang sangat tinggi."

Pohon kopi yang tahan karat mungkin menjadi pilihan yang menarik bagi petani. Namun, hal ini tidak akan menyelesaikan berbagai masalah yang ditimbulkan oleh perubahan iklim, penasihat senior untuk program kopi Fairtrade International, Monika Firl memperingatkan.

Alam beradaptasi lebih cepat daripada ilmu pengetahuan laboratorium, tambahnya. Bibit yang dioptimalkan untuk tumbuh subur di kondisi tertentu mungkin akan gagal di kondisi lain. Sehingga, solusi yang diberikan mungkin berhasil untuk saat ini, tetapi tidak untuk jangka panjang.

Firl berpendapat bahwa agar kopi dapat berkelanjutan, perlu ada pergeseran dari model perkebunan kopi industri. "Kita harus mengembalikan kopi ke akarnya di hutan," ujarnya, untuk mendorong ekosistem yang sehat.

Pada tahun 2021, Starbucks berkomitmen untuk berinvestasi dalam perlindungan dan restorasi hutan, serta menetapkan tujuan terkait iklim lainnya.

Burns mengatakan bahwa perusahaan akan terus mencoba varietas baru untuk beradaptasi dengan perubahan iklim.

Varietas kopi lainnya, seperti robusta dan liberika, dapat bertahan lebih baik daripada arabika dalam kondisi sulit seperti ini.

Namun, para pembuat kopi cenderung menghindari varietas-varietas ini karena konsumen menyukai rasa dan aroma arabika, kata Gomez dari Cornell.

Tujuannya sekarang adalah untuk mengembangkan varietas yang memiliki rasa seperti arabika tetapi lebih tahan banting, seperti varietas lainnya.

4 dari 4 halaman

Mengamankan Rantai Pasokan Kopi

Dalam laporan tahunan terbarunya, Starbucks menyebutkan "kenaikan harga biji kopi arabika berkualitas tinggi atau penurunan ketersediaan biji kopi arabika berkualitas tinggi, sebagai risiko rantai pasokan yang dapat berdampak buruk pada bisnis dan hasil keuangan kami."

Laporan tersebut menyebutkan sejumlah faktor yang dapat mempengaruhi harga dan pasokan kopi. Cuaca buruk, berkurangnya ketersediaan air, dan penyakit tanaman, di antara masalah-masalah lainnya, dapat membuat kopi menjadi lebih mahal untuk dibeli oleh Starbucks, atau membatasi pasokan.

"Perubahan iklim dapat memperburuk banyak faktor ini," laporan tersebut memperingatkan.

Bahkan sebelum Starbucks mengembangkan varietas tahan iklimnya sendiri, Starbucks telah menawarkan benih tahan iklim yang dikembangkan oleh pihak lain (dan terkadang diubah oleh Starbucks) kepada para petani.

Perusahaan ini telah memberikan tiga juta benih setiap tahun selama lima tahun terakhir, menurut perusahaan.

Selain benih, Starbucks telah mendistribusikan sekitar 70 juta pohon kopi tahan karat kepada para petani, sebagai bagian dari tujuannya untuk memberikan 100 juta pohon pada tahun 2025.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.