Sukses

BPJS Kesehatan Hilang di UU Kesehatan, Tak Wajib Lagi?

Ketua DPR Puan Maharani mengesahkan RUU Kesehatan menjadi UU Kesehatan. Yang menarik, dalam UU Kesehatan ini, frasa BPJS Kesehatan hilang.

Liputan6.com, Jakarta Undang-Undang Kesehatan atau UU Kesehatan telah diresmikan DPR RI. Ketua DPR Puan Maharani mengesahkan RUU Kesehatan menjadi UU Kesehatan dalam Sidang Paripurna digelar di ruang rapat paripurna DPR di Kompleks Parlemen pada Selasa (11/7/2023).

Ada yang menarik dalam UU Kesehatan yang baru disahkan. BPJS Kesehatan menghilang dari isi UU Kesehatan tersebut. Ini jelas berbeda dengan draft RUU Kesehatan yang sebelumnya beredar. 

Meski menghilangkan kata BPJS Kesehatan, UU Kesehatan ini tetap mengatur mengenai kewajiban perusahaan untuk membantu para pekerjanya dalam memperoleh jaminan kesehatan.

Hal ini tertuang dalam Pasal 100 (1) UU Kesehatan baru tetap mewajibkan pemberi kerja menjamin kesehatan pekerja melalui upaya promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, dan paliatif serta wajib menanggung seluruh biaya pemeliharaan kesehatan pekerjanya.

Meski demikian, Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron memberikan penjelasan bahwa penghilangan frasa BPJS Kesehatan ini bukan berarti perusahaan tidak mewajib mendaftarkan pekerjanya BPJS Kesehatan.

Aturan kewajiban BPJS Kesehatan tetap mengacu pada UU Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan UU BPJS. Pada UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS pasal 15 disebutkan pemberi kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta kepada BPJS sesuai dengan program jaminan sosial yang diikuti.

Langsung Dibawah Presiden

Perlu diketahui, duduk peran BPJS Kesehatan langsung dibawah Presiden. Hal ini tertuang dalam Pasal 7 Ayat 2 UU Nomor 24 tahun 2011 tentang BPJS, diketahui bahwa BPJS secara langsung bertanggung jawab kepada Presiden RI. 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Harapan Jokowi

Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyambut baik Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan yang disahkan oleh DPR RI, pada Selasa (11/7/2023). Jokowi berharap UU Kesehatan dapat memperbaiki pelayanan kesehatan di Indonesia.

"Ya bagus. UU Kesehatan kita harapkan setelah dievaluasi dan dikoreksi di DPR, saya kira akan memperbaiki informasi di bidang pelayanan kesehatan kita," kata Jokowi di Tol Cisumdawu Kabupaten Sumedang Jawa Barat, Selasa (11/7/2023).

Dia juga berharap UU Kesehatan dapat memperbanyak tenaga dokter di Indonesia. Sebab, saat ini Indonesia dinilai kekurangan tenaga dokter dan dokter spesialis.

"Dan kita harapkan kekurangan dokter bisa lebih dipercepat, kekurangan spesialis bisa dipercepat. Saya kira arahnya ke sana," ujarnya.

Disisi lain, Jokowi juga menanggapi soal RUU Desa yang merupakan inisiatif DPR RI. Namun, dia masih enggan berbicara banyak RUU Desa tersebut.

"Kemudian untuk desa pertimbangan karena masih dibahas di DPR untuk UU Desa. Jadi pertimbangan dan pandangan dari pemerintah nantilah, ada saatnya nanti akan kita berikan," tutur Jokowi.

Sebelumnya, RUU Kesehatan disahkan DPR pada Rapat Paripurna Masa Persidangan V Tahun Sidang 2022-2023, Selasa.

"Acara, (1) Pembicaraan Tingkat II/Pengambilan Keputusan terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Kesehatan," demikian surat undangan yang diterima.

3 dari 4 halaman

Menkes Budi Tepis Isu UU Kesehatan Bakal Banjiri Tenaga Kesehatan Asing di Indonesia

UU Kesehatan yang baru saja disahkan turut mengundang anggapan bahwa regulasi tersebut justru akan ‘membanjiri’ tenaga kesehatan asing di Indonesia. Isu ini berembus di kalangan sebagian dokter yang menilai alangkah baiknya untuk memberdayakan tenaga kesehatan sendiri.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin menepis adanya kemudahan masuknya tenaga kesehatan asing ke Indonesia. Dalam Undang-Undang (UU) Kesehatan yang baru, proses masuk tenaga kesehatan asing terbilang ketat.

“Sebenarnya semua tenaga kerja kesehatan yang masuk harus melalui proses adaptasi. Cuma ada bedanya. Bedanya, proses dipermudah bagi mereka dengan lulusan fakultas kedokteran ternama di dunia,” jelas Budi Gunadi usai Rapat Paripurna di Gedung DPR RI, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (11/7/2023).

“Misalnya, Universitas Harvard dan mereka dengan riwayat karier pekerjaan di institusi ternama seperti Mayo Clinic. Jadi dibedakan tergantung dia lulusan mana dan bekerja di mana.”

 

4 dari 4 halaman

Pengalaman Krisis Perbankan

Sebagai pembanding, Budi Gunadi mengkilas balik pengalaman saat terjadi krisis perbankan tahun 1998. Pada waktu itu, bankir asing dibatasi hanya boleh membuka cabang di beberapa wilayah tertentu.

"Pada saat krisis terjadi karena kita ketahui kualitas perbankan di Indonesia waktu itu jadi menurun di bawah kualitas perbankan asing di perbankan," tutur Budi Gunadi yang 30 tahun lebih berkecimpung di dunia perbankan.

"Saya merasakan waktu itu yang namanya bankir-bankir asing dibatasi sekali, satu kota cuma ada 5 ada 4 enggak boleh lebih cabang bank asing. Enggak boleh buka di mana-mana, hanya boleh di Jakarta, buka di Surabaya apa enggak boleh ya jadi Citibank, Standard Chartered sangat terbatas.”

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini