Sukses

Dilarang Sejak 2003, Jokowi Sekarang Izinkan Ekspor Pasir Laut

Meski pasir laut diperbolehkkan diekspor, ada beberapa ketentuan yang harus dipenuhi pelaku usaha. Misalnya perizinan, syarat penambangan pasir laut, hingga ketentuan ekspor karena menyangkut bea keluar.

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Salah satu isi dari aturan ini adalah memperbolehkan ekspor pasir laut.

Dikutip dari aturan tersebut, Senin (29/5/2023), aturan ini dirilis sebagai upaya pemerintah dalam bertanggung jawab untuk melindungi dan melestarikan lingkungan laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2O14 tentang Kelautan.

Selain itu, aturan ini juga untuk perlindungan dan pelestarian lingkungan laut serta untuk mendukung keterpeliharaan daya dukung ekosistem pesisir dan laut, sehingga meningkatkan kesehatan laut.

Menarik, dalam Pasal 9 PP Nomor 26 Tahun 2023 ini, hasil sedimen di laut dapat dimanfaatkan untuk empat hal. Sedimen laut tersebut didefinisikan sebagai pasir laut dan atau material sedimen lain berupa lumpur.

Rinciannya adalah:

  1. Reklamasi di dalam negeri;
  2. Pembangunan infrastruktur pemerintah;
  3. Pembangunan prasarana oleh pelaku usaha; dan/atau
  4. Ekspor sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Meski pasir laut diperbolehkan diekspor, ada beberapa ketentuan yang harus dipenuhi pelaku usaha. Misalnya perizinan, syarat penambangan pasir laut, hingga ketentuan ekspor karena menyangkut bea keluar.

Aturan ini ditetapkan di Jakarta pada tanggal 15 Mei 2023 oleh Presiden Joko Widodo dan diundangkan pada 15 Mei 2023 oleh Menteri Sekretaris Negara Pratikno.

Ekspor Pasir Laut Dihentikan Sejak 2003

Pemerintah sebelumnya sudah melarang total ekspor pasir laut sejak 2003 melalui Surat Keputusan (SK) Menteri Perindustrian dan Perdagangan (Menperindag) Nomor 117/MPP/Kep/2/2003 tentang Penghentian Sementara Ekspor Pasir Laut.

Dituliskan dalam Surat Keputusan yang ditandatangani Menteri Perindustrian dan Perdagangan Rini Sumarno pada 28 Februari 2003 disebutkan alasan pelarangan ekspor untuk mencegah kerusakan lingkungan yang lebih luas.

Kerusakan lingkungan yang dimaksud berupa tenggelamnya pulau-pulau kecil, khususnya di sekitar daerah terluar dari batas wilayah Indonesia di Kepulauan Riau sebagai akibat penambangan pasir laut.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Relaksasi, Pemerintah Masih Izinkan Ekspor 5 Komoditas Tambang Mentah hingga Mei 2024

Pemerintah masih memberi kesempatan ekspor untuk lima komoditas tambang mineral sampai satu tahun ke depan. Relaksasi ini diberikan untuk komoditas tembaga, besi, timbal, seng, dan lumpur anoda hingga Mei 2024.

Padahal, pemerintah telah melarang ekspor komoditas mineral mentah setelah Juni 2023 melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Bayu Bara (UU Minerba).

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif memberikan kesempatan bagi pemegang izin usaha pertambangan (IUP) maupun izin usaha pertambangan khusus (IUPK) mineral logam untuk menjual hasil pengolahan ke luar negeri hingga Mei 2024.

Relaksasi ini diberikan sebagai kelanjutan pembangunan fasilitas pemurnian, dimana Kementerian ESDM saat ini tengah menyelesaikan rancangan Peraturan Menteri ESDM terkait itu.

"(Relaksasi ekspor komoditas tambang mentah) terbatas pada komoditas tembaga, besi, timbal, seng, dan lumpur anoda hasil pemurnian tembaga. Izin hanya dapat diberikan kepada IUP/IUPK yang fasilitas pemurniannya telah mencapai 50 persen pada Januari 2023," kata Arifin dalam rapat kerja bersama Komisi VII DPR RI, Rabu (24/5/2023).

Namun, Arifin mewanti-wanti izin relaksasi ekspor ini bisa dicabut apabila tidak menunjukan kemajuan pembangunan fasilitas pemurnian.

 

3 dari 3 halaman

Bea Keluar

Selain itu, ia menambahkan, penjualan hasil pengolahan wajib membayar bea keluar yang ditetapkan dalam peraturan menteri keuangan (PMK). Lalu, penjualan komoditas tambang mentah wajib didasarkan pada rekomendasi ekspor dari Dirjen Minerba Kementerian ESDM, serta harus mendapat persetujuan ekspor dari Kementerian Perdagangan (Kemendag).

"Untuk mendapatkan rekomendasi ekspor harus memenuhi syarat yang tercantum dalam rancangan Permen (ESDM, soal kelanjutan pembangunan fasilitas pemurnian)," imbuh Arifin.

"Adanya mekanisme pengawasan oleh Kementerian ESDM berdasarkan kemajuan fisik pembangunan fasilitas pemurnian yang didasarkan pada hasil verifikasi verifikator independen," pungkasnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.