Sukses

Krisis Pangan Makin Dekat, Harga Beras Sentuh Level Tertinggi dalam 12 Tahun

India, pengekspor beras terbesar dunia, melarang ekspor beras putih non-basmati pada 20 Juli lalu dalam upaya negara itu mengendalikan kenaikan harga pangan di dalam negeri, dan memastikan keamanan pasokan.

Liputan6.com, Jakarta - Harga beras melonjak ke level tertinggi dalam hampir 12 tahun menyusuk larangan ekspor beras India dan kondisi cuaca buruk yang dapat berdampak pada produksi.

Mengutip CNBC International, Kamis (10/8/2023) Indeks Harga Beras Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) per Juli 2023 naik 2,8 persen menjadi 129,7 poin.

Angka tersebut menandai kenaikan 19,7 persen dibandingkan tahun lalu, dan nilai nominal tertinggi sejak September 2011, menurut data dari FAO.

FAO mencatat, harga beras paling tajam terjadi di Thailand.

“Kekhawatiran atas potensi dampak El Nino pada produksi di beberapa pemasok memberikan dorongan lebih lanjut terhadap harga, begitu pula gangguan yang disebabkan oleh hujan dan variabilitas kualitas dalam panen musim panas-musim gugur di Vietnam yang sedang berlangsung,” kata FAO dalam laporannya.

Sebagai informasi, El Nino adalah fenomena iklim yang ditandai dengan suhu dan kondisi cuaca ekstrem yang dapat mengganggu kehidupan dan mata pencaharian.

Diketahui bahwa India, pengekspor beras terbesar dunia, melarang ekspor beras putih non-basmati pada 20 Juli lalu dalam upaya negara itu mengendalikan kenaikan harga pangan di dalam negeri, dan memastikan keamanan pasokan.

FAO mencatat bahwa pembatasan ekspor India “meningkatkan masalah ketahanan pangan yang substansial untuk sebagian besar populasi dunia.”

Harga beras melayang di level tertinggi dekade, dengan beras berjangka terakhir diperdagangkan pada USD 16,02 per berat seratus (cwt).

Masih Terus Naik 

Harga ini diprediksi bisa naik lebih tinggi.

“Kita kemungkinan besar akan melihat indeks harga beras FAO yang lebih tinggi untuk Agustus 2023 vs Juli 2023,” ungkap Oscar Tjakra, analis senior di bank pangan dan pertanian global Rabobank.

Dia menyoroti larangan ekspor beras putih non-basmati India datang pada saat persediaan musiman rendah di pemasok utama beras global, terutama di Asia.

Selain itu, lonjakan harga beras juga dikhawatirkan berlanjut jika negara lain mengikuti pembatasan ekspor.

“Harga bisa jauh lebih tinggi jika negara pengimpor mencoba menimbun beras untuk ketahanan pangan dalam negeri, dan negara pengekspor membatasi ekspor,” jelas Samarendu Mohanty, direktur regional Asia di International Potato Center.

El Nino juga dapat memperburuk risiko pada produksi global di produsen beras utama Asia lainnya seperti Thailand, Pakistan, dan Vietnam.

“Untuk beberapa bulan ke depan, arah harga beras dunia akan ditentukan oleh dampak El Nino,” sambung Tjakra.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Thailand Batasi Penanaman Padi, Pasar Beras Global Bisa Makin Terguncang

Sebelumnya, Thailand, pengekspor beras terbesar kedua di dunia, mendorong para petaninya untuk menanam lebih sedikit dalam upaya untuk menghemat air. 

Langkah tersebut dikhawatirkan dapat mengguncang pasar beras global lebih lanjut menyusul larangan ekspor beras putih non-basmati oleh India, yang bertujuan untuk memastikan ketersediaan yang memadai di pasar domestik serta menekan kenaikan harga.

Saat ini, Thailand tengah menghadapi serentetan curah hujan yang rendah.

Dalam upaya menghemat air untuk konsumsi, Kantor Sumber Daya Air Nasional (ONWR) negara itu telah mengimbau para petani untuk beralih ke penanaman yang menggunakan lebih sedikit air agar dapat dipanen dengan cepat.

"Curah hujan kumulatif sekitar 40 persen lebih rendah dari biasanya, yang berisiko tinggi pada kekurangan air," kata sekretaris jenderal ONWR, Surasri Kidtimonton, dikutip dari CNBC International, Kamis (3/8/2023).

 

3 dari 3 halaman

Butuh Air 2.500 liter Tiap 1 Kg Beras

Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh Administrasi Air Nasional Thailand, Kidtimonton mengatakan bahwa pengelolaan air negara itu perlu berfokus untuk konsumsi dan budidaya, "terutama untuk tanaman tahunan."

Sebagai informasi, tanaman tahunan adalah tanaman yang tumbuh kembali setelah panen dan tidak perlu ditanam kembali setiap tahun, tidak seperti tanaman musiman. Padi dikategorikan sebagai tanaman tahunan.

Untuk setiap kilogram padi gabah yang ditanam, dibutuhkan rata-rata 2.500 liter air. Sebagai perbandingan, tanaman alternatif seperti jawawut membutuhkan antara 650 hingga 1.200 liter air untuk jumlah panen yang sama.  

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini