Sukses

Jakarta Dikepung Polusi Udara, DPR: Memalukan, Sampai WFH Seperti Pandemi Covid-19

Ketua Badan Anggaran DPR RI Said Abdullah menilai keadaan polusi di Jakarta menjadi satu kondisi yang memalukan. Dia mengacu data kalau kondisi polusi Jakarta termasuk kategori yang membahayakan warga.

Liputan6.com, Jakarta Ketua Badan Anggaran DPR RI Said Abdullah meminta pemerintah serius untuk menekan emisi karbon yang dilepas ke udara. Menyusul, polusi udara di DKI Jakarta yang dinilau terburuk di dunia.

"Badan Anggaran meminta pemerintah menuangkan agenda aksi yang lebih nyata hasilnya untuk mengurangi emisi. Banggar akan senantiasa memberikan dukungan penuh bagi agenda aksi tersebut, khususnya dalam kewenangan anggaran," ujarnya dalam Rapat Kerja bersama Pemerintah, di Jakarta, Selasa (29/8/2023).

Dia pun meminta, langkah yang diambil benar-benar memberikan dampak yang nyata. Alhasil, bisa membawa pengaruh yang baik dalam menurunkan tingkat emisi.

"Namun kita semua juga barharap, semua agenda aksi menurunkan emisi menghasilnya dampak yang nyata," sambung dia.

Said menilai, keadaan polusi di Jakarta menjadi satu kondisi yang memalukan. Dia mengacu data kalau kondisi polusi Jakarta termasuk kategori yang membahayakan warga.

"Sungguh mencemaskan, sekaligus memalukan. Saking berpolusinya udara Jakarta dan sekitarnya, pemerintah menggulirkan kebijakan Work From Home (WFH) seperti saat pandemi Covid-19 terjadi," ungkapnya.

Upaya Indonesia

Lebih lanjut, Said memandang langkah-langkah yang diambil Indonesia belum maksimal. Misalnya, melalui dukungan ratifikasi berbagai dokumen pengurangan emisi karbon.

Sejalan dengan itu, Indonesia punya ambisi menjadi negara nol emisi karbon atau Met Zero Emission (NZE) pada 2050 mendatang. Indonesia juga mengikatkan diri pada kerjasama iklim melalui UNFCCC untuk pengurangan gas Rumah Kaca (GRK).

"Namun keindahan di atas kertas sirna bak daun kering di lalap api. Di Jakarta tempat semua kebijakan rendah emisi dan pengurangan GRK dirumuskan malah paling berpolusi," tegasnya.

 

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

PNS DKI Jakarta WFH

Diberitakan sebelumnya, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) mempersilakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta memberlakukan skema bekerja dari rumah, atau WFH bagi PNS Jakarta imbas polusi udara.

Kepala Biro Data, Hukum, Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian PANRB Mohammad Averrouce mengatakan, kebijakan itu bakal melengkapi aturan yang dikeluarkan Kementerian PANRB soal WFH PNS di pemerintah pusat mulai 28 Agustus.

Aturan itu tercantum dalam Surat Edaran No.17/2023 tentang Penyesuaian Sistem Kerja Pegawai Aparatur Sipil Negara yang Berkantor di Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Selama Masa Persiapan dan Penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi atau KTT ASEAN Tahun 2023 Ke-43.

Meskipun besar konteks, namun Averrouce menilai inisiatif Pemprov DKI yang menerapkan kebijakan WFH 50 persen bagi para aparatur sipil negaranya mulai 21 Agustus mendatang akan membantu persiapan KTT ASEAN ke-43 di Jakarta.

"Kita saling melengkapi. Kalau di kita itu sejak tanggal 28 (Agustus 2023), konteksnya lebih mobilitas supaya tidak terjadi kemacetan, untuk KTT," ujar Averrouce kepada Liputan6.com, Jumat (18/8/2023).

 

3 dari 3 halaman

Saling Melengkapi

Menurut dia, prinsip aturan yang dikeluarkan Pemprov DKI Jakarta pastinya saling melengkapi dengan kebijakan pemerintah pusat. Namun, Averrouce menegaskan bahwa pertimbangan WFH yang dikeluarkan Kementerian PANRB murni untuk penyelenggaraan KTT ASEAN, bukan karena polusi udara.

"Nanti Kementerian Perhubungan sama Kepolisian juga nyiapin kebijakan soal pergerakan kendaraan untuk memastikan mobilitas enggak terganggu. Sementara teman-teman K/L dan DKI tentunya juga mengikuti," ungkapnya.

"Jadi prinsipnya sama dengan DKI, 50 persen. Maksimal segitu kita coba, WFH 50 persen. Saya kira itu saling mendukung," kata Averrouce.

Adapun sistem kerja yang dikeluarkan Pemprov DKI Jakarta merupakan hal dan kewenangan dari Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) setempat. Sehingga sistem kerja WFH 20 persen PNS setempat selama 2 bulan dipersilakan sebagai langkah darurat.

"Nanti kalau misalnya pak Heru Budi keluarkan instruksinya, berarti termasuk itu juga mungkin ada esensi juga sesuai kewenangan dari PPK. Juga itu terkait dengan penanggulangan polusi, bisa juga, kan enggak apa-apa," tuturnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini